Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah mencapai level tertinggi di 2019 pada penutupan perdagangan Selasa. Sedangkan untuk harga minyak Brent hampir menyentuh level USD 70 per barel.
Pendorong kenaikan harga minyak ini adalah prospek bahwa sanksi lanjutan akan diberikan oleh Amerika Serikat (AS) kepada Iran dan gangguan produksi di Venezuela masih akan terus berlanjut. Selain itu, penutunan pasokan minyak dari OPEC juga terus berlanjut.
Mengutip CNBC, Rabu (3/4/2019), dalam sesi perdagangan, harga minyak berjangka Brent mencapai puncak di USD 69,50 per barel, tertinggi sejak 13 November. Namun pada penutupan sesi harga minyak brent ditutup naik 41 sen atau 0,6 persen, di level USD 69,42 per barel.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan untuk harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 99 sen, atau 1,6 persen, menjadi menetap di USD 62,58 per barel, setelah menyentuh USD 62,52, tertinggi sejak 7 November.
"Kenaikan harga minyak ini lebih tinggi dari yang kami harapkan," jelas president Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch.
"Kami akan terus berhati-hati dengan pembalikan karena keuntungan yang telah didapat selama ini," tambah dia.
Amerika Serikat mempertimbangkan untuk memberikan sanksi lebih banyak kepada Iran yang merupakan produsen terbesar keempat dalam OPEC.
Sementara, terminal minyak mentah Venezuela yang juga masih berada di bawah sanksi dari Amerika serikat, telah menghentikan operasi karena masalah listrik.
Penurunan pasokan minyak mentah dari Iran dan Venezuela inin dalam memperdalam langkah penurunan produksi yang dilakukan oleh OPEC.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasokan OPEC
Pasokan OPEC telah mencapai level terendah dalam 4 tahun pada Maret kemarin.
Dalam survei Reuters penurunan yang cukup dalam terjadi saat Arab Saudi sebagai eksportir utama minyak mentah di PEC memotong produksi lebih dari yang telah disepakati.
Rusia yang merupakan produsen minyak non-OPEC yang juga masuk dalam program pengurangan produksi beum mencapai target pengurangan produksi. Produksi minyak Rusia turun menjadi 11,3 juta barel per hari pada bulan lalu.
Sementara output negara tersebut turun sekitar 112.000 barel per hari dari tingkat Oktober 2018. Rusia telah berjanji untuk memangkas produksi sebesar 228.000 barel per hari dari tingkat itu.
Advertisement