Pemilu Israel, Pertarungan Sengit Petahana demi Jabatan Kelima

Pemilu Israel berlangsung hari ini, Selasa 9 April 2019. Siapa kandidat terkuat yang akan menjadi perdana menteri?

oleh Siti Khotimah diperbarui 09 Apr 2019, 12:56 WIB
Bendera Israel berkibar di dekat Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem (20/3). Gerbang Jaffa adalah sebuah portal yang dibuat dari batu yang berada dalam deret tembok bersejarah Kota Lama Yerusalem. (AFP Photo/Thomas Coex)

Liputan6.com, Tel Aviv - Rakyat Israel mulai memberikan suara dalam pemilihan umum pada hari ini, Selasa 9 April 2019. Sebanyak 10.720 tempat pemungutan suara didirikan, termasuk 190 di rumah sakit dan 58 di penjara.

Dalam pemilu kali ini, sebanyak 6.339.279 warga Israel akan memberikan suaranya, dalam kontestasi politik yang berlangsung sangat ketat.

Seorang petahana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tengah berusaha mendapatkan jabatan kelimanya. Jika terpilih, ia akan menjadi kepala pemerintahan terlama dalam sejarah negara itu, mengalahkan David Ben-Gurion, pendiri nasional dan perdana menteri pertama Israel, mengutip media lokal Times of Israel pada Selasa (9/4/2019).

Sayangnya, langkah Netanyahu tidak mulus. Ia dihadapkan dengan tiga kasus korupsi termasuk satu tuduhan suap. Baru-baru ini, ia juga dikabarkan menerima US$ 4 juta dari penjualan kapal selam Jerman ke Mesir, dengan memiliki saham di salah satu pemasok manufaktur Jerman.

Skandal itu menguntungkan rival utamanya, Benny Gantz, seorang mantan pensiunan jenderal. Meski pemilu kali ini adalah peruntungan politik pertamanya, bukan berarti ia tidak piawai melakukan lobi. Gantz telah berhasil menyatukan faksi-faksi dalam payung aliansi bernama Biru dan Putih, mengutip BBC News. Kubu ini menawarkan keamanan Israel yang kuat dengan janji politik yang lebih bersih.

Janji kampanye Gantz itu benar-benar menohok Netanyahu. Terlebih, karena baru-baru ini sejumlah pihak mengatakan sang petahana akan memberlakukan hukum Prancis (French Law), sebuah mekanisme di mana hukum akan melindunginya dari penuntutan, selama masih menjabat.

"Tidak akan ada Hukum Prancis. Tidak ada perubahan hukum kekebalan," sanggah Netanyahu kepada Channel 12 pada Senin, 8 April 2019. Ia berkali-kali mengatakan bahwa dirinya tidak berkorupsi. Kasus itu disebut bermotif politik yang berniat menjatuhkan reputasinya.

Membalas tanggapan sang petahana, Gantz mengatakan "Netanyahu dalam bahaya. Ini bukan ancaman keamanan, tapi ancaman hukum," kata sang penantang petahana kepada Army Radio.


Strategi Netanyahu

Donald Trump dan Benjamin Netanyahu di Oval Office, Gedung Putih, pada tanggal 5 Maret 2018 di Washington DC. (Mandel Ngan / AFP)

Benjamin Netanyahu tidak kehilangan akal untuk mempertahankan jabatannya. Melihat realitas Israel yang tidak bisa jauh-jauh dari permasalahan perang, ia menawarkan kebijakan keras dalam keamanan.

Mendekati hari pemilihan, sang petahana itu tak henti-hentinya mengucap kalimat kontroversial. Mulai dari janji hendak mencaplok (aneksasi) wilayah Tepi Barat, hingga mengatakan bahwa dirinya tak akan membiarkan Palestina merdeka.

"Itu tidak akan pernah terjadi," kata Netanyahu dalam sebuah wawancara pra-pemilu dengan media lokal Israel berbahasa Ibrani, Arutz 7. Saat itu ia ditanya tanggapan terkait pembentukan negara Palestina.

"Saya akan mempertahankan kendali Israel di seluruh wilayah barat Sungai Yordan," lanjutnya.

Tak hanya sebatas ungkapan kontroversial yang diharap dapat menggugah simpati warga negara sayap kanan, ia juga sering melakukan lobi dengan Donald Trump, presiden AS.

Baru-baru ini, Trump mengakui kedaulatan Israel atas dataran tinggi Golan. Sebuah pernyataan yang bertentangan dengan hukum internasional yang masih mengakui kekuasaan Suriah atas wilayah itu.

Langkah presiden nyentrik AS itu disinyalir bermotif politik demi kemenangan Netanyahu. Mengingat beberapa waktu sebelumnya, sang perdana menteri Israel memang telah mendesak AS untuk memberikan pernyataan tersebut.

Kecurigaan itu senada dengan pendapat J Street, sebuah kelompok lobi Yahudi di Amerika yang pro-kemerdekaan Israel.

J Street mengatakan, langkah Trump hanya akan mendatangkan keuntungan politik bagi Netanyahu. Pengakuan prematur atas Dataran Tinggi Golan itu dinilai sangat provokatif.

Langkah-langkah keamanan tersebut adalah strategi utama pemenangan Netanyahu demi masa jabatannya yang kelima.


Siapa Kandidat Terkuat?

Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)

Mengutip BBC News, Netanyahu dan Gantz sama-sama kuat. Hal itu sesuai dengan jajak pendapat pra-pemilihan akhir.

Selain itu, tidak ada partai yang memenangkan mayoritas dalam parlemen Israel, sehingga kemungkinan apapun masih tetap ada. Termasuk partai baru yang didirikan Gantz, Israel Resilience Party.

Negosiasi pembentukan pemerintahan akan diadakan segera setelah hasil pemilu mulai diketahui, direncanakan pada Selasa 22.00 waktu setempat, atau Rabu dini hari Waktu Indonesia Barat (WIB).

Meski demikian, seorang koresponden BBC mengatakan, dalam sistem kepartaian Israel saat ini yang terfragmentasi, Netanyahu diuntungkan.

Hal itu mengingat Netanyahu pernah menengahi sebuah kesepakatan pada Februari lalu, memudahkan para kandidat dari partai sayap kanan ekstrem--termasuk yang sering dianggap rasis--untuk memasuki parlemen.

Namun bagaimanapun, hasil final bergantung pada perolehan suara yang didapat oleh 39 partai di Israel dalam pemilu hari ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya