Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Front Nelayan Bersatu Bambang Wicaksana menyambut baik kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Menurutnya ini karena akan memberikan kesejahteraan nelayan yang mencari penghasilan dari kegiatan penangkapan lobster.
"Dari sisi kesejahteraan nelayan dlm pengertian penghasilan tentunya berpengaruh bagi nelayan-nelayan yang bekerja di bidang itu," kata Bambang, Senin (29/6/2020).
Advertisement
Dia menjelaskan, ada ribuan nelayan menggantungkan hidupnya dari benih-benih lobster dan harus kehilangan mata pencariannya. Menurutnya, hal ini sudah seharusnya menjadi pelajaran berharga agar pemerintah memberikan solusi atas penerapan suatu kebijakan, terlebih yang menyangkut mata pencarian masyarakat.
"Sebaiknya dalam setiap kebijakan khususnya pelarangan, ada solusi sebagai pengganti mata pencaharian yang hilang tersebut," terangnya.
Meski demikian, kebijakan tersebut pun perlu dibarengi dengan peningkatan kesadaran nelayan dalam menjaga keberlangsungan lobster kedepan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daniel Johan mengatakan, dengan diterbitkannya payung hukum tersebut, akan memberikan kesejahteraan bagi nelayan. Dia menilai, dibolehkamya kembali penangkapan dan penjualan benih lobster, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah ke nelayan.
Menurutnya, jika benih lobster tidak dimanfaatkan dan bebas di alam mayoritas akan mati. Namun pemanfaatan benih lobster perlu memperhatikan keberlangsungannya. "Di atur untuk menjaga keberlangsungan, kalau enggak dimanfaatkan juga mayoritas mati sebelum besar" tuturnya.
Alasan KKP
Seperti diketahui, Dalam Pasal 5 Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Pertama yang ditekankan adalah kuota dan lokasi penangkapan Benih Bening Lobster (Puerulus) sesuai hasil kajian dari Komnas Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan) yang ditetapkan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
Kemudian, eksportir yang telah berhasil melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri wajib melepasliarkan Lobster (Panulirus spp.) sebanyak 2 (dua) persen dari hasil Pembudidayaan dan dengan ukuran sesuai hasil panen.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup-nutupi pemberlakuan kembali izin ekspor benih lobster. Edhy menegaskan, sebelum izin tersebut keluar, pihaknya telah melakukan kajian mendalam terlebih dulu.
"Masalah lobster, peraturan yang kita evaluasi itu tidak muncul begitu saja atau hanya karena kebutuhan seorang menteri. Kami melakukan telaah dan penelitian oleh ahli yang ada. Baik melalui kajian, melalui konsultasi publik," kata Edhy di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Alasan utama KKP mengizinkan ekspor benih lobster untuk membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat terbitnya Permen KP 56/2016. Permen tersebut melarang pengambilan benih lobster baik untuk dijual maupun dibudidaya. Edhy membantah anggapan Permen KP No.12 tahun 2020 yang mengatur soal ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi.
"Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan karena penangkap benihnya kan nelayan," kata dia.
Edhy menjelaskan ada 13 ribu nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Diakuinya hal ini memang menjadi perdebatan karena akibat ekspor dilarang nelayan tidak bisa makan.
"Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," tegas Edhy.
Reporter: Siti Nur Azzura
Merdeka.com
Advertisement