BI Dorong Pemakaian Mata Uang Lokal untuk Transaksi Bilateral ASEAN

Penggunaan mata uang lokal dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2019, 20:29 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI), bersama Bank Negara Malaysia (BNM), dan Bank of Thailand berkomitmen mendorong penggunaan mata uang lokal (local currency settlement framework) dalam transaksi perdagangan bilateral di kawasan ASEAN.

Penggunaan mata uang lokal dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Selain itu, menciptakan perekonomian yang lebih efisien. Terakhir Indonesia menjalin kerja sama dengan Bangkok Sentral ng Pilipinas (BSP/Bank Sentral Filipina).

Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia, Wahyu Pratomo mengakui, hingga saat ini, masih belum banyak pelaku usaha yang memanfaatkan skema ini dalam transaksi dengan negara mitra.

"Di lapangan ada beberapa kendala. Dari interaksi dengan pelaku usaha sebagian besar pelaku usaha belum aware dengan opsi local currency. Wajar karena baru berjalan satu tahun. Butuh waktu mengubah kebiasaan. Pelaku usaha sejak dulu terbiasa pakai USD untuk settlement-nya," ujar dia di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (9/4/2019).

"Informasi dari perbankan untuk transaksi dengan Thailand dan Malaysia, infrastruktur di perbankan kita sudah siap. Hanya memang masalah di kesadaran, perbankan sudah lakukan sosialisasi skema itu," lanjut dia.

Selain itu, kata dia, proses sosialisasi tidak bisa hanya dilakukan di Indonesia saja, melainkan juga di negara mitra. Sebab pelaksanaan skema ini butuh komitmen dua belah pihak.

"Butuh dua pihak baik Indonesia juga di negara mitra. Jadi butuh upaya penyadaran tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara mitra kita," kata dia.

Dia mengatakan, saat ini, BI belum memasang target capaian tertentu. Namun, upaya memperluas pemanfaatan skema ini bakal terus dilakukan.

"Kami tidak punya target berapa besar dalam berapa tahun. Tapi sebagai proses. Juga ada sukses story yang bisa di-share antara satu pelaku usaha dengan yang lainnya. Seperti bola salju yang makin lama makin besar," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Masuknya Filipina Perluas Skema Lokal Currency Settlement

Ilustrasi Bank Indonesia

Wahyu menuturkan, skema ini sudah berjalan bersama Thailand dan Malaysia sejak 2018.

"Transaksi perdagangan yang diselesaikan dengan lokal currency, misalnya dengan Thailand untuk tahun 2018 USD 50 juta. Sedangkan triwulan satu 2019 USD 10 juta. Malaysia, tahun 2018 saja USD 130 juta. Triwulan pertama mencapai USD 50 juta," kata dia.

Masuknya Filipina dalam kerja sama, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan serta perluasan skema local currency settlement, khususnya di kawasan ASEAN.

"Ini tidak untuk menggantikan USD. Ini menjadi opsi bisa dengan USD dan local currency. Harapannya kalau terjadi gonjang-ganjing aliran modal keluar dari Indonesia dan kawasan tidak terlalu mengganggu transaksi perdagangan di kawasan," ujar dia.

 


Perkuat Mata Uang Lokal, BI Ajak Kerja Sama 3 Bank Sentral

Bank Indonesia

Sebelumnya, Bank Indonesia bersama 3 bank sentral di ASEAN yaitu, Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Philipinas dan Bank of Thailand menandatangi tiga surat perjanjian bilateral Letters of Intent (LOIs) mengenai kerangka kerja Local Currency Settlement (LCS) di Chiang Rai, Jum'at (5/4/19).

Ketiga surat perjanjian LOI ini nantinya untuk mewakili kepentingan bersama dalam potensi pembentukan kerangka kerja LCS dari 4 bank sentral masing-masing negara. Ini dilakukan agar empat negara ini bisa mengutamakan mata uang mereka ketimbang mata uang asing dalam perdagangan dan investasi langsung dalam mata uang lokal.

Ada tiga LOI LCS yang ditandatangani. Yang pertama, antara Benjamin E. Diokno selaku Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia. Lalu LOI antara Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dengan Nor Shamsiah Yunus selaku Bank Negara malaysia dan, terakhir LOI antara Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas, dengan Veerathai Santiprabhob selaku Gubernur Bank Thailand.

Bank Indonesia dan Bank of Thailand juga telah sepakat untuk memulai mengeksplorasi dan memperluas ruang lingkup LCS dikedua negara masing-masing.

Adapun pembentukan kerangka kerja LCS ini bertujuan untuk mengurangi resiko biaya transaksi dan resiko rendahnya nilai tukar mata uang asing dalam hal ini dolar AS di tengah krisis ekonomi akibat perang dagang yang terjadi.

Selain itu, penerapan LCS yang lebih luas dalam ASEAN Economic Community dapat meningkatkan integrasi ekonomi dan keuangan, serta memacu perkembangan lebih lanjut dari pasar valuta asing dan pasar keuangan di kawasan ASEAN.

Wujud kemajuan integrasi keuangan yang lebih besar di beberapa negara ASEAN ini telah disambut baik ketika Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia, serta Bank Indonesia dan Bank of Thailand telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang penerapan LCS pada 2017.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya