Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap sindikat perdagangan orang dengan modus pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke beberapa negara di Timur Tengah dan Eropa. Empat jaringan yang diungkap itu telah mengirimkan sekitar 1.500 TKI ke luar negeri secara ilegal.
"TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang diungkap Bareskrim ini adalah kasus terbesar yang pernah diungkap Polri, karena korbannya lebih dari seribu orang," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).
Advertisement
Pada kasus ini, polisi menahan delapan tersangka dari empat jaringan yang berbeda. Yakni jaringan Maroko dengan tersangka Mutiara dan Farhan, jaringan Turki dengan tersangka Erna Rachmawati alias Yolanda dan Saleha, jaringan Suriah dengan tersangka Abdul Halim alias Erlangga, dan jaringan Arab Saudi dengan tersangka Neneng Susilawati, Abdalla Ibrahim, dan Faisal Husein Saeed.
Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan, jaringan Maroko diperkirakan telah memberangkatkan sekitar 500 TKI ke luar negeri secara ilegal. Perekrutan masing-masing dilakukan oleh Mutiara sebanyak sekitar 300 orang dan Faisal sebanyak 200 orang.
"Korban diambil kebanyakan dari Sumbawa, NTB. Kemudian dibawa ke Lombok-Jakarta-Batam-Malaysia-Maroko," ucap Herry.
Para korban ditawarkan bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan penghasilan antara Rp 3,5 juta hingga Rp 5 juta per bulan. Namun tidak sedikit TKI yang dikirimkan ke luar negeri justru menjadi korban kekerasan dan tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja.
"Total keuntungan yang mereka kumpulkan (dari pemberangkatan TKI ilegal) sejak 2016-2019 mencapai kurang lebih Rp 900 juta," tutur Herry soal sindikat perdagangan orang itu.
Jaringan Turki dengan tersangka Erna dan Saleha diketahui telah memberangkatkan sekitar 210 TKI ilegal. Modusnya pun sama. Hanya saja para korban dijanjikan bisa memperoleh penghasilan sampai Rp 7 juta.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keuntungan
Dari pengiriman TKI ilegal itu, kedua tersangka telah meraup keuntungan sekitar Rp 160 juta sejak 2018.
Untuk jaringan Suriah, polisi telah meringkus tersangka bernama Abdul Halim. Dia diketahui telah memberangkatkan sekitar 300 TKI ilegal ke sejumlah negara di Timur Tengah.
Pelaku tidak menyebutkan Suriah sebagai tujuannya bekerja. Semula mereka dikirim ke beberapa negara di Timur Tengah untuk transit dan dipekerjakan selama beberapa pekan hingga akhirnya sampai ke Suriah.
Namun, Rudolf menepis sindikat tersebut mengirimkan TKI ke Suriah terkait dengan kelompok teroris ISIS. "Para pekerja ini hanya dijadikan asisten rumah tangga saja di sana," ucapnya.
Pelaku diketahui mendapat keuntungan hingga Rp 3 juta per orang. Dengan begitu, dia telah meraup keuntungan sekitar Rp 900 juta sejak beroperasi pada 2014.
Terakhir, jaringan Arab Saudi. Dari tiga tersangka yang tergabung dalam jaringan tersebut, dua di antaranya merupakan WNA asal Ethiopia. Bahkan, Faisal Hussein dan Abdalla Ibrahim adalah pengungsi di Indonesia yang diamankan karena terlibat people smuggling atau penyelundupan orang.
Sedangkan Neneng Susilawati adalah WNI yang berperan sebagai penyedia tempat penampungan calon tenaga kerja. Masing-masing pelaku diketahui telah mengirim TKI ilegal sejak 2017 sekitar 200 orang.
"Di jaringan Arab Saudi, mereka dapat keuntungan Rp 3 juta per-orang dan total dapat Rp 600 juta sejak 2017," ucap dia.
Advertisement
Jerat Hukum
Akibat perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Pasal 81 UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.
Lebih lanjut, sindikat tersebut selalu mengirimkan TKI ke Timur Tengah melalui Malaysia. Sebab, pemerintah Indonesia masih memberlakukan moratorium penempatan TKI di sejumlah negara Timur Tengah.
"Jadi kalau ada WNI dikirim kerja ke Timur Tengah, itu sudah pasti ilegal," kata Herry.
Pengungkapan kasus human trafficking ini juga tidak mudah. Pengungkapan berawal dari laporan KBRI yang ada di beberapa negara tujuan tentang adanya TKI yang mengalami penyiksaan dan tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja.
"Jadi ketika tidak ada masalah, mungkin kerjanya bagus, gajinya aman, tidak mengalami kekerasan, atau setidaknya dia survive di sana ya nggak masalah. Biasanya kita dapat info dari KBRI baru Bareskrim melakukan penyelidikan," terangnya.