Rahasia Ikan Tuna Asal Indonesia Sukses Merajai Dunia

Ikan tuna dari Indonesia mampu merajai dunia dan menjadi komoditas ekspor unggulan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 09 Apr 2019, 15:00 WIB
Ikan tuna Indonesia sukses merajai dunia.

Liputan6.com, Jakarta Kabar menggembirakan datang dari PT Citraraja Ampat Canning (CRAC), perusahaan perikanan tuna sirip kuning berbasis kapal perikanan gandar (pole and line). Pada 22 November 2018 silam, perusahaan tersebut berhasil mengantongi sertifikasi standar emas oleh Marine Stewardship Council (MSC), lembaga swadaya internasional yang menetapkan standar untuk perikanan berkelanjutan di seluruh dunia.

Adanya sertifikat MSC semakin menguatkan produksi ikan tuna dari Indonesia di pasaran dunia. Kualitas ekspor ikan tuna makin meningkat dan mampu menjadi terbaik.

Peluang untuk dilirik di pasar ekspor kian terbuka. Sebut saja pengecer terbesar Sainsbury dan Swiss di Inggris, Migros termasuk perusahaan-perusahaan yang telah berkomitmen pada sumber produk-produk perikanan bersertifikat.

MSC sebagai melindungi mata pencaharian, pasokan pangan laut, dan menjaga kelestarian lautan yang sehat untuk generasi mendatang. PT Citraraja Ampat Canning yang berbasis di Sorong, Papua Barat merupakan perusahaan perikanan tuna pertama yang mendapat sertifikasi untuk praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia juga di Asia Tenggara.

“Kita bersyukur bahwa satu perusahaan kita di Sorong, yaitu PT Citra Raja Ampat telah mendapatkan Sertifkat MSC-Eco Label. Diharapkan sertifikat ini dapat membuka akses jalan bagi perusahaan perikanan tuna lainnya untuk memeroleh sertifikat yang sama. Sertifikat juga tidak hanya menjadi pengakuan internasional, tetapi di beberapa negara lain dapat meningkatkan keuntungan pasar sebesar 16 persen,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, M Zulficar Mochtar dalam sambutan Workshop Jurnalistik Kelautan dan Perikanan di Hotel Akmani, Jakarta beberapa hari lalu.

Sertifikat MSC Eco-Label termasuk bagian dari peluang pemanfaatan pasar internasional melalui pelaksanaan Fisheries Improvement Program (FIP). Program ini bertujuan mempercepat tercapainya pengelolaan stok sumber daya tuna yang berkelanjutan.

Dari jurnal berjudul Ecolabelling Perikanan: Sertifikasi Marine Stewardship Council (Msc) Untuk Produk Tuna (Studi Kasus: Bali), Fisheries Ecolabelling: Marine Stewardship Council (MSC), Certification for Tuna Product (Case Study: Bali) memaparkan, prinsip MSC harus patuh menekan tindakan yang bisa menyebabkan penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing) atau penurunan populasi.

Prinsip MSC juga berkaitan dengan aktivitas menjaga struktur produktivitas, keberagaman, serta fungsi ekosistem, termasuk habitat maupun spesies. Jurnal yang ditulis Radityo Pramoda dan Hertria Maharani Putri dari Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan juga menekankan, standar MSC dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan nelayan, perusahaan seafood, peneliti, kelompok konservasi, pembuat kebijakan, serta masyarakat umum. Hal ini untuk mempromosikan praktik tangkapan ikan laut terbaik melalui program sertifikasi dan pengemasan makanan laut.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:


Jerih Payah Nelayan Kecil

Komoditas ikan tuna lebih banyak dari lingkup nelayan kecil. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kesuksesan ikan tuna dari Indonesia yang menembus pasaran dunia juga hasil jerih payah nelayan kecil. Hasil analisa data tangkapan tuna yang dihasilkan oleh nelayan Indonesia menyimpulkan, 60 persen lebih hasil tangkapan ikan tuna, cakalang, dan tongkol ternyata berasal dari tangkapan nelayan skala kecil, yang menggunakan kapal kurang dari 30 GT.  

“Artinya, perikanan tuna skala kecil mampu menyumbang. Bahkan jadi andalan kedaulatan pangan nasional. Seiring itu nelayan sektor skala kecil ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak kepada masyarakat Indonesia,” kata Mochtar.

Cara penangkapan ikan tuna secara berkelanjutan dengan kualitas baik terus disosialisasikan kepada nelayan. Alat tangkap yang digunakan dengan kategori ramah lingkungan. Tidak merusak lingkungan dan ikan-ikan kecil tetap hidup dan berkembang biak. Alat tangkap kail pancing (pancing ulur) menjadi salah satu yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan tuna.

Pancing ulur dapat mengontrol produksi ikan. Ikan tuna yang ditangkap nelayan tidak berlebihan. Meski begitu, nelayan memang membutuhkan waktu seharian untuk bekerja menangkap ikan tuna. Gambaran tersebut diperlihatkan dalam video penangkapan ikan tuna di Laut Banda milik Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI).

Seorang nelayan sedang memasang umpan di kail pancing. Umpan berupa ikan kecil dan cumi-cumi. Di tengah laut yang terik, nelayan--yang tak disebut namanya--melemparkan pancing ke tengah laut. Tayangan video berlanjut dengan kail nelayan yang dimakan ikan tuna. Tuna pun bergerak ke sana kemari. Selepas ditangkap, ikan tuna dimasukkan ke dalam kotak yang ada es batunya.

Dari informasi MDPI, dalam sehari nelayan kecil bisa menangkap tujuh ikan tuna. Bobot satu ekor ikan tuna sirip kuning berkisar 65-75 kg. 

Wilayah tangkap ikan tuna mayoritas berada di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Data KKP mencatat, wilayah tangkap ikan tuna di Indonesia meliputi Perairan Kabupaten Wakatobi, yaitu daerah Laut Banda, Sulawesi Tenggara, dan sekitarnya. Perairan Wakatobi merupakan habitat khususnya jenis tuna sirip kuning (yellowfin-Thunnus albacares).


Standar Aturan dan Penandaan

Pegawai Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Unit Natuna, Kepulauan Riau, tengah mengolah ikan hasil tangkapan nelayan lokal.

Terkait dengan produk perikanan tuna, pemasaran produk di dunia internasional wajib mengikuti standard pengaturan internasional yang telah disepakati oleh organisasi regional Tuna Regional Fisheries Management Organization. Kesepakatan itu juga diterapkan di Indonesia. Isi kesepakatan yakni dipastikan bahwa kapal-kapal ikan Indonesia yang menangkap tuna adalah terdaftar atau memiliki izin yang sah.

“Jika menangkap di wilayah RFMOs (sebuah organisasi pengelolaan perikanan regional), maka kapal-kapal tersebut harus didaftarkan di RFMOs.  Selanjutnya, hasil tangkapan tuna tersebut dan hasil tangkapan lainnya yang merupakan non target species atau by-catch yang tertangkap bersama tuna harus dilaporkan setiap tahunnya kepada RFMO,” jelas Mochtar.

Ada juga aturan lainnya yang harus dipatuhi, antara lain pemasangan rumpon--satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam--di wilayah RFMOs. Aturan dan standar internasional tersebut ditetapkan oleh FAO ataupun RFMOs untuk melindungi keberlanjutan stok sumber daya ikan di dunia.  

Pemanfaatan ikan tuna dengan baik juga melalui program tagging atau penandaaan ikan terhadap jalur ruaya (migrasi) ikan tersebut. Upaya ini membuktikan, jalur migrasi dan pola ruaya ikan ini tidak mengenal batas administrasi negara.


Komoditas Primadona

Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor perikanan naik 7,21 persen dibanding periode yang sama tahun 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepatuhan terhadap standar aturan internasional ikan tuna dan alat tangkap nelayan yang ramah lingkungan berujung pada ikan tuna menjadi primadona. Berdasarkan data FAO tahun 2018, yang dirilis melalui The State of World Fisheries and Aquaculture 2018, total produksi hasil tangkapan perikanan laut dunia pada tahun 2016 berkisar 79,3 juta ton.  

“Dari data FAO, sebanyak 6,1 juta ton (ikan tuna) diproduksi oleh Indonesia sebagai negara produsen terbesar ke-2 di dunia setelah Tiongkok.  Dengan kata lain, sekitar 8 persen produksi perikanan laut dunia dihasilkan dari perairan Indonesia,” Mochtar menjelaskan.

Untuk ikan tuna sendiri, sekitar 16 persen produksi perikanan tuna dunia merupakan komoditas primadona ekspor. Tidak hanya tuna, ada juga hasil tangkapan lain, seperti udang, lobster, dan kepiting. Seluruh komoditas Indonesia pun melimpah dan dikenal dengan kualitas ekspor yang baik.  

Pada tahun 2018, angka sementara produksi perikanan tangkap mencapai  6,72 juta ton. Untuk menangkap ikan tuna, ada waktu-waktu khusus tertentu saat ikan tuna melintasi perairan Samudera Pasifik dan Hindia. Di daerah kawasan timur Indonesia termasuk habitat ikan tuna cakalang. Puncak musim penangkapan ikan cakalang berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan Juni) hingga awal musim timur.

Di Maumere, Nusa Tenggara Timur, puncak musim antara Februari dan November, yaitu akhir musim barat dan akhir musim peralihan II, yang berselang selama empat bulan. Kisaran bulan-bulan musim penangkapan ikan tuna dan cakalang, menurut KKP, sebagai berikut:

  • Perairan Selat Makassar bagian selatan: Maret-Juli
  • Laut Flores: September-Maret
  • Laut Banda: September-Maret
  • Perairan Aru: September-Maret
  • Laut Arafura: Agustus-Mei
  • Laut Seram: Agustus-Maret
  • Laut Maluku: Agustus-Maret

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya