Liputan6.com, Jakarta International Monetery Fund (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan global di 2019 menjadi 3,3 persen dari sebelumnya yakni 3,5 persen pada Januari lalu. Penurunan ini pun disebabkan oleh ketidakpastian potensial dalam ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung, serta faktor-faktor spesifik negara dan sektor lainnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bima Yudhistira menyatakan bahwa penurunan proyeksi IMF sebesar 3,3 persen tersebut berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Tak terkecuali kepada nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga
Advertisement
"Dampaknya sangat besar ke perekonomian Indonesia. Nilai tukar Rupiah mulai mengalami koreksi hingga siang ini sebesar 0,21 persen ke level Rp 14.163 per USD," katanya kepada merdeka.com, Rabu (10/4/2019).
Bima mengatakan, dengan adanya penurunan ini maka gejala perlambatan ekonomi akan berlanjut sepanjang tahun. Dia pun memperkirakan. ekonomi Indonesia diproyeksi hanya tumbuh 5 persen tahun 2019 dan bisa terkoreksi ke 4,9 persen.
Dengan kata lain, perlambatan ini juga akan berdampak pada penurunan proyeksi ekspor Indonesia, dan hasilnya neraca perdagangan masih mencatatkan defisit. Para pelaku usaha pun dikhawatirkan akan melakukan efisiensi dibeberapa bidang, baik biaya produksi hingga jumlah tenaga kerja.
"Sektor yang paling terpukul adalah harga komoditas seperti sawit dan karet makin rendah. Pertambangan prospeknya juga negatif khususnya batubara. Dari dalam negeri, dipastikan efek slowdown mulai terasa ke sektor manufaktur," jelas Bima.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
IMF Kembali Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
The International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2019. Peningkatan ketegangan perdagangan dan kebijakan pengetatan moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menjadi landasan pemangkasan tersebut.
Mengutip CNBC, Rabu (10/4/2019), IMF mengatakan bahwa mereka mengharapkan ekonomi dunia tumbuh di angka 3,3 peren di tahun ini. Angka tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang ada di angka 3,5 persen.
Sedangkan untuk 2020, IMF cukup optimistis dengan memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh di angka 3,6 persen.
Laporan dari IMF ini keluar ketika kongres AS berjuang untuk meloloskan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) yang merupakan perjanjian perdagangan yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump denga mitra Meksiko dan Kanada. Perjanjian ini menggantikan perjanjian sebelumnya yaitu North Atlantic Free Trade Agreement (NAFTA).
Sementara itu, saat ini pemerintahan Presiden Trump juga masih terus berjuang untuk menuntaskan kesepakatan perdagangan dengan China.
"Neraca risiko condong untuk mengarah ke penurunan," tulis laporan IMF.
Kegagalan menyelesaikan perbedaan yang mengakibatkan hambatan tarif yang menyebabkan biaya yang lebih tinggi dari barang setengah jari dan barang jadi. Hal tersebut membuat harga barang menjadi lebih tinggi bagi konsumen.
Advertisement
Belum Gol
USMCA ditandatangani pada 30 November, tetapi sampai saat ini belum mendapat persetujuan dari kongres AS.
Kesepakatan ini harus melalui DPR yang dikuasai Demokrat dan dikritik oleh Senator Republik Chuck Grassley.
Jika kesepakatan antara ketiga negara ini gagal, permasalahan ekonomi AS akan sangat besar. Kanada dan Meksiko adalah dua dari tiga mitra dagang AS terbesar dan merupakan 30 persen berkontribusi kepada perdagangan global AS di 2018.
AS juga berusaha untuk mencapai kesepakatan dengan China, mitra dagang terbesarnya. China sendiri menyumbang hampir 16 persen dari perdagangan global AS tahun lalu.