Abaikan Sanksi, Korea Utara dan China Buka Jalur Perbatasan Baru

Korea Utara dan China resmi membuka jembatan perbatasan baru meski tengah dibayangi oleh ancaman sanksi internasional.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 09 Apr 2019, 06:02 WIB
Turis mengambil foto Turis mengambil foto di Jembatan Perbatasan Sungai Yalu, yang memisahkan China dan Korut (AFP/Greg Baker)

Liputan6.com, Beijing - China dan Korea Utara membuka perbatasan baru yang melintasi Sungai Yalu, menandakan aspirasi untuk hubungan ekonomi lebih erat antara dua negara bertetangga.

Peresmian jembatan perbatasan baru itu dilakukan di tengah kian melambatnya pertumbuhan ekonomi Korea Utara akibat sanksi internasional, demikian sebagaimana dikutip dari Bloomberg.com pada Selasa (9/4/2019).

Pos pemeriksaan perbatasan di kaki jembatan baru dibuka pada hari Senin, yang menghubungkan kota Jian di China timur laut dengan Manpo Korea Utara.

Jembatan itu merupakan bagian dari proyek Jian-Manpo yang bertujuan untuk memperlancar transportasi penumpang dan kargo antar kedua negara.

Sementara itu di sisi China, kawasan perbatasan itu turut menyertakan fasilitas pabean yang canggih untuk mendukung peningkatan kualitas kerja sama ekonomi kedua negara.

Pembukaan tersebut ditandai oleh beberapa bus wisata yang menyeberang dari sisi China dan kemudian kembali dari Korea Utara, lapor kantor berita Yonhap.

Muncul pula dugaan dari beberapa pihak, bahwa upacara peresmian tersebut menandakan pejabat China siap untuk mendukung rencana peningkatan ekonomi Korea Utara.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Korea Utara Cukup Lama Bergantung pada China

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden China Xi Jinping berbincang sambil berjalan di sela pertemuan di Dalian, Selasa (8/5). Ini adalah kunjungan kedua Kim ke China dalam dua bulan terakhir. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Pemerintahan Kim Jong-un di Korea Utara telah cukup lama bergantung pada bantuan China untuk menjaga ketahanan ekonominya yang terbatas.

Gagal meraih kesepakatan dalam KTT Hanoi bersama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, membuat Korea Utara kian terputus jauh dari perdagangan global.

Sementara itu, tidak jelas bagaimana pos perbatasan keempat antara kedua negara itu akan beroperasi di bawah sanksi internasional.

Sebagaimana diketahui, Korea Utara kembali mendapat sanksi internasional berupa larangan atau pembatasan atas barang bergerak yang keluar masuk negara itu.

Di lain pihak, belum ada penjelasan resmi dari Kementerian Unifikasi Korea Selatan terkait isu ini.

Pada saat bersamaan, isu sanksi ekonomi terhadap Korea Utara diperkirakan akan menjadi salah satu topik utama dalam kunjungan Presiden Korsel Moon Jae-in ke Gedung pada Kamis esok.

Moon, penganjur lama rekonsiliasi dengan Korea Utara, telah berulang kali memainkan peran mediator sejak ia menjabat pada Mei 2017, di tengah meningkatnya ancaman perang antara Trump dan Kim.

 


Wilayah Berarti bagi Pendiri Korut

Orang-orang membungkuk ketika mereka memberi penghormatan kepada patung-patung pemimpin Korea Utara Kim Il Sung dan Kim Jong Il di Pyongyang (15/4). Mereka melakukan penghormatan untuk memperingati ulang tahun Kim Il Sung. (AFP Photo/Ed Jones)

Wilayah perbatasan Manpo telah menarik perhatian Korea Utara selama bertahun-tahun, di mana pemimpin sebelumnya, Kim Jong-il, pergi menyeberangi pada 2010 lalu dalam sebuah perjalanan luar negeri yang jarang terjadi.

Dalam perjalanan tersebut, Kim Jong-il pergi mengunjungi sekolah yang pernah menjadi tempat belajar pendiri Korut, Kim Il-sung.

Sementara itu, China dan Korea Utara sepakat memulai proyek jembatan perbatasan pada 2012, dan menyelesaikan pembangunannya pada 2016.

Pembukaan resmi jembatan itu sempat tertunda lama akibat sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara.

Pada 2017, keseluruhan perdagangan China dengan Korea Utara turun lebih dari 10 persen menjadi sekitar US$ 5 miliar, akibat ancaman sanksi AS terhada[ program nuklir Pyongyang.

Namun, di sisi lain, Korea Utara beralih ke metode lain untuk menghindari sanksi, dengan sumber kegiatan utama adalah pengiriman barang ilegal di laut lepas dengan kapal-kapal Korea Utara, lapor DK PBB.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya