Liputan6.com, Jakarta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sepanjang Januari-Maret 2019, ada 154 pengaduan yang diterima dengan kontribusi terbanyak berasal dari konsumen perumahan, baik rumah tapak maupun vertikal.
"Pengaduan yang masuk ke BPKN mencapai 154 pengaduan, ini cukup banyak kalau kita tarik rata-rata 50 pengaduan per bulan, berarti bisa mencapai 600 pengaduan setahun," kata Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E Halim seperti mengutip Antara di Jakarta, Senin (8/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Rizal menyebutkan bahwa pengaduan tahun ini kemungkinan lebih banyak dari tahun lalu berjumlah 402 pengaduan.
Dari total 154 pengaduan, 129 di antaranya berasal dari pengaduan konsumen perumahan, dan 6 pengaduan pembiayaan konsumen termasuk pinjaman online.
Selanjutnya, 4 pengaduan dari tata niaga elektronik (e-commerce), 2 pengaduan jasa travel, 2 pengaduan finansial teknologi (fintech), 3 pengaduan perbankan, 2 telekomunikasi dan sisanya pengaduan soal otomotif.
Pengaduan konsumen perumahan terbanyak berasal dari rumah tapak sebanyak 70 kasus, apartemen di kawasan Lenteng Agung sebanyak 30 kasus dan apartemen di daerah Cikarang lebih dari 50 kasus.
Keluhan konsumen perumahan tersebut bermacam-macam, mulai dari ketidakpastian hukum terkait hak atas sertifikat hak milik unit rumah atau satuan rumah susun bagi konsumen, belum terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) hingga permintaan refund uang muka konsumen karena pihak pengembang tidak merealisasikan pembangunan.
"Kalau rumah tapak biasanya yang dihadapi persoalan sertifikat, gagal serah terima properti dan tidak mendapatkan akta jual beli, padahal pembayaran rumah sudah lunas," kata Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari.
Menurut Ketua BPKN Ardiansyah, masih tingginya pengaduan soal perumahan salah satunya disebabkan pemahaman konsumen atas perjanjian yang tidak memadai serta cara pembayaran dengan kredit kepemilikan rumah (KPR) konsumen yang kurang.
Pemerintah pun saat ini terus melakukan penyempuraan pengaturan di sektor transaksi perumahan, baik perumahan vertikal maupun tapak.
"BPKN mendorong Kementerian PUPR, gubernur, pemerintah daerah tetap mengedepankan perlindungan konsumen dengan menjalankan peraturan sesuai Permen 23 Tahun 2018 tentang P3SRS," kata Ardiansyah.
Aduan Belanja Online Capai 19 Ribu Kasus, Terbanyak Barang Tak Dikirim
Otoritas Jasa Keuagan (OJK) mencatat jumlah aduan masyarakat terkait layanan belanja online atau online shop mencapai belasan ribu. Aduan yang masuk sebagian besar mengenai barang belanja tidak dikirim setelah pembayaran dilakukan.
"Sampai saat ini ada 19.000 aduan. Terbanyak udah bayar, barangnya enggak ada. Setelah nunggu konfirmasi, enggak ada," kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing, dalam acara sosialisasi satuan tugas waspada investasi ilegal di, Balaikota DKI Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Sebagai tindak lanjut atas kasus ini, Tongam meminta agar masyarakat yang merasa dirugikan dapat melapor ke Satgas Waspada Investasi beserta memberikan bukti rekening pelaku dalam transaksi jual beli online tersebut.
Baca Juga
"Kami imbau juga bank untuk blokir rekening pelaku. Yang kita push melalui konsumen, bank juga kenali nasabah Anda. Yang pasti kalau dilaporkan banknya diminta blokir rekening," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Direktorat Pelayanan Konsumen OJK, Indra Bayu mengungkapkan, pihaknya sudah mendata seluruh laporan terkait aduan. Kemudian data rekening pelaku sudah diserahkan kepada bank terkait untuk dilakukan pemblokiran.
"Kami surati bank, kami olah data setiap bank. Bank yang paling banyak paling sedikit kami rekap datanya semua. Kami surati untuk dilakukan pemblokiran rekening pelakunya," imbuhnya.
Kendati demikian, OJK tidak bisa menjamin soal pengembalian dana. Sebab, hal ini harus terlebih dulu dikonfirmasi oleh pihak bank soal keberadaan saldo di rekening pelaku. Jika tidak terbukti ada dana, maka tidak bisa dilakukan pengembalian kecuali melalui laporan kepolisian.
"Pengembalian dana tidak menjamin tergantung di rekening masih ada tau tidak. Kalau tidak ada, sangat sulit. Makanya (untuk lanjutan) laporkan cyber crime Polri," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Upaya Pemerintah Dorong Konsumen Indonesia Jadi Lebih Cerdas
Pemerintah melakukan berbagai langkah untuk mendorong peningkatan kecerdasan konsumen. Diakui bila konsumen Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara tetangga yang telah lebih kritis dan berdaya.
"Kita terus mensosialisasikan UU Perlindungan Konsumen. Kita juga mendorong agar konsumen lebih cerdas melihat ketentuan, seperti produk apakah sesuai dengan SNI, kewajiban melengkapi buku manual dan garansi," kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, Selasa (19/3/2019).
Langkah lainnya adalah penyediaan timbangan di pasar-pasar. Dengan demikian, saat konsumen berbelanja dan merasa timbangan tak sesuai, konsumen dapat mengecek langsung.
"Kalau tidak sesuai, dengan posisi konsumen yang sudah mampu, maka dia bisa menuntut kepada pelaku usaha terkait berat yang kurang," katanya.
Terkait pengaduan, Veri menyebutkan pihaknya telah membuka saluran pengaduan seluas-luasnya. Yakni mulai dari dinas perdagangan di berbagai wilayah. Juga, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang telah ada di hampir semua Kabupaten/ Kota.
"Kita juga punya hotline. Tetapi ini semua harus kita sosialisasikan sehingga konsumen tahu ke mana akan mengadu. Kemudian, tempat-tempat ritel, di supermarket-supermarket, kita juga tempatkan lokasi pengaduan," jelas Veri.
Di tingkat nasional pun, terdapat Badan Perlindungan Konsumen yang menerima pengaduan dari masyarakat.
Terhadap pelanggaran yang ditemukan dari hasil pengawasan, Kemendag secara tegas melakukan penegakan hukum. Pada tahun 2018 terdapat 459 penindakan yang meningkat sebesar 33,4 persen dari tahun 2017.
Jenis penindakan yang diberikan berupa sanksi administratif (pemberian teguran, rekomendasi pencabutan PI/API, rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan, rekomendasi pencabutan izin usaha), penarikan dari peredaran, pengamanan dan pemusnahan barang, serta proses sanksi pidana.
Indeks keberdayaan konsumen (IKK) Indonesia yang meningkat dari paham menjadi mampu berdampak positif bukan hanya kapada konsumen. Membaiknya tingkat pemahaman konsumen akan hak-haknya akan berujung pada peningkatan kualitas dan daya saing produk. Pasalnya, konsumen yang semakin cerdas akan hak-haknya tidak akan menerima produk maupun jasa secara sembarangan.
Berbagai mengapresiasi peningkatan IKK yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Di sisi lain, naiknya IKK juga menunjukkan kemampuan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat.
"IKK itu kan secara nggak langsung membuat daya beli masyarakat juga meningkat. Itu bagus kalau meningkat," ujar ekonom dari Universitas Sam Ratulangi Agus Toni Poputra.
Dia mengapresiasi kinerja pemerintah yang menyediakan berbagai regulasi untuk bisa meningkatkan IKK tersebut. Sebab, naiknya IKK menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia semakin mengerti hak mereka dalam membeli barang.
Beberapa hal yang dipandangnya membuat IKK mampu meningkat adalah adanya tertib ukur untuk timbangan-timbangan di pasar yang memang tengah digencarkan Kementerian Perdagangan.
Di samping itu, ada juga Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang bisa menjadi wadah untuk konsumen melaporkan penyimpangan transaksi yang ada dalam perdagangan.
"Sudah bagus. Cuma ke depan memang harus diperluas karena kayak tertib ukur kalau tidak salah baru satu provinsi satu kota besar. Ke depan Kemendag mungkin bisa melatih SDM-SDM di daerah supaya bisa lebih paham aturan," tuturnya lagi.
Aturan yang ada saat ini pun dinilai Agus sudah cukup baik untuk bisa mengejar target IKK menjadi ke angka 45 pada 2019, dari sebelumnya 40,41 pada 2018. Hanya saja perlu implementasi aturan yang lebih tegas agar tiap pihak memenuhi aturan tersebut, mulai dari aturan tertib ukur sampai perdagangan saham. "Aturan sudah cukup, tinggal law enforcement-nya saja," ucapnya.