Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut memperjuangkan nasib kelapa sawit Indonesia di tengah ancaman penolakan oleh Uni Eropa. Ajakan tersebut juga dia sampaikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Saya harap LSM-LSM Indonesia merasa terpanggil. Ini kan menyangkut 20 juta petani. Jangan hanya soal masalah lingkungan," kata dia, dalam acara Coffee Morning, di Kantornya, Jakarta, Senin (8/4/2019).
"LSM-LSM kita nasionalismenya dibangkitkan. Kau lihat 20 juta rakyat Indonesia. Small holders yang terlibat," lanjut dia.
Baca Juga
Advertisement
Dia menegaskan bahwa upaya melawan diskriminasi terhadap kelapa sawit tidak berarti Pemerintah Indonesia mengabaikan isu lingkungan hidup.
"Masalah lingkungan saya sudah berkali-kali katakan kita tidak akan buat kebijakan yang akan rusak generasi kita yang akan datang," ungkapnya.
"Itu kenapa kita gencar sekali masalah Citarum. Coba kau pergi lihat sebelum dan sesudah. Luar biasa progresnya. Sekarang masyarakat sana sudah disiplin. Sadar tidak mau buang sampah sembarang. Semua kita kerjakan. Supaya kita tahu. Soybean itu butuh 10 hektare untuk menghasilkan 1 ton. Kelapa sawit cuma satu hektare," imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Moratorium dan Replanting
Indonesia juga sudah menjalankan moratorium lahan sawit. Kebijakan tersebut akan terus diperkuat pada aspek pengawasannya agar dapat berjalan dengan baik di lapangan.
"Kita 14 juta hektar sudah moratorium. Sepanjang Pak Jokowi ndak ada lagi. Pengawasan yang harus di perketat. Dengan adanya one map policy pengawasan kita akan lebih bagus," jelas Luhut.
Tak hanya itu. Program replanting yang sedang berjalan, kata Luhut bertujuan untuk mengganti sawit petani dengan bibit yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan produksi per hektar.
"Dengan suplay demand kita kendalikan, kita akan bisa pelihara USD 800-900 per ton harga kelapa sawit. Replanting program ini, 40 persen yang punya petani plasma ini, itu akan kita naikkan dengan penggantian bibit yang baik. Sekarang 1,9-2 ton per hektare, kita mau mereka bisa sampai dalam 5-10 tahun ke depan bisa 5, 7, 9 ton per hektare. Itu kan akan menambah kaya petani-petani kita," tegasnya.
Peningkatan produksi sawit pun akan berdampak pada perekonomian, terutama menekan defisit transaksi berjalan. "Kita juga tidak mau tergantung pada impor crued oil karena akan bisa 20 persen sampai 30 persen (crued palm oil) kita convert menjadi energi. Teknologi sudah ada," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
RI dan Malaysia Kompak Lawan Eropa
Luhut juga mengatakan, baru-baru ini Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah menandatangani surat bersama PM Malaysia, Mahathir Mohamad. Surat tersebut akan dilayangkan ke pihak Uni Eropa.
"Soal sawit kemarin presiden sudah tandatangani surat bersama antara presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Mahathir," kata dia.
Menurut mantan Menko Polhukam ini, surat yang ditandatangani Presiden Jokowi tersebut, berisikan poin-poin keberatan terhadap rencana Uni Eropa mem-band produk sawit.
"Tentang keberatan kita terhadap rencana Uni Eropa mem-band sawit Indonesia, atau sawit dunia lah," ujar dia.
Luhut pun menegaskan pemerintah memandang rencana Uni Eropa melarang produk sawit adalah persoalan serius. Sebab berkaitan dengan hajat hidup sekitar 20 juta petani sawit di Indonesia.
"Dari kaca mata kita itu menyangkut nasib 20 juta petani," kata dia.