Liputan6.com, Bogor - Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menggugat Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut ditanggapi santai Wali Kota Bogor Bima Arya.
Ia menyatakan, tidak akan takut menghadapi gugatan yang dilakukan para pengusaha industri daur ulang dan pengusaha kantong plastik. "Kita akan hadapi. Saya sudah dengar itu," ujar Bima di Balai Kota Bogor, ditulis Senin (8/4/2019).
Advertisement
Bima membantah, dalam peraturan Wali Kota Bogor itu disebutkan berupa larangan penggunaan kantong plastik melainkan pengurangan bagi setiap ritel modern. "Itu bukan melarang. Pasar tradisional kan masih ada. Makanya sekarang terbatas di minimarket," ujar dia.
Para pengusaha kantong plastik, menurutnya, tidak paham tentang Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik maupun Undang-Undang Pengelolaan Sampah.
"Jangan bersilat lidah lah. Yang merusak lingkungan jangan merusak lidah. Kita akan hadapi," tegasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gugatan Inaplas
Sebelumnya, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menggugat Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
Wakil Ketua Inaplas Suhat Miyarso mengatakan, Inaplas sudah mendaftar ke Mahkamah Agung untuk peninjauan kembali (judicial review) terkait peraturan Wali Kota Bogor yang bertentangan dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008.
"Judul dari peraturan Wali Kota Bogor yaitu pengurangan penggunaan kantong plastik, tapi isinya terdapat pelarangan plastik. Sehingga kami, ajukan judicial review ke MA pada Kamis kemarin," ujar dia di Jakarta, Sabtu 6 April.
Menurut dia, pelarangan penggunaan kantong plastik oleh pemerintah daerah Kota Bogor jelas tidak ada di dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah.
"Jadi peraturan Wali Kota Bogor menyimpang dari undang-undang yang lebih tinggi itu. Kami minta kepada pemerintah daerah untuk tidak membuat peraturan melarang penggunaan plastik, karena ini tidak efektif mengurangi sampah plastik," ungkap dia.
Suhat menjelaskan, Inaplas bersedia bekerjasama kepada pemerintah daerah yang kesulitan dalam menangani sampah plastik dengan memberikan bimbingan mengatasi sampah.
"Tangani sampah itu bukan dengan peraturan pelarangan, tapi harusnya menerapkan manajemen pengelolaan sampah. Sampah itu diolah, kalau yang membusuk bisa dijadikan pupuk, kalau bisa dibakar, kita bakar," lanjut dia.
Advertisement
Penggugat Lainnya
Sementara itu, salah satu penggugat lainnya yakni Asosiasi Industri Daur Ulang Indonesia (Indonesian Plastics Recyclers/IPR) melalui Sekretaris Jenderal IPR Wilson Pandhika mengatakan, langkah penanganan sampah plastik dengan menerbitkan aturan pelarangan penggunaan kantong plastik adalah tindakan yang tidak tepat.
Menurut dia, sampah kantong plastik hanya sebagian kecil daripada sampah plastik secara umum dan produk tersebut pun dapat didaur ulang. Yang disayangkan adalah sampah plastik tersebut tidak masuk dalam siklus daur ulang yang dimaksudkan oleh pemerintah.
"Kantong plastik sebenarnya merupakan salah satu jenis plastik yang relatif mudah untuk didaur ulang dan dari sampah kantong plastik juga sudah dapat diproduksi kembali menjadi kantong plastik yang 100 persen berbahan daur ulang," kata dia.
Dia mengungkapkan, sampah kantong plastik di Indonesia pada umumnya di daur ulang untuk menjadi kantong plastik dan kantong sampah, dan ada juga yang dibuat menjadi ember untuk keperluan konstruksi (ember cor).
"Hal tersebut dapat dibuktikan dari stok bahan baku para industri daur ulang plastik yang masih bisa digunakan sampai masa produksi dua bulan ke depan," tandas Wilson.