Liputan6.com, Jakarta Hamil dan mempunyai anak adalah hal yang sangat dinanti oleh setiap pasangan suami-istri. Datangnya seorang buah hati tentu sangat dinantikan bagi mereka yang sudah menikah.
Bagi sebagian wanita, kehamilan dan mempunyai seorang anak adalah anugerah terbesar. Tapi tidak sedikit pula perempuan yang sulit untuk hamil.
Baca Juga
Advertisement
Tentunya ada rasa frustasi, marah, kecewa, lelah, dan sedih yang terkadang muncul di dalam benak. Manusia terbiasa berpikir bahwa jika berusaha keras untuk sesuatu, maka dia bisa mencapainya.
Sayangnya, semangat semacam itu tak selalu terbukti dalam soal menanti kehamilan. Namun dengan kemajuan zaman hal ini sudah bisa diakali dengan berbagai cara.
Cara yang umum dilakukan adalah inseminasi buatan atau bayi tabung. Ada salah satu cara yang dilarang di Indonesia namun di beberapa negara sudah bisa dilakukan adalah sewa rahim atau surrogacy. Para ahli menyebutkan, Amerika Serikat, India, Thailand, Ukraina, dan Rusia menjadi negara melegalkan sewa rahim, seperti yang Liputan6.com lansir dan Fox News, Selasa (9/4/2019).
Bayi Hasil Sewa Rahim
Rata-rata, alasan wanita bersedia dipinjamkan rahimnya di negara-negara tersebut karena ingin membantu pasangan yang ingin memiliki anak. Walaupun di negara tersebut jasa sewa rahim dilegalkan, tetapi mereka tetap harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan dan itu tidak mudah.
Tapi tidak semua kisah hasil sewa rahim berujung dengan kebahagian. Seperti kisah bayi mungil hasil sewa rahim yang dibuang orang tuanya. Bayi tersebut bernama Gammy, ia adalah hasil surrogacy di Thailand. Gammy merupakan bayi perempuan hasil sewa rahim dari pasangan asal Australia, Wendy dan David Farnell.
Selama kurang lebih sembilan bulan, ia dikandung oleh Pattaramon Chanbua, surrogate mother berusia 21 tahun yang berprofesi sebagai penjual makanan. Saat itu Pattaramon Chanbua menjadi surrogate mother bagi dua bayi perempuan kembar, Gammy adalah salah satunya.
Miris, Gammy yang terlahir dengan kondisi down syndrome malah 'dibuang' oleh ayah dan ibu kandungnya pada bulan Desember 2013. Sedangkan saudara perempuannya, Pipah, dibawa pulang ke Australia untuk dirawat.
Advertisement
Dibuang Karena Down Syndrome
Farnells sebagai ayah kandungnya menyangkal bahwa ia telah meninggalkan Gammy dan menyuruh Pattaramon untuk merawatnya. Kasus ini akhirnya mendorong pemerintah Thailand untuk melarang surrogacy pada tahun 2014.
Parlemen Australia pun merespons dengan melakukan tinjauan terhadap undang-undang Australia yang melarang upaya surrogacy komersial.
Sebetulnya, kasus bayi Gammy ini adalah satu dari beberapa kasus anak-anak dari hasil sewa rahim yang ditinggalkan orangtua kandung karena memiliki keterbatasan. Akhirnya, Gammy dibesarkan oleh Pattaramon di kota Sri Racha di pantai timur Thailand dengan bantuan dana cukup besar yang diperolehnya dari badan amal Australia Across the Water.
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Sewa Rahim
Di sisi lain, seharusnya pasangan yang berencana untuk melakukan jasa sewa rahim ini harus melihat kondisi kesehatan wanita yang akan menjadi surrogate mother anak mereka. American Society for Reproductive Medicine mengatakan surrogate mother harus mendapatkan pemeriksaan medis untuk memeriksa apakah ia kemungkinan memiliki kehamilan yang sehat dan berjangka panjang.
Organisasi ini menyarankan surrogate mother mendapat tes yang memeriksa penyakit menular seperti sifilis, gonore, klamidia, HIV, sitomegalovirus, dan hepatitis B dan C. Pengganti harus mendapatkan tes untuk memastikan mereka memiliki kekebalan terhadap campak, rubella, dan cacar air.
Selain itu, pasangan yang ingin melakukan ini bisa saja meminta agar ia mendapatkan prosedur medis untuk "memetakan" rahim secara visual, yang dapat membantu dokter memeriksa potensi surrogate mother untuk melakukan kehamilan.
Advertisement