PM Israel Sebut Palestina Tidak Akan Pernah Merdeka

Menjelang pemilihan umum, PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa negara Palestina tidak akan terbentuk.

oleh Siti Khotimah diperbarui 08 Apr 2019, 12:10 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu memberi sambutan saat peresmian Kedubes Guatemala di Yerusalem, Rabu (16/5). Netanyahu menyebut peresmian tersebut adalah tepat karena Guatemala menjadi negara kedua yang mengakui Israel pada 1948. (Ronen Zvulun/Pool via AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini memberikan pernyataan kontroversial. Ia mengumumkan akan memperluas kedaulatan Israel atas pemukiman di wilayah Tepi Barat (West Bank) jika kembali terpilih dalam pemilu.

Ia juga mengatakan negara Palestina tidak akan pernah terbentuk.

"Itu tidak akan pernah terjadi," kata Netanyahu dalam sebuah wawancara pra-pemilu dengan media lokal Israel berbahasa Ibrani, Arutz 7.

Netanyahu menegaskan bahwa ia juga akan "mempertahankan Yerusalem," sebagaimana dikutip dari Sputnik News pada Senin (8/4/2019). Mengingat Yerusalem dianggap oleh rakyat Palestina sebagai ibu kota masa depannya.

"Saya akan mempertahankan kendali Israel di seluruh wilayah barat Sungai Yordan," lanjutnya.

Pernyataan kontroversial tersebut muncul setelah sang PM Israel berencana akan menganeksasi sebagian wilayah pasca pemilihan umum 9 April 2019. Hal itu dikatakan Netanyahu dalam sebuah wawancara di TV Israel.

"Anda bertanya apakah kami pindah ke tahap berikutnya - jawabannya adalah ya, kami akan pindah ke tahap berikutnya," katanya, seperti dilansir BBC.

"Saya akan memperluas kedaulatan (Israel) dan saya tidak membedakan antara blok pemukiman dan pemukiman terisolasi."

Seorang juru bicara untuk pemimpin Palestina Mahmoud Abbas merespons: "Segala tindakan dan pengumuman tidak akan mengubah fakta. Pemukiman itu ilegal dan mereka akan dihapus."

Takut Kehilangan Suara

Langkah agresif Netanyahu tersebut diberikan menyusul pernyataan Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett beberapa waktu lalu.

Bennet sempat menuduh bahwa Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump berencana mendirikan negara Palestina di Tepi Barat dan membagi Yerusalem untuk dua negara dalam "satu atau dua hari setelah hari pemilihan."

Merasa tidak terima, Netanyahu menggambarkan tuduhan itu sebagi tidak berdasar. Hal itu mengingat, pernyataan Bennet dapat memperkecil dukungan sebagian rakyat Israel terhadapnya dalam pemilu mendatang.


Persaingan Ketat Pemilu

Donald Trump dan Benjamin Netanyahu di Oval Office, Gedung Putih, pada tanggal 5 Maret 2018 di Washington DC. (Mandel Ngan / AFP)

Dalam pemilihan esok hari, Partai Likud sayap kanan yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu bersaing ketat dengan aliansi partai berhaluan politik tengah-kanan yang baru.

Namun partai-partai lain, yang beberapa di antaranya mendukung pencaplokan Israel atas Tepi Barat, bisa berakhir menang ketika mereka mencoba membentuk koalisi untuk memerintah.

Dalam partai Likud Netanyahu sendiri, 28 dari 29 anggota parlemen yang mencalonkan diri kembali terpilih sebagai pendukung pendekatan ini. Sebelumnya, perdana menteri adalah satu-satunya pengecualian, hingga kemudian ia melontarkan komentar serupa akhir pekan ini, menjadikan semua politisi Likud yang mencalonkan diri kembali (29 orang) memiliki visi politik aneksasi Tepi Barat.


Konflik Israel - Palestina

Tentara Israel berjalan melewati tank di dekat perbatasan Gaza-Israel, Jumat (19/10). PM Benjamin Netanyahu berjanji bakal mengambil tindakan tegas apabila warga Palestina masih terus melancarkan serangan ke wilayah Israel. (AP Photo/Ariel Schalit)

Israel dan Palestina telah berada dalam keadaan konflik selama beberapa dekade karena pertikaian perbatasan dan kedaulatan.

Saat ini, Palestina sedang mencari kemerdekaan dan ingin mendirikan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

Palestina hanya sebagian yang diakui sebagai negara dan mengklaim wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Pada 1947, PBB menyusun rencana untuk mengakhiri konflik, memberikan sebagian Tepi Barat dan Gaza ke Palestina.

Israel menduduki wilayah itu 20 tahun kemudian, tetapi mengklaim telah menarik semua pasukannya dari Gaza pada tahun 2005. PBB mendukung pengakuan Palestina di dalam perbatasan pra-1967.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya