Liputan6.com, Jakarta - Tidak bisa dipungkiri bahwa film-film garapan sineas muda Indonesia banyak menghasilkan penghargaan Internasional. Namun, apa sih film indie itu?
Film indie sendiri merupakan film yang dibuat secara independen, merujuk kepada film seni yang berbeda dari sebagian film komersil yang ditayangkan secara massal.
Baca Juga
Advertisement
Film indie sendiri biasanya mengambil tema-tema cerita yang dianggap kurang potensial oleh studio besar untuk dipasarkan. Beberapa tema yang diambil biasanya bukan tema yang mainstream, misalnya cerita dengan materi yang kontroversial, teknik film eksperimental.
Dalam pembuatan film indie, sutradara dan kru biasanya menikmati kontrol penuh atas kreasi artistik mereka dalam proses produksi tanpa banyak interupsi.
Berbeda dengan film-film komersil yang dapat langsung dipasarkan ke bioskop, film indie biasanya harus melalui jalur yang lebih panjang untuk sampai pada tahap itu. Nah, film indie yang telah selesai diproduksi kemudian dapat mengikuti kompetisi film besar.
Jika film tersebut sukses meraih penghargaan, film tersebut bisa dilirik distribusi besar untuk dibuat kembali dengan studio dan distributor besar, kemudian film tersebut bisa diputar di bioskop.
Nah, sudah tahu belum kalau beberapa film indie karya anak bangsa terbaik yang berhasil meraih penghargaan bergengsi? Berikut ulasannya untuk Anda, seperti dikutip dari TunaiKita.
Film Indie Terbaik Karya Anak Indonesia
Meski akses untuk bisa menikmati film indie karya anak bangsa terbatas, sehingga Anda butuh ekstra keras untuk bisa menonton film ini.
Meskipun begitu, bukan berarti film indie tidak boleh diabaikan begitu saja. Film indie mampu meraih penghargaan di ajang festival film internasional, lo!
1. Ziarah
Film Ziarah ini berhasil memenangkan dua kategori dari empat nominasi di ajang ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) di Kuching, Serawak, Malaysia.
Dua kategori yang berhasil dimenangkan, yakni Best Screenplay dan Special Jury Award. Sebelumnya, Ziarah juga menjadi film feature terbaik dalam ajang Samaindana Asian Film Festival 2016 di Filipina.
Hebatnya, semua pemain film Ziarah sebelumnya tidak punya pengalaman akting sama sekali, lo. Mereka juga sudah berusia lanjut, seperti Ponco Sutiyem, yang memerankan Mbah Sri, yang sudah berumur 95 tahun.
Film Ziarah sendiri bercerita tentang perjalanan Mbah Sri mencari makam asli mendiang suaminya, Prawiro, yang meninggal saat perang. Selama ini, Mbah Sri tahunya makam suaminya adalah sebuah gundukan tanah yang di atasnya ada bambu runcing dan bendera.
Dari cerita salah seorang veteran perang, Mbah Sri pun memulai perjalanannya, meski harus berkali-kali berganti kendaraan umum, berjalan kaki melewati lembah dan bukit, bahkan harus menyebrangi sungai.
Ziarah akhirnya tayang di bioskop pada 18 Mei 2017, uniknya film ini melakukan gala premiere yang berbeda dari biasanya. Gala premiere diadakan di puncak Gunung Gambar, Gunung Kidul, Yogyakarta dan mendapat sambutan hangat dari warga Gunung Kidul. Pemutaran film menggunakan layar tancap, lo! Menarik banget kan?
Advertisement
2. Solo, Solitude (Istirahatlah Kata-Kata)
Film yang mengangkat kisah hidup Wiji Thukul ini juga berhasil meraih banyak penghargaan di ajang internasional. Film ini berhasil menyabet penghargaan untuk Film Terbaik di Jogja - NETPAC Asian Film Festival.
Selain itu, diikutsertakan dalam kompetisi film Vladivostok Film Festival - Rusia, Hamburg International Film Festival - Jerman, dan QCinema Film Festival di Filipina.
Tidak cuma di Indonesia, kisah hidup Wiji Thukul ini juga ditayangkan di berbagai festival film Internasional, seperti di Locarno - Swiss, Toronto - Kanada, dan di Busan International Film Festival, Korea Selatan. Film ini menceritakan seorang aktivis asal Solo, Jawa Tengah, yang terkenal sangat berani dan vocal.
Jasa seorang Wiji Thukul dinilai besar karena ia sangat berperan penting dalam perkembangan demokrasi Indonesia, tepatnya saat menjelang runtuhnya rezim Soeharto pada masa awal reformasi.
Ia melarikan diri ke Pontianak pada 27 Juli 1996, akhirnya ia dinyatakan hilang pada tahun 1998 bersama 12 aktivis lainnya. Hingga kini Wiji Thukul dinyatakan hilang tanpa diketahui keberadaannya.
3. Seeking Soulmate
Film komedi ini merupakan keluaran dari kompetisi LA Indie Movie 2015, Seeking Soulmate berhasil meraih penghargaan di Balinale International Film Festival 2016.
Dilihat dari judulnya, bisa ditebak film ini menceritakan tentang apa kan? Ya, Seeking Soulmate bercerita soal satu geng yang masih jomblo.
Mereka pun membahas permasalahan yang menyebabkan mereka masih jomblo, walaupun sudah dewasa dan punya pekerjaan yang menjanjikan. Cerita ini dibuat begitu simple, tapi sangat berhubungan dengan realita yang sering kita alami.
Advertisement
4. Postcard From The Zoo
Film yang dirilis pada tahun 2012 ini berhasil memenangkan banyak penghargaan Internasional, salah satunya The 62nd Berlin Film Festival dan menjadi salah satu film unggulan di Berlinale.
Postcard From The Zoo dibintangi aktor dan aktris Indonesia, Nicholas Saputra dan Ladya Cheryl, bercerita tentang Luna yang ditinggalkan orangtuanya di kebun binatang, dan akhirnya dibesarkan oleh para pekerja kebun binatang.
5. What They Don't Talk When They Talk About Love
Film ini merupakan film Indonesia pertama yang diputar di ajang Sundance Film Festival tahun 2013. Film ini bersaing dengan sebelas film dari negara lain untuk kategori World Cinema Dramatic Competition.
What They Don't Talk About When They Talk About Love ini juga berhasil memenangkan NETPAC Award 2013 di International Film Festival Rotterdam, Belanda.
Selain itu, film ini juga ditayangkan di beberapa negara, seperti Hawaii International Film Festival, Hong Kong International Film Festival, Terracoota Far East Film Festival - Inggris, Busan International Film Festival, dan masih banyak lagi.
Advertisement
6. Another Trip To The Moon
Another Trip To The Moon bercerita tentang Asam anak seorang dukun yang tinggal di hutan, tapi terpaksa pindah ke kota. Dia tidak merasa bahagia, sehingga akhirnya 'dijemput' oleh arwah kakaknya untuk kembali ke hutan.
Film ini dibintangi oleh Tara Basro ini memang tergolong unik, karena tidak ada dialog sama sekali, sehingga penonton bisa bebas berimajinasi mengenai jalan cerita.
Film ini tayang pertama kali di ajang Hivos Tiger Awards di International Film Festival Rotterdam tahun 2015.
7. Tabula Rasa
Tabula rasa merupakan film Indonesia pertama yang mengangkat kuliner dan menjadikannya sebagai food film Indonesia. Film ini disutradarai oleh Adriyanto Dewo dimana ini adalah debut film panjang pertamanya.
Film ini menceritakan Hans (Jimmy Kobogau), seorang pemuda dari Serui, Papua, yang memiliki impian menjadi seorang pemain bola profesional. Namun, ternyata takdir membawanya pada nasib yang tidak beruntung, ia malah menjadi luntang lantung di pinggir kota besar. Gagal menjadi pemain sepak bola, Hans pun menemukan bakat lain di bidang kuliner.
Advertisement