Menyerap Ikhlas Pagi Anggrek

Jarak pohon anggrek di tempat teduh dengan cahaya memang hanya beberapa sentimeter. Namun, bagi anggrek itu, butuh waktu bertahun-tahun menuju cahaya itu.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 05 Apr 2019, 06:00 WIB
Anggrek jenis Doritis Pulcherrima, salah satu anggrek murah berbunga kecil namun ulet dan kuat bertahan hidup. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Magelang - Sekitar satu setengah kilometer dari Taman Wisata Candi Borobudur, ada sebuah areal cukup luas sangat teduh. Jika pagi hari, embun-embun menempel di rumput dan tanaman. Warga menjuluki Taman Anggrek Borobudur itu sebagai taman anggrek Mendut atau Karet.

Jam 07.00, setangkai anggrek Cattleya Mantinii yang diletakkan begitu saja di sebatang pohon. Cattleya berwarna ungu itu setiap hari mendapat siraman.

Sebuah perawatan yang sewajarnya saja. Jika dilihat dari tata letak, anggrek itu seperti tanaman sebatang kara. Terlindung pepohonan besar, sehingga cahaya hanya sedikit menjangkaunya. Terselip di tepi akses masuk ke rumah pembibitan.

Kepala Taman Anggrek Borobudur, Supartomo, menjelaskan setiap hari sejak mulai jam kerja, ia dan seluruh pegawai sudah berkutat dengan aneka tanaman. Bukan hanya anggrek, tapi juga tanaman hias lain. Tak hanya menyiapkan pupuk dan meneliti, tetapi juga memburu ulat-ulat yang hendak merusak.

"Sekarang taman anggrek ini kan UPT di Pemda. Kami bukan hanya menanam, menyilangkan, dan menjual, tapi juga bertugas mengedukasi masyarakat mengenai anggrek," kata Supartomo kepada Liputan6.com, Kamis (4/4/2019).

Barangkali karena banyaknya pekerjaan itulah, maka anggrek Cattleya itu seperti tak terawat. Namun saat Liputan6.com berkunjung, Cattleya itu mekar sangat banyak, indah, dan kokoh. 

Simak video pilihan berikut:

 


Perjalanan Filsafat

Catharina Mujiasri, salah satu pengunjung taman anggrek Borobudur. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

"Duh cantiknya," begitu para pengunjung menyapa anggrek itu.

Setiap komentar membuat para pegawai taman anggrek itu berbahagia. Begitulah memang watak pujian. Jika pun ia dialamatkan kepada sesuatu yang kita rawat, bahagianya ikut singgah ke kita juga.

"Itu sudah beberapa tahun sengaja kita taruh di situ. Karena ia anggrek lokal yang gemar berbunga," kata Supartomo.

Anehnya, seluruh tubuh anggrek ini ternyata bergerak ke satu jurusan saja, yakni menjulur ke timur. Tepat seperti mengadang pengunjung. Gerakan ini tidak dibentuk, tetapi anggrek itu sendirilah yang membentuk.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi tanaman ini untuk membengkokkan diri seperti itu. Agaknya itulah satu-satunya cara agar ia bisa hidup, bertumbuh, dan bisa mendermakan elok lewat bunga-bunganya.

Lalu, siapa yang meminta anggrek ini melengkungkan tubuh untuk menuju arah yang sama? Ternyata adalah kebutuhannya atas cahaya. Pojok yang dihuni anggrek ini adalah sisi gelap dinaungi rimbun pohon besar. Setitik demi setitik anggrek ini menjulurkan tubuhnya. Sel demi sel ia mengulur diri untuk menuju cahaya.

Barangkali cahaya itu tak jauh. Hanya beberapa sentimeter saja. Namun, anggrek ini harus menempuhnya dalam hitungan tahun.

 


Tekad Menuju Cahaya

Supartomo, Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Anggrek Borobudur, setiap pagi sudah meneliti perkembangan tiap tanaman yang dikembangkannya, termasuk anggrek langka jenis anggrek tebu ini (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige).

"Sebenarnya itu anggrek yang tahan panas dan hujan," kata Supartomo.

Manusia pasti akan malu jika memperhatikan anggrek yang senantiasa berjuang mencari cahaya. Perjalanan yang intens, secara konsisten memburu cahaya tanpa peduli adakah memperhatikannya atau tidak.

Bibit-bibit anggrek yang asli maupun silangan semua berada dalam ruangan khusus dan didata serta didokumentasikan. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

"Cahaya itu ada di sana dan langkah ini, harus terus menuju ke sana," barangkali itulah yang menjadi tekad anggrek ini.

Ia pun telah menyodorkan bukti atas seluruh jerih payahnya. Bunga-bunga nan elok. Maka setiap melihat anggrek itu, manusia-manusia yang memiliki kepekaan akan melihat kekuatan keyakinan, atas segala sesuatu, betapapun lemahnya, siapa pun akan menjadi amat kuat jika ia sedang rindu berjalan menuju cahaya.

 


Intens dan Konsisten

Cymbidium Golden Boy asal Kalimantan, salah satu jenis anggrek lokal yang dikembangkan. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Tulisan diatas barangkali sangat emosional. Namun, Taman Anggrek Borobudur kini menjelma menjadi laboratorium pengembangan dan konservasi anggrek Nusantara. Supartomo mengatakan, setiap kali mendatangkan varian langka, para pegawai akan memperlakukan tanaman itu dengan mulia.

"Seperti anggrek tebu Sumatera ini. Kami mencoba mengembangkan dengan lima perlakuan pupuk yang berbeda. Tentu kami akan mencatat dan mendokumentasikan hasilnya untuk kepentingan konservasi," kata Sutomo.

Berbagai koleksi seperti Doritis Pulcherrima, cymbidium, dendrobium, hingga anggrek langka semacam anggrek tebu yang berukuran raksasa (Grammatophyllum speciosum) semua ada. Supartomo menjelaskan bahwa para pegawai yang ditempatkan di taman anggrek ini mayoritas memiliki kecintaan terhadap anggrek.

"Kami berharap, dengan orang-orang yang memiliki passion akan mudah dan ikhlas dalam melayani, sehingga hasilnya nanti bisa optimal," kata Supratomo.

Ucapan Supartomo itu rupanya sama dengan apa yang dilakukan anggrek-anggreknya. Berjuang berjalan menuju cahaya, senti demi senti, serta menghadiahi elok warna-warni bunganya. Pagi hari adalah ikhlas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya