Ilmuwan Temukan Petunjuk soal Kehancuran Bumi Kala Matahari Mati

Ilmuwan menemukan fragmen inti planet yang tersisa dari ledakan bintangnya. Menjadi petunjuk akhir riwayat Bumi saat Matahari sekarat lalu mati.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 07 Apr 2019, 01:00 WIB
Ilustrasi serpihan logam yang mengelilingi katai putih SDSS J122859.93+10432.9 yang meledak 100 juta tahun lalu (Credit: Mark Garlick/University of Warwick)

Liputan6.com, London - Temuan menarik dijumpai para astronom University of Warwick, Inggris saat memindai langit menggunakan Gran Telescopio Canarias yang berada di La Palma, Canary Island.

Mereka menemukan keberadaan sebuah puing arkeologi galaksi. Fragmen -- yang sebagian besar tersusun dari besi, nikel, dan logam itu -- adalah sisa dari inti planet tak dikenal, yang sudah hancur.

Material planetesimal tersebut kini mengorbit bekas bintangnya, SDSS J122859.93+104032.9, yang sekarang menjadi katai putih (white dwarf). Fragmen itu mengorbit sekali dalam 123 menit atau sekitar 2 jam. Sementara, jaraknya sekitar 410 tahun cahaya dari Bumi, di konstelasi Virgo.

Para ilmuwan memperkirakan, ukuran diameter fragmen tersebut antara 1 mil hingga ratusan mil. Material itu cukup padat, untuk lolos dari kehancuran akibat ledakan dan evolusi lanjutan dari bintang yang sedang menuju kematiannya itu.

"Fakta bahwa kami menemukan sebuah benda yang mengorbit dalam periode dua jam adalah bukti nyata bahwa sebuah planet dapat selamat dari proses (kematian bintang) yang merusak itu," kata Christopher Manser, ahli fisika di University of Warwick di Inggris, seperti dikutip dari The New York Times, Sabtu 6 April 2019.

Hasil temuan tersebut telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Science.

Katai putih adalah hasil akhir yang ditinggalkan ketika sebuah bintang, yang ukurannya sebesar atau lebih besar dari Matahari, kehabisahan bahan bakar, menuju kematian. Ukurannya kemudian menyusut menjadi bara padat seukuran Bumi sebelum akhirnya mendingin.

Alam semesta dipenuhi dengan 'batu nisan' yang padat dan dingin seperti itu.

Ilustrasi katai putih (scitechdaily.com)

Sebelumnya, dalam proses menuju kematiannya, bintang-bintang akan menjelma menjadi raksasa merah (red giant), yang akan menghancurkan planet-planet di bagian dalamnya.

Dan itu yang akan terjadi pada Bumi dan Matahari. Dalam 5 atau 6 miliar tahun yang akan datang, Sang Surya akan membengkak jadi raksasa merah. Jika itu terjadi, niscaya tak akan ada makhluk yang bertahan hidup di Bumi.

"Berdasarkan konsensus umum, dalam 5 sampai 6 miliar tahun dari sekarang, dalam Tata Surya kita, katai putih akan menggantikan posisi Matahari, yang dikelilingi Mars, Jupiter, Saturnus, planet-planet luar, serta asteroid dan komet," kata Manser.

Tak ada yang tahu, apakah akan ada yang tersisa dari objek fisik yang sekarang dikenal sebagai Bumi -- mirip fragmen yang baru ditemukan. Bisa jadi planet manusia akan binasa seiring kematian Matahari.

Fragmen planet yang baru ditemukan hanya berjarak sekitar 320 ribu mil dari katai putih. Secara teknis, kini ia berada di dalam radius asli bintang itu.

Para ilmuwan mengaku, tak mengira akan menemukan fragmen yang solid dalam jarak sedekat itu.

"Bintang itu semula berukuran sekitar dua kali massa Matahari. Kini, (dalam bentuk) katai putih, ukurannya hanya 70 persen massa Sang Surya," tambah Christopher Manser. Ia diperkirakan meledak 100 juta tahun lalu.

 


Tak Ada Kehidupan

Bintang katai putih (white dwarf star) yang ada di Konstelasi Virgo bertindak seperti 'Death Star' dalam film Star Wars (Nature/Mark A. Garlick)

SDSS J122859.93+10432.9 adalah salah satu katai putih yang ditemukan dalam kondisi dikelilingi piringan yang tersusun dari puing-puing.

Di dalam puing-puing itu, para ilmuwan menjumpai sebuah objek padat (solid) yang menyemprotkan jejak gas mirip komet. Fragmen logam itu diduga kuat adalah apa yang tersisa dari inti sebuah planet.

"Jika prediksi itu benar, bentuk aslinya setidaknya berdiameter ratusan kilometer," kata Boris Gansicke, yang juga ilmuwan dari University of Warwick.

Untuk kali pertamanya, ilmuwan bisa mengidentifikasi fragmen semacam itu secara spektroskopi, dengan analisis cahaya yang dipancarkan oleh gas di 'ekornya'.

Itu adalah hal yang mengejutkan, kata Christopher Manser. Piringan puing-puing biasanya dipahami sebagai pecahan asteroid atau komet, yang mendekati katai putih dan terbelah oleh kekuatan gaya tariknya. 

"Gravitasi katai putih sangat kuat, sekitar 100 ribu kali gaya tarik Bumi. Biasanya sebuah asteroid biasa akan terkoyak karenanya, saat melintas terlalu dekat dengan dengan katai putih," kata Christopher Manser.

Belum jelas apakah ada kehidupan yang masih lestari di sekitar katai putih itu.

Planet-planet lain mungkin masih ada. Namun, bintang yang sekarat itu terlalu redup untuk mengirimkan energi dan nutrisi dalam jarak sejauh itu. "Sepertinya sistem tata surya itu tak layak huni," kata Manser.

BPM 37093 menjelma menjadi katai putih dan bongkahan berlian (Wikipedia)

Jika sebuah fragmen planet dapat bertahan dari ledakan dahsyat bintang, serupa Matahari, mungkin Bumi akan demikian -- meski yang tersisa hanya bagian padatnya.  

"Kami yakin akan menemukan planetesimal lain yang mengorbit katai putih dan mempelajari lebih banyak tentang sifat umum mereka," kata Manser.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya