4 Polemik Surat SBY soal Kampanye Akbar Prabowo - Sandiaga

Dalam suratnya, SBY menyebut bahwa kampanye akbar Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 08 Apr 2019, 10:23 WIB
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Sejumlah tokoh nasional pendukung Prabowo - Sandiaga pun turut hadir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggelar kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada Minggu, 7 April 2019.

Kampanye akbar itu dimulai dengan melakukan salat Subuh berjemaah di GBK. Kemudian dilanjutkan dengan orasi Prabowo Subianto.

Namun rupanya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, menyurati Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, Waketum Syarief Hasan, dan Sekjen PD Hinca Panjaitan terkait adanya kampanye akbar tersebut.

Dalam suratnya, SBY menyebut bahwa kampanye Prabowo-Sandiaga tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.

Hal ini diungkapkan SBY saat dirinya mendengar rencana kampanye akbar tersebut pada Sabtu, 6 April 2019. Saat itu juga SBY mengetahui set up dan run down acara kampanye akbar tersebut.

"Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandungi kebenaran," tulis SBY dalam penggalan surat itu.

Berikut empat polemik surat SBY kepada petinggi partainya terkait kampanye akbar Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


1. Disebut BPN SBY Belum Terima Laporan Lengkap

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Kampanye akbar Prabowo-Sandi diawali dengan salat tahajud dan salat subuh berjamaah. (merdeka.com/Arie Basuki)

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menilai kampanye akbar Prabowo-Sandiaga di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, tak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.

Menanggapi hal ini, jubir Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, menilai kemungkinan SBY belum mendapat laporan lengkap kampanye tersebut.

"Mungkin Pak SBY belum mendapat laporan lengkap setiap detail acara tadi di GBK," kata Dahnil kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu, 7 April 2019.

Dahnil mengatakan, kampanye Prabowo-Sandiaga hari ini sangat menjunjung tinggi kebhinekaan.

"Menggembirakan keberagaman yang hadir beragam dari banyak suku dan agama, serta latar belakang. Bahkan, ada sesi doa lintas agama sebagai simbol toleransi," ucap dia.

 


2. Surat SBY Hanya Sebagai Pengingat

Sekjen Partai Demokrat, Hinca IP Pandjaitan XIII (tengah) menunjukkan surat dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jakarta, Kamis, (28/2). SBY berpesan agar para kader dan caleg tetap solid dalam masa kampanye Pemilu 2019. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin menegaskan, surat dari sang ketua umum SBY hanya sebagai pengingat kepada koalisi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat menggelar kampanye akbar di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Amir mengatakan, surat dari SBY itu dikirim dari Singapura beberapa saat sebelum kampanye akbar digelar. Amir menjelaskan, SBY melihat nuansa keterbelahan bangsa Indonesia semakin tajam di Pilpres 2019.

"Nuansa keterbelahan publik sudah demikian tajam beberapa jam sebelum kampanye akbar. Oleh karena itu, beliau dengan pengalaman mengelola negara mengingatkan manakala ada indikasi potensi keterbelahan bangsa disebabkan oleh politik identitas dan eksklusif, itu wajib kita bersama memikirkan untuk mencegah hal itu terjadi," jelas Amir saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu, 7 April 2019.

Amir menjelaskan, Demokrat melalui wakil ketua umumnya, Syarief Hasan, kemudian menyampaikan pengingat SBY tersebut kepada Prabowo dan Sandiaga. Dia pun merasa, Prabowo-Sandiaga telah melaksanakan apa yang diinginkan oleh SBY dalam kampanye akbar pagi tadi.

"Kita sama-sama rasakan tadi pagi dalam orasi 02, kita merasakan bahwa nuansa keterbelahan itu dapat dinetralisisasi. Itu terlihat dengan hadirnya, terwakilinya masyarakat, saudara kita dari golongan minoritas," jelas Amir lagi.

Dia merasa, kampanye akbar sudah berjalan dengan baik. Dia mengakui kontestasi politik tahun ini sangat keras, tapi semangat persatuan dan kesatuan tetap terjaga. Ia mengatakan, keterbelahan bangsa semakin kita kecilkan.

"Tidak ada lagi alasan-alasan yang kemudian bisa mencirikan kampanye akbar itu sebagai kampanye yang ekslusif," ucap Amir.

Terkait dengan kampanye akbar yang diawali dengan Subuh untuk mengisi luasnya GBK.

"Karena untuk mengisi GBK memerlukan waktu, kampanye dengan banyak orang berada di lokasi saat kewajiban salat Subuh bukan bagian kampanye, tapi kewajiban umat Islam untuk melakukan. Jadi enggak usah dicampuradukkan keawajiban ibadah, dengan kampanye ya. Kampanye dimulai jam 7 sampai jam 9 bubar karena diberikan waktu sampai jam 10, masuk mulai sebelum Subuh, itu karena lokasi GBK besar tentu mengisi setiap kursi sudut terisi dengan baik tentu memerlukan waktu," kata Sekretaris Majelis Tinggi Demokrat tersebut.

Sekali lagi, Amir menegaskan, surat SBY tersebut hanya sebagai pengingat agar kampanye akbar Prabowo-Sandiaga tak meruncing terbelahnya rakyat Indonesia hanya karena Pilpres 2019. Sebab, nuansa itu sudah terasa beberapa hari sebelum Prabowo-Sandi menggelar kampanye akbar.

"Saya kira sangat baiklah dengan pengalaman seorang SBY melihat bahwa tidak ada keadaan potensi keterbelahan seperti yang kita rasakan saya ini dua kali Beliau jadi presiden semua berjalan baik-baik saja, potensi keterbelahan relatif tidak ada yang kita khawatirkan, keterbelahan muncul karena adanya ciri-ciri dari kampanye yang eksklusif dan membuka terbuka dan menganga keterbelahan itu," ucap Amir.

 


3. Kampanye Akbar Dibenarkan Tidak Lazim

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan politikus PAN Amien Rais terlihat di atas panggung kampanye akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (7/4). Sejumlah tokoh nasional pendukung Prabowo - Sandiaga pun turut hadir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga membenarkan kampanye akbar di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Minggu kemarin, di luar kewajaran atau tak lazim.

"Karena kampanye di GBK ini luar biasa, membangun tradisi politik arus baru, politik keikhlasan di mana massa yang datang ikhlas datang dari berbagai penjuru," kata Koordinator Jubir BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, dikutip dari Antara, Minggu malam 7 April 2019.

Dia menambahkan, bukti keikhlasan massa menginap di GBK dan seluruh hotel-hotel yang ada di sekitar GBK dengan biaya sendiri.

"Jadi, kampanye akbar di GBK adalah manifestasi keikhlasan rakyat untuk menjemput perubahan, bukan politik amplop dan sembako," jelas Dahnil.

Ia menilai kampanye Prabowo-Sandiaga sangat menjunjung tinggi kebinekaan, menggembirakan simpatisan yang hadir beragam dari banyak suku dan agama, serta latar belakang, bahkan ada sesi doa lintas agama sebagai simbol toleransi.

"Semuanya saling berbagi, menebar kegembiraan, Pak SBY benar bahwa kampanye di GBK di luar kelaziman," ujarnya.

 


4. Isi Surat Lengkap SBY

Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) salam komando dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto usai menggelar pertemuan di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (21/12). Pertemuan membahas Pemilu 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Surat SBY dibenarkan oleh sumber Liputan6.com di internal Partai Demokrat. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, Waketum Syarief Hasan dan Sekjen PD Hinca Panjaitan.

"Iya benar, Pak SBY mengirim surat itu ke tiga petinggi Demokrat," ucap sumber tersebut.

Berikut isi lengkap surat SBY.

Kepada yang terhormat

1. Ketua Wanhor PD Amir Syamsudin

2. Waketum PD Syarief Hassan

3. Sekjen PD Hinca Panjaitan

BismilahirrahmanirrahimAssalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhSalam Sejahtera

Salam Demokrat !

Sebenarnya saya tidak ingin menggangu konsentrasi perjuangan politik jajaran Partai Demokrat di tanah air, utamanya tugas kampanye pemilu yang tengah dilakukan saat ini, karena terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019 yang lalu saya sudah memandatkan dan menugaskan Kogasma dan para pimpinan partai untuk mengemban tugas penting tersebut. Sungguhpun demikian, saya tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agar kampanye yang dijalankan oleh Partai Demokrat tetap berada dalam arah dan jalur yang benar, serta berlandaskan jati diri, nilai dan prinsip yang dianut oleh Partai Demokrat. Juga tidak menabrak akal sehat dan rasionalitas yang menjadi kekuatan partai kita.

Sore hari ini, Sabtu, tanggal 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang "set up", "run down" dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres-cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto-Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandungi kebenaran.

Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, Capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:

Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian didalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan "inclusiveness", dengan sasanti "Indonesia Untuk Semua" Juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. "Unity in diversity". Cegah demonstrasi apalagi "show of force" identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.

Pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan ini adalah untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua. Karenanya, sejak awal "set up"nya harus benar. Mindset kita haruslah tetap "Semua Untuk Semua" , atau "All For All". Calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya adalah untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terplih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh dan insya Allah akan berhasil. Sebaliknya, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal "kawan dan lawan" untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa. Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi dan Pak Prabowo.

Saya pribadi, yang mantan Capres dan mantan Presiden, terus terang tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai "pro Pancasila" dan "pro Kilafah". Kalau dalam kampanye ini dibangun polarisasi seperti itu, saya justeru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya. Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation. Saya pikir masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik. Seperti yang kita lakukan dulu pada pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014. Bangsa kita sangat majemuk. Kemajemukan itu disatu sisi berkah, tetapi disisi lain musibah. Jangan bermain api, terbakar nanti.

Para kader pasti sangat ingat, Partai Demokrat adalah partai Nasionalis-Relijius. Bagi kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati. Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis. Indonesia adalah "Negara Pancasila" dan juga "Negara Berke-Tuhanan". Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya.

Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan kilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai kilafah ataupun radikal. Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah. Politik begini bisa menyesatkan. Sejak awal harusnya narasi seperti ini tidak dipilih. Tetapi sudah terlambat. Kalau mau, masih ada waktu untuk menghentikannya.

Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrim, lebih baik diberi tahu , apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang (2019-2024). Apa solusinya, apa kebijakannya? Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan indentitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan. Gantilah dengan platform, visi, misi dan solusi. Tentu dengan bahasa yang mudah dimegerti rakyat. Sepanjang masa kampanye, bukan hanya pada saat debat saja.

Demikian Pak Amir, Pak Syarief dan Pak Hinca pesan dan harapan saya. Ketika saya menulis pesan ini, saya tahu AHY berada dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta, setelah menjenguk Ibu Ani yang masih dirawat di NUH. Partai Demokrat harus tetap menjadi bagian dari solusi, dan bukan masalah. Selamat berjuang, Tuhan beserta kita.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Singapura, 6 April 2019

Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya