Liputan6.com, Jakarta Diperkirakan lebih dari 3.500 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terdaftar dalam daftar pemilih Pemilu tahun 2019 ini. Terkait hal ini, ada sebagian orang yang khawatir orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) membahayakan pemilih lain di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Misalnya bersikap agresif dan mengganggu kenyamanan pemilih lain.
Terkait hal itu, para calon pemilih tidak perlu resah karena kehadiran ODGJ tidak menganggu jalannya Pemilu 2019 di TPS seperti disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Eka Viora.
"Saya pikir, (kekhawatiran) itu tidak tepat. Dan, sangat tidak beralasan terkait mengingat tingkat keberbahayaan ODGJ dengan masyarakat lain pada umumnya. Nah, justru saat ini lebih banyak orang dengan gangguan jiwa yang menjadi korban kekerasan," ungkap Eka kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (8/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Ada juga kekhawatiran ODGJ untuk mudah diarahkan memilih calon pasangan tertentu. Kekhawatiran tersebut juga tidak beralasan.
"Hak pilih kan bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER), jujur, dan adil (JURDIL). Untuk ODGJ yang mampu ikut nyoblos itu artinya dia sudah tahu dan paham, bagaimana dan apa alasannya nyoblos. Bukan berarti pilihan suara ODGJ bisa diarahkan," ujar Eka.
Kini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sedang gencar mensosialisasikan soal hak pilih Pemilu 2019 ini ke rumah sakit. Di rumah sakit, petugas akan mendatangi langsung ODGJ.
"ODGJ-nya ditanya tentang Pemilu 2019. Dari situ kelihatan, apakah dia bisa paham dan bersedia memberikan hak suara. Kan ada juga yang bilang, 'Ngapain sih ikut begitu-begituan (nyoblos)'. Jadi, memang tergantung ODGJ yang bersangkutan," tambahnya.
Jika ada ODGJ yang mau ikut nyoblos Pemilu 2019 nanti, maka akan difasilitasi. Pihak rumah sakit atau panti akan menyediakan kotak suara di tempat perawatan sehingga ODGJ tidak perlu jauh-jauh menyoblos di lokasi asal tempat tinggalnya.
"Kalau ODGJ yang ada di masyarakat (bukan dari rumah sakit, panti) tetap dibantu juga buat didampingi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) setempat," Eka melanjutkan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Dampingi ODGJ
Dalam keterangan rilis, Eka juga menyampaikan, memberikan hak pilih pada orang dengan gangguan jiwa termasuk upaya mengurangi stigma dan mendorong rehabilitasi.
Selain itu, integrasi orang dengan gangguan jiwa agar dapat diterima serta aktif kembali dalam kehidupan bermasyarakat bisa kembali tercapai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan, diperkirakan 3.500 orang dengan gangguan jiwa sudah terdaftar dalam daftar Pemilu 2019.
Angka tersebut bisa berubah. Tergantung kondisi ODGJ yang bersangkutan.
"Jumlah 3.500 ODGJ bisa berubah saat hari H pencoblosan. Bisa saja sikap agresifnya kambuh sehingga dia tidak bisa berpikir dan memutuskan sesuatu dengan baik. Kondisi seperti itu membuat ODGJ batal buat menyoblos," lanjut Eka.
Fasilitas berupa pendampingan terhadap ODGJ dapat diterapkan. Bagi ODGJ yang berada di tempat perawatan, baik rumah sakit dan panti, fasilitas TPS bisa disediakan. ODGJ yang tinggal di lingkungan rumah bisa didampingi anggota keluarganya menuju TPS terdekat.
"ODGJ yang bersedia ikut menyuarakan hak pilihnya harus difasilitasi dengan baik," tutup Eka.
Advertisement