Dunia Internasional Kecam Konflik Pasukan Haftar dan Pemerintah Libya

Konflik internal Libya antara pasukan pendukung Haftar dan tentara pemerintah (GNA) mendapatkan kecaman dari dunia internasional.

oleh Siti Khotimah diperbarui 06 Apr 2019, 10:10 WIB
Pasukan Libya di bawah Haftar ambil bagian dalam parade militer di kota timur Benghazi (Abdullah Doma / AFP )

Liputan6.com, Tripoli - Gejolak dalam negeri Libya antara pasukan yang loyal kepada Jenderal Khalifa Haftar dan tentara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) telah memunculkan tanggapan dari PBB dan sejumlah negara. Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB mendorong setiap pihak menghindari konfrontasi berdarah.

"PBB berkomitmen untuk memfasilitasi solusi politik dan apapun yang terjadi, PBB berkomitmen untuk mendukung rakyat Libya," tulis Guterres di Twitter setelah bertemu dengan Haftar di Markasnya di kota timur Benghazi.

Pernyataan Guterres itu senada dengan imbauan Dewan Keamanan PBB pada Jumat, 5 April 2019 yang mendorong penurunan tensi konflik, sebagaiman dikutip dari Al Jazeera pada Sabtu (6/4/2019).

 

Prancis dan Uni Emirat Arab yang dekat dengan Haftar juga mendesak de-eskalasi. Inggris, Italia, dan AS menyusul pada hari yang sama, menyatakan langkah militer hanya berisiko mendorong Libya kembali ke kekacauan.

Maja Kocijancic, juru bicara Komisi Eropa, mengatakan kubunya "sangat prihatin dengan aktivitas militer di Libya yang berisiko menyebabkan konfrontasi yang tidak terkendali".

Adapun Rusia yang memberikan dukungan kepada Haftar di masa lalu, mengimbau agar pertumpahan darah tidak kembali terjadi.

Meskipun kecaman dan imbauan deeskalasi telah diberikan oleh sejumlah negara, bentrokan tetap terjadi. Bentrokan kembali terjadi di dekat Tripoli pada Jumat, pasca-imbauan diberikan. Saat itu, pasukan timur yang setia kepada Haftar melanjutkan untuk bergerak ke kota dan melakukan serangan. Pihaknya mengklaim hanya akan berhenti jika "teroris" telah berhasil ditumpas. Tripoli sendiri saat itu tengah dikendalikan oleh tentara pro-pemerintah yang didukung oleh PBB dan dilindungi sejumlah milisi.

Merasa misinya di Libya tidak berhasil, Guterres meninggalkan Libya dengan "hati yang berat" pada Jumat malam waktu setempat. Pihaknya mengklaim tetap berusaha menghentikan konflik internal tersebut.


Siapakah Haftar?

Khalifa Haftar mengepalai Tentara Nasional Libya yang memproklamirkan diri (AFP Photo)

Jenderal Haftar adalah seorang mantan perwira militer. Ia membantu Kolonel Khadafi merebut kekuasaan pada tahun 1969 sebelum jatuh bersamanya dan pergi ke pengasingan di AS.

Dia kembali pada tahun 2011 setelah pemberontakan melawan Khadafi dimulai menjadi komandan pemberontak.

Pada 2014, Haftar sempat meluncurkan "Operation Dignity" untuk membersihan negara dari "teroris" milisi.

Tiga tahun kemudian Haftar mengatakan pasukannya telah merebut Benghazi setelah pertempuran yang sengit.

Pada Januari 2018, ia meluncurkan serangan ke Fezzan yang kaya minyak di barat daya Libya. LNA membuat kesepakatan dengan suku-suku lokal dan menyerbu wilayah itu tanpa perlawanan besar.

"Tujuan utama Haftar ketika ia pergi ke Fezzan adalah untuk mengambil Tripoli", kata Jalel Harchaoui, seorang peneliti di Clingendael Institute yang berbasis di Belanda.

"Anda tidak dapat memerintah Libya kecuali Anda mengendalikan Tripoli. Karena semua uang, misi diplomatik, dan sebagian besar penduduk ada di sana - semuanya terkonsentrasi di sana."

Kebangkitan mantan perwira militer berusia 75 tahun itu, termasuk kemajuan ladang minyak strategis dan kota-kota pelabuhan, telah didukung oleh negara-negara seperti Mesir dan Uni Emirat Arab . Dia telah menggambarkan dirinya sebagai satu-satunya solusi untuk ketidakstabilan Libya, tetapi banyak pihak di negara itu khawatir dia bisa mencoba untuk mengembalikan kekuasaan otoriter.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya