Liputan6.com, Tripoli - Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam serangan udara terhadap satu-satunya bandara yang berfungsi di ibu kota Libya, Tripoli, pada Senin 8 April.
Penerbangan di Bandara Internasional Mitiga ditangguhkan dan ribuan penumpang dievakuasi. Tidak ada korban dalam kejadian ini, demikian mengutip BBC pada Selasa (9/4/2019).
PBB menuding serangan udara itu dilakukan oleh pasukan yang setia kepada Jenderal Khalifa Haftar, seorang komandan dari timur yang berusaha merebut ibu kota Libya.
Baca Juga
Advertisement
Seorang juru bicara pasukan Jenderal Haftar mengatakan pesawat sipil belum menjadi sasaran, lapor kantor berita Reuters.
Jenderal Haftar, yang memimpin Tentara Nasional Libya (LNA), menyatakan perlawanan untuk mengambil alih Tripoli dari pemerintah Libya yang didukung PBB pekan lalu.
Oleh pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Serraj, Jenderal Haftar dituduh berusaha melakukan kudeta.
Setidaknya 2.800 orang sejauh ini melarikan diri dari pertempuran di Tripoli, kata PBB.
Selain itu, PBB juga memperingatkan bahwa masih banyak orang yang berisiko terputus dari layanan vital, misalnya listrik dan air, karena bentrokan yang kian meluas.
Utusan pemerintah Libya untuk PBB, Ghassan Salame, mengatakan serangan udara pada Senin melanggar hukum humaniter yang melarang serangan terhadap infrastruktur sipil.
Salame mengatakan, pemboman itu menandai "meningkatnya kekerasan di darat".
Sementara itu, berbagai negara telah mulai mengevakuasi personelnya keluar dari Libya dalam beberapa hari terakhir, karena situasinya kian memburuk.
Simak video pilihan berikut:
Konflik Kian Sulit Dikendalikan
Kementerian kesehatan Libya mengatakan sedikitnya 25 orang telah tewas dan 80 lainnya cedera sejauh ini, termasuk warga sipil dan tentara pemerintah.
Di lain pihak, pasukan pendukung Jenderal Haftar mengatakan mereka telah kehilangan setidaknya 19 personel dalam bentrokan yang sama.
Sebelumnya, PBB sempat menyerukan gencatan senjata selama dua jam pada Minggu untuk memungkinkan evakuasi korban dan warga sipil, namun pertempuran terus berlanjut.
Libya telah dihancurkan oleh kekerasan, ketidakstabilan politik dan perebutan kekuasaan sejak penguasa lama Moamar Khadafi digulingkan dan dibunuh pada 2011.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) telah dibentuk sejak perundingan damai pada 2015, dan mendapat dukungan luas dari PBB. Meski begitu, mereka kerap mengalami kesulitan dalam mengendalikan kekuasaan nasional.
Advertisement
Kawan Menjadi Lawan
Jenderal Haftar yang bersekutu dengan pemerintah saingan, terus berupaya merebut kendali atas Tripoli dari basis mereka di Kota Tobruk, di Libya timur.
Jauh sebelum konflik memanas, Jenderal Haftar adalah sosok yang membantu mendiang Khadafi merebut kekuasaan pada 1969. Namun, pengaruh fenomena Arab Spring membuat keduanya jatuh, dan ia pergi ke pengasingan di Amerika Serikat.
Jenderal Haftar kembali ke Libya ketika pemberontakan melawan Khadafi dimulai pada hampir satu dekade lalu, dan ia beralih menjadi komandan pemberontak.
Sejak itu, dia dan pasukan LNA-nya terus meraih dukungan luas, hingga pada awal tahun ini, berhasil merebut wilayah selatan Libya yang kaya akan ladang minyak.