Liputan6.com, Philadelphia - Ketika menggali lubang raksasa di tanah untuk membuat pondasi bangunan perumahan mewah di Philadelphia, pekerja konstruksi melihat sesuatu yang aneh: tulang-tulang manusia.
Lantaran merasa khawatir, seorang buruh bangunan itu menelepon kantor Medical Examiner. Penggalian dihentikan sementara dan pihak berwenang memeriksa kerangka-kerangka itu.
Advertisement
Mereka menemukan bahwa tulang-tulang tersebut bukan berasal dari jenazah yang baru saja dikuburkan, tapi diduga berasal dari tahun 1700-an dan dari tanah pekuburan First Baptist Church, salah satu makam pertama di Philadelphia.
Terlepas dari sejarah kolonialnya, Philadelphia tidak memiliki undang-undang menyeluruh yang mengatur penemuan semacam itu, terutama yang ada di tanah pribadi, menurut ilmuwan forensik Kimberlee Moran yang tidak terlibat pemeriksaan itu.
Menggali Situs Pemakaman Kolonial
Ribuan orang dimakamkan di tanah pekuburan First Baptist Chucrh dari sekitar tahun 1702 hingga 1860, ketika makam ini diduga dipindahkan.
Namun, saat gereja memindahkan pemakamannya karena berubah menjadi tempat pembuangan sampah lokal, Dewan Kesehatan Philadelphia hanya memberikan waktu tiga bulan pada tahun itu untuk merelokasi jasad --mulai 1 Januari hingga 1 April.
"Ini adalah upaya yang luar biasa. Meskipun beberapa kuburan dipindahkan, sebagian besar tidak," kata Moran, seorang profesor pengajar asosiasi dan direktur forensik di Rutgers University-Camden di New Jersey.
Fakta bahwa gereja meninggalkan begitu banyak jenazah, tidak pernah dipublikasikan sebelumnya dan baru direalisasikan pada tahun 2017.
Secara keseluruhan, setidaknya masih ada 3.000 jasad yang masih terkubur di makam kuno itu, menurut catatan sejarah. Moran dan rekan-rekannya telah menemukan sekitar 500 di antaranya, di mana kondominium mewah itu sekarang berada, di 218 Arch Street.
Setelah mengunjungi situs tersebut bersama Anna Dhody, seorang antropolog forensik di Mütter Museum of Philadelphia, Moran diberi sebuah kotak berisi 113 tulang manusia, sebagian besar adalah tulang panjang dari lengan dan kaki.
Namun enam minggu kemudian, pada Februari 2017, Moran menerima laporan bahwa pekerja konstruksi terus menemukan tulang manusia dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Kami kembali ke situs dan menemukan lubang yang sangat jelas di tanah, ada kayu yang mencuat dari dalam tanah," aku Moran yang dilansir dari Live Science. "Sudah jelas bahwa ini adalah peti mati."
Pada saat itu, para ilmuwan masih belum menyadari ukuran besar pemakaman itu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Apa yang Ditemukan?
Terlepas dari jumlah mayat, kedua peneliti telah mengetahui nama dari tiga jenazah dengan melihat batu nisannya, menganalisis tulang dan membaca catatan sejarah.
Ketiga jasad ialah Benjamin Britton, pemilik toko roti dan budak yang meninggal pada 1782 pada usia 78; Israel Morris; dan Sarah Rogers yang berusia 3 tahun, menurut The New York Times.
Sebagian besar peti mati dibuat dari kayu sederhana, meskipun banyak yang memiliki pegangan unik, yang membantu menentukan tanggal penguburan antara 1720-an hingga 1790-an.
Beberapa peti mati ini memiliki beberapa artefak --meskipun di antaranya ada barang-barang berat, seperti gunting, sisir, cincin emas palsu, tembikar yang pecah dan potongan-potongan kain.
Jared Beatrice, asisten profesor antropologi di The College of New Jersey, memimpin upaya identifikasi kerangka untuk menilai setiap tubuh berdasarkan jenis kelamin, usia saat meninggal, perawakan, keturunan, dan tanda-tanda trauma atau penyakit.
Diketahui bahwa kekurangan gizi adalah wabah yang merajalela kala itu. Para ilmuwan menemukan bukti adanya demam kuning, klamidia, TBC dan kusta.
Ilmuwan juga melihat plak pada gigi yang tersisa, yang dapat mengungkapkan apa yang dimakan orang dan dari mana asalnya. Selain itu, mereka menganalisis bakteri atau microbiome di rongga panggul (tempat organ duduk), dan bahkan telah menemukan beberapa otak yang dimumikan.
Analisis lipid (zat lemak yang tidak larut dalam air) ini dapat membantu para ilmuwan menentukan tahun di mana orang-orang ini meninggal.
Selain itu, 15 orang yang tewas mungkin merupakan keturunan Afrika, menurut catatan penguburan, kata para peneliti.
Ketika penelitian berlanjut, Moran dan rekan-rekannya tetap berhubungan dengan First Baptist Church, yang masih ada, meskipun dengan jemaat yang lebih kecil.
Sementara itu, para peneliti hanya memiliki waktu hingga 2023 untuk mempelajari kerangka-kerangka itu, yang kemudian harus dimakamkan kembali dengan hormat di Pemakaman Mount Moriah, tempat pekuburan dipindahkan pada tahun 1860, menurut Philadelphia's Orphans' Court yang mengelola kuburan tanpa tanda.
Moran dan rekan-rekannya berencana untuk mempresentasikan temuan mereka dalam pertemuan tahunan Society for American Archaeology pada minggu depan, dan mengajukan permohonan hibah sehingga lembaga ini dapat mendanai penelitian mereka pada temuan penting tersebut.
Advertisement