Sepucuk Surat SBY untuk Prabowo

Kampanye akbar Prabowo dan Sandiaga ini menuai kritik pedas. Tak hanya dari kubu lawan, kritik juga datang dari internal koalisi pendukung.

oleh Nanda Perdana PutraRita AyuningtyasAdy Anugrahadi diperbarui 08 Apr 2019, 00:01 WIB
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Sejumlah tokoh nasional pendukung Prabowo - Sandiaga pun turut hadir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Prabowo dielu-elukan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019) pagi. "Prabowo, Prabowo, Prabowo," teriak simpatisan yang berpakaian serba putih.

Ya, ribuan relawan dan simpatisan Prabowo-Sandi, Minggu subuh memenuhi lapangan GBK untuk mengikuti kampanye akbar Prabowo-Sandiaga. Mereka berdiri mengibarkan bendara partai pengusung dan pendukung paslon 02.

Kampanye akbar itu sendiri, didahului dengan salat subuh berjamaah.

Pantuan Liputan6.com, Prabowo dan Sandiaga berdiri di saf paling depan bersama dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Shohibul Iman, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Sementara relawan dan simpatisan Prabowo-Sandi mengikuti di belakangnya.

Salat subuh di lapangan stadion GBK diikuti ribuan jemaah. Adapun yang bertindak selaku imam adalah Ketua Umum DPP FPI KH Shobri Lubis.

Seusai melaksanaan salat, jemaah mengumandangkan tahmid, tasbih dan takbir.

Namun, kampanye akbar ini menuai kritik pedas. Tak hanya dari kubu lawan, kritik juga datang dari internal koalisi pendukung Prabowo-Sandi.

Usai kampanye akbar, sepucuk surat beredar. Surat itu mengatasnamakan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Surat ditujukan kepada tiga petinggi partainya mengenai kampanye akbar Prabowo-Sandia di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Ketiga petinggi tersebut adalah Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, Waketum Syarief Hasan dan Sekjen PD Hinca Panjaitan.

Dalam suratnya, SBY menyebut kampanye Prabowo-Sandiaga tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.

Hal ini diungkapkan SBY saat mendengar rencana kampanye akbar tersebut pada Sabtu, 6 April 2019. Saat itu juga, SBY mengetahui set up dan run down acara kampanye akbar tersebut.

"Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandungi kebenaran," tulis SBY dalam penggalan surat itu.

Surat SBY itu dibenarkan oleh sumber Liputan6.com di internal Partai Demokrat. "Iya benar, Pak SBY mengirim surat itu ke 3 petinggi Demokrat," ucap sumber tersebut.

Jubir Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai kemungkinan SBY belum mendapat laporan lengkap kampanye tersebut.

"Mungkin Pak SBY belum mendapat laporan lengkap setiap detail acara tadi di GBK," kata Dahnil kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (7/4/2019).

Dahnil mengatakan, kampanye Prabowo-Sandiaga hari ini sangat menjunjung tinggi kebhinekaan.

"Menggembirakan keberagaman yang hadir beragam dari banyak suku dan agama, serta latar belakang, bahkan ada sesi doa lintas agama sebagai simbol toleransi," ucap dia.

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Sejumlah tokoh nasional pendukung Prabowo - Sandiaga pun turut hadir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pengingat

Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin menegaskan, surat dari sang ketua umum SBY hanya sebagai pengingat kepada koalisi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat menggelar kampanye akbar di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (7/4) pagi tadi.

Amir mengatakan, surat dari SBY itu dikirim dari Singapura beberapa saat sebelum kampanye akbar digelar. Amir menjelaskan, SBY melihat nuansa keterbelahan bangsa Indonesia semakin tajam di Pilpres 2019.

"Nuansa keterbelahan publik sudah demikian tajam beberapa jam sebelum kampanye akbar. Oleh karena itu, beliau dengan pengalaman mengelola negara mengingatkan manakala ada indikasi potensi keterbelahan bangsa disebabkan oleh politik identitas dan eksklusif, itu wajib kita bersama memikirkan untuk mencegah hal itu terjadi," jelas Amir saat berbincang dengan Merdeka, Minggu (7/4).

Amir menjelaskan, Demokrat melalui Wakil Ketua Umumnya, Syarief Hasan kemudian menyampaikan pengingat SBY tersebut kepada Prabowo dan Sandiaga. Dia pun merasa, Prabowo-Sandiaga telah melaksanakan apa yang diinginkan oleh SBY dalam kampanye akbar pagi tadi.

"Kita sama-sama rasakan tadi pagi dalam orasi 02, kita merasakan bahwa nuansa keterbelahan itu dapat dinetralisir, itu terlihat dengan hadirnya, terwakilinya masyarakat, saudara kita dari golongan minoritas," jelas Amir lagi.

Dia merasa, kampanye akbar sudah berjalan dengan baik. Dia mengakui kontestasi politik tahun ini sangat keras, tapi semangat persatuan dan kesatuan tetap terjaga. Lanjutnya, keterbelahan bangsa semakin kita kecilkan.

Kritik Kubu Lawan

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily menyampaikan, penyelenggaraan Kampanye Akbar Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta sangat kentara nuansa politik identitas khususnya sekat agama.

"Menjawab kritik Pak SBY, kubu 02 jalan terus dan sama sekali tidak bergeming. Nuansa politik identitas justru semakin kuat karena kubu 02 hanya menjadikan kehadiran representasi agama-agama lain sebagai figuran, sebagai aksesoris," tutur Ace dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (7/4/2019).

"Yang ditampilkan sebagai tokoh agama lain sama sekali tidak reprsentatif. Asal comot, bahkan mereka lebih banyak sebagai pelengkap. Ini menunjukkan bahwa kampanye 02 sama sekali tidak dalam all for all atau semua untuk semua, seperti yangg diingatkan oleh Pak SBY," lanjutnya.

Menurut Ace, pengunaan politik identitas jelas berbahaya. Sesuai yang disampaikan dalam surat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kubu paslon 02 hanya akan menarik garis tebal antara kawan dan lawan yang akan memecah belah bangsa. 

"Walaupun dibungkus dalam bahasa taushiah, orasi politiknya pun penuh dengan bahasa kebencian dan permusuhan dengan Pak Jokowi. Bahkan orasi Rizieq Shihab kembali membangun framing kubu 02 kalah karena dicurangi," jelas Ace.

Dia menyebut, apa yang diingatkan oleh SBY bahwa kampanye Prabowo dan Sandiaga itu eksklusif serta tidak lazim kini telah menjadi kenyataan. Hal itu terlihat dari cara memainkan politik identitas lewat mobilisasi sentimen pendukung.

"Kerangka aksinya jelas ingin mengulang sentimen gerakan 212, mulai dari salat subuh berjamaah, orasi politik yang dibungkus taushiah sampai dengan seruan membaca fatwa MUI," Ace menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Isi Surat SBY

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan politikus PAN Amien Rais terlihat di atas panggung kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Sejumlah tokoh nasional pendukung Prabowo - Sandiaga pun turut hadir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Berikut isi lengkap surat SBY.

Kepada yang terhormat

1. Ketua Wanhor PD Amir Syamsudin

2. Waketum PD Syarief Hassan

3. Sekjen PD Hinca Panjaitan

BismilahirrahmanirrahimAssalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhSalam Sejahtera

Salam Demokrat !

Sebenarnya saya tidak ingin menggangu konsentrasi perjuangan politik jajaran Partai Demokrat di tanah air, utamanya tugas kampanye pemilu yang tengah dilakukan saat ini, karena terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019 yang lalu saya sudah memandatkan dan menugaskan Kogasma dan para pimpinan partai untuk mengemban tugas penting tersebut. Sungguhpun demikian, saya tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agar kampanye yang dijalankan oleh Partai Demokrat tetap berada dalam arah dan jalur yang benar, serta berlandaskan jati diri, nilai dan prinsip yang dianut oleh Partai Demokrat. Juga tidak menabrak akal sehat dan rasionalitas yang menjadi kekuatan partai kita.

Sore hari ini, Sabtu, tanggal 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang "set up", "run down" dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres-cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto-Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandungi kebenaran.

Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, Capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:

Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian didalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan "inclusiveness", dengan sasanti "Indonesia Untuk Semua" Juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. "Unity in diversity". Cegah demonstrasi apalagi "show of force" identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.

Pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan ini adalah untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua. Karenanya, sejak awal "set up"nya harus benar. Mindset kita haruslah tetap "Semua Untuk Semua" , atau "All For All". Calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya adalah untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terplih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh dan insya Allah akan berhasil. Sebaliknya, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal "kawan dan lawan" untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa. Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi dan Pak Prabowo.

Saya pribadi, yang mantan Capres dan mantan Presiden, terus terang tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai "pro Pancasila" dan "pro Kilafah". Kalau dalam kampanye ini dibangun polarisasi seperti itu, saya justeru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya. Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation. Saya pikir masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik. Seperti yang kita lakukan dulu pada pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014. Bangsa kita sangat majemuk. Kemajemukan itu disatu sisi berkah, tetapi disisi lain musibah. Jangan bermain api, terbakar nanti.

Para kader pasti sangat ingat, Partai Demokrat adalah partai Nasionalis-Relijius. Bagi kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati. Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis. Indonesia adalah "Negara Pancasila" dan juga "Negara Berke-Tuhanan". Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya.

Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan kilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai kilafah ataupun radikal. Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah. Politik begini bisa menyesatkan. Sejak awal harusnya narasi seperti ini tidak dipilih. Tetapi sudah terlambat. Kalau mau, masih ada waktu untuk menghentikannya.

Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrim, lebih baik diberi tahu , apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang (2019-2024). Apa solusinya, apa kebijakannya? Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan indentitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan. Gantilah dengan platform, visi, misi dan solusi. Tentu dengan bahasa yang mudah dimegerti rakyat. Sepanjang masa kampanye, bukan hanya pada saat debat saja.

Demikian Pak Amir, Pak Syarief dan Pak Hinca pesan dan harapan saya. Ketika saya menulis pesan ini, saya tahu AHY berada dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta, setelah menjenguk Ibu Ani yang masih dirawat di NUH. Partai Demokrat harus tetap menjadi bagian dari solusi, dan bukan masalah. Selamat berjuang, Tuhan beserta kita.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Singapura, 6 April 2019

Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya