IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global, Rupiah Melemah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.167 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Apr 2019, 11:31 WIB
Teller tengah menghitung mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini. Pelemahan rupiah ini terjadi usai IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

Mengutip Bloomberg, Rabu (10/4/2019), rupiah dibuka di angka 14.145 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.133 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.167 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,61 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.155 per dolar AS melemah tipis jika dibandingkan kemarin yang ada di angka 15.150 per dolar AS.

Rupiah yang ditransaksikan melemah ini seiring dipangkasnya proyeksi ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (IMF).

"IMF kemarin mengumumkan proyeksi terkini pertumbuhan ekonomi global, memangkas dari 3,5 persen pada proyeksi Januari 2019 sebelumnya menjadi 3,3 persen pada proyeksi April ini. Proyeksi ini merupakan yang terendah sejak 2009," kata Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, seperti dikutip dari Antara.

IMF sudah tiga kali memangkas proyeksi ekonomi global dalam enam bulan terakhir. Hal yang mendasari IMF untuk memangkas proyeksinya adalah meningkatnya tensi perang dagang serta ketatnya kebijakan moneter dari Bank Sentral AS, The Federal Reserve (Fed).

"Perlambatan ini terutama karena melambatnya pertumbuhan ekonomi pada negara-negara maju dan menandai bebebrapa risiko global seperti naiknya bea masuk pada perdagangan internasional dan gangguan signifikan pada jaring pasokan," ujar Lana.

Lana memperkirakan pada hari ini rupiah akan bergerak melemah di kisaran 14.140 per dolar AS hingga 14.160 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pelemahan Sepekan

Nasabah mengantre menukarkan mata uang USD di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Sebelumnya pada Selasa (4/9), Rupiah sempat mencapai level Rp 14.935 per dollar Amerika atau terlemah sejak 1998. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Pada pekan lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebutkan meski sering menguat, Rupiah mengalami depresiasi atau melemah terhadap Dolar AS (USD) pada pekan kemarin. 

"Rupiah mengalami depresiasi selama seminggu 0,5 persen," kata dia di kompleks BI, Jakarta, Jumat 29 Maret 2019.

Kendati demikan, secara year to date (ytd) Dody menyebutkan jika kondisi Rupiah masih berada dalam tren yang positif. "Secara ytd masih positif apresiasi 0,9 persen," ujarnya. 

Dia mengungkapkan, depresiasi Rupiah saat ini dipengaruhi kondisi ekonomi global. Di mana pertumbuhan ekonomi dipastikan melambat serta Brexit yang masih belum ada kejelasan.

"Dan beberapa negara emerging market (berkembang) seperti Argentina mengalami tekanan Pesonya Turki juga demikian, treatment presiden membuat Lira tertekan itu secara global dari pasar keuangan ke emerging dampaknya terasa," ungkap dia.

Dody menjelaskan, kondisi Rupiah banyak dipengaruhi supply dan demand di pasar. Bank sentral pun dikatakan akan selalu menjaga Rupiah untuk tetap berada pada fundamentalnya.

 


Masih Murah

Teller tengah menghitung mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati demikian, dia mengakui nilai tukar Rupiah saat ini memang masih kemurahan atau undervalue.

"Jadi itu kita selalu melihat stabilitasnya mengarah menguat atau melemah tentunya sepanjang itu sesuai fundamentalnya harus kita terima. Kita melihat saat ini masih undervalue, sehingga seharusnya masih bisa lebih menguat," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya