IMF Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi, Harga Minyak Anjlok

Harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia turun 49 sen ke level USD 70,61 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Apr 2019, 06:18 WIB
Harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia turun 49 sen ke level USD 70,61 per barel. (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun dari posisi tertinggi dalam lima bukan pada penutupan perdagangan Selasa (rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan harga minyak ini terjadi usai IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, langkah Rusia yang mengisyaratkan mundur dari kesepakatan pemangkasan produksi dengan OPEC juga menjadi pendorong penurunan harga minyak.

Mengutip Reuters, Rabu (10/4/2019), harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia turun 49 sen ke level USD 70,61 per barel, setelah mencapai USD 71,34 per barel yang merupakan harga tertinggi sejak November.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS berakhir di USD 63,98 per barel, turun 42 sen setelah juga mencapai harga tertinggi dalam lima bulan di USD 64,79 per barel.

Langkah Presiden AS Donald Trump untuk memberikan tarif pada ratusan barang Eropa menghentikan reli di pasar saham global, yang juga menyeret harga minyak berjangka ke level yang lebih rendah.

"Saya pikir IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global benar-benar tamparan terbesar hari ini yang dilihat oleh minyak berjangka," kata Phil Streible, analis senior komoditas RJO Futures, Chicago, AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Keputusan IMF dan Rusia

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2019 dan memperingatkan pertumbuhan bisa melambat lebih lanjut karena ketegangan perdagangan dan kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Penurunan peringkat IMF, yang ketiga sejak Oktober, menambah kekhawatiran perlambatan ekonomi di tahun ini akan menekan konsumsi bahan bakar dan mencegah harga minyak mentah naik lebih tinggi.

Harga minyak juga goyah karena Rusia, salah satu negara di luar OPEC yang ikut memangkas produksi mengisyaratkan bahwa pihaknya ingin meningkatkan menaiakkan produksi ketika pertemuan berikutnya dengan OPEC.

Pada hari Selasa, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak mendukung kenaikan harga minyak yang tidak terkendali dan bahwa harga saat ini cocok dengan Moskow.

"Kami siap bekerja sama dengan OPEC dalam pengambilan keputusan Tetapi apakah itu pemotongan, atau hanya penghentian pada tingkat output saat ini, saya tidak siap untuk mengatakan," kata Putin dalam.


Perdagangan Sebelumnya

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pada perdagangan sebelumnya,  harga minyak naik ke level tertinggi dalam lima bulan pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak ini karena eskpektasi merosotnya pasokan global karena adanya perang di Libya.

Mata investor tengah tertuju pada Libya karena saat ini tengah dilanda pertempuran yang bisa mempengaruhi pasokan minyak di dunia. Negara tersebut merupakan salah satu pengekspor terbesar minyak.

Untuk diketahui, gejolak di Libya terjadi antara pasukan yang loyal kepada Jenderal Khalifa Haftar dan tentara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA).

Jenderal Haftar, yang memimpin Tentara Nasional Libya (LNA), menyatakan perlawanan untuk mengambil alih Tripoli dari pemerintah Libya yang didukung PBB pekan lalu.

Oleh pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Serraj, Jenderal Haftar dituduh berusaha melakukan kudeta.

"Apa yang tengah terjadi di Libya memikat pasar sehingga mendorong kenaikan harga minyak," jelas analis Again Capital, New York, John Kilduff.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya