Jokowi Berani Basmi Korupsi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani melawan korupsi, termasuk dengan menggalakkan pencegahan.

oleh Fitri.Syarifah diperbarui 05 Apr 2019, 15:19 WIB
Jokowi melawan korupsi

Liputan6.com, Jakarta Korupsi terlebih korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tentu tidak bisa ditolerir. Korupsi merugikan bagi rakyat. Sehinigga butuh ketegasan pemimpin untuk memberantas aksi para pejabat negara yang menyelewengkan kekuasaan demi memperkaya diri maupun kelompoknya sendiri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani melawan korupsi, termasuk dengan menggalakkan pencegahan.

Simak videonya di sini

Sejak era reformasi hingga pemerintahan Jokowi, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) yang dirilis Transparency International (TI) menyebutkan posisi Indonesia pada 2018 naik tujuh peringkat menjadi 89 dari 180 negara. Di sisi lainnya, skor IPK Indonesia pada 2018, naik satu poin menjadi 38 dari skala 0-100 setelah stagnan di skor 37 sejak 2016;

Posisi skor Indonesia pada 2018, jauh lebih baik dibandingkan skor IPK Indonesia pada 2013 yang masih 32. Sebelumnya pada 2014, skor IPK Indonesia naik dua angka menjadi 34, dibandingkan tahun sebelumnya atau 2013. Rilis IPK sudah dilakukan TI sejak 1995, setiap tahunnya dengan skala 0-100. Artinya, 0 artinya paling korup, sedangkan 100 berarti paling bersih.

"Bahwa korupsi kita di tahun 1998 itu, negara kita terkorup di Asia, indeks persepsi korupsi kita saat itu adalah 20. Saya ingat betul, KPK mengatakan 20. (Tahun) 2014 angka kita menjadi lebih baik lagi dan sekarang indeks persepsi ini 38, artinya ada perbaikan-perbaikan terus, tidak mungkin kita pengin instan, langsung membaik," kata Jokowi di panggung debat capres putaran ke-4, pada Sabtu (30/3).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan, potensi kerugian negara karena korupsi pada tahun ini hingga mencapai Rp200 triliun. Tidak hanya dari sisi kerugian material, korupsi juga telah meresahkan rakyat Indonesia. KPK menerima sekitar 7.000 surat per tahun, dari masyarakat yang melaporkan dugaan praktik korupsi.

Terkait hal tersebut, Jokowi mengambil setidaknya empat kebijakan untuk mencegah korupsi merajalela di Indonesia. Pertama, Jokowi menerbitkan PP Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dan dan membentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK).

Perpres tersebut diyakini dapat memperkuat upaya pemerintah dalam pencegahan tindak pidana korupsi sejak hulu, tanpa mengurangi kewenangan, dan independensi lembaga penegak hukum yang sudah ada.

Perpres 54/2018. juga semakin mengukuhkan peran KPK sebagai koordinator dan supervisi yang akan melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, misalnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Staf Presiden.

Kedua, Jokowi juga menunda Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Revisi dimaksud, memasukkan delik tindak pidana khusus, salah satunya tindak pidana korupsi. KPK berargumen bahwa dimasukkannya pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke dalam RKUHP, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal tersebut juga dinilai sangat berisiko bagi kerja KPK ke depan. "Intinya kita harus tetap memperkuat KPK," ujar Jokowi pada kesempatan berbeda.

Jokowi juga menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Inpres tersebut, fokus pada dua hal yakni soal pencegahan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi.

Kedua fokus tersebut diimplementasikan dalam tujuh sektor yakni industri ekstraktif/pertambangan, infrastruktur, sektor privat, penerimaan negara, tata niaga, BUMN, dan pengadaan barang dan jasa. Inpres 10/2016 bertujuan untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi, memperbaiki ease of doing bussiness, dan transparansi pemerintahan.

Di sisi lainnya, Jokowi juga menyatakan menolak usulan untuk mempermudah remisi bagi koruptor. Draf revisi yang tengah disusun Kementerian Hukum dan HAM, akan menghilangkan ketentuan justice collaborator (JC) sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme dan narkotika. JC adalah saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar keterlibatan pelaku lainnya. Jangan biarkan korupsi merajalela dan menghabiskan uang rakyat Indonesia. Pilih pemimpin yang berani melawan korupsi. (Adv)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya