Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta tengah galau. Betapa tidak, mendekati hari pencoblosan Pemilu 2019 pada Rabu 17 April pekan depan, mereka yang kembali mencalonkan diri menjadi caleg DPRD DKI Jakarta untuk periode 2019-2024 terancam tak akan mendapatkan kursi.
Semuanya berawal dari pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengklaim bahwa tidak ada satupun anggota DPRD DKI Jakarta yang menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada lembaga antirasuah itu. Bahkan, KPK mengimbau pemilih di Ibu Kota untuk tak lagi memilih mereka lagi di Pileg 2019.
Advertisement
Kontan saja Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengaku kecewa dengan pernyataan KPK. Ia menjelaskan, hingga batas akhir yang ditetapkan yakni 31 Maret 2019 lalu, anggota DPRD DKI sudah banyak yang menyetorkan LHKPN-nya ke KPK dari jumlah total keseluruhan 106 orang.
"Sudah lebih dari setengahnya dari jumlah total anggota yang melaporkan ke KPK," ujar Prasetio di Gedung DPRD DKI, Rabu (10/4/2019).
Bahkan, pelaporan tersebut ditandai inisiatif yang dilakukan Prasetio dengan mendatangi langsung kantor KPK pada 23 Januari lalu. Kemudian, disusul dengan asistensi alias pendampingan yang digelar langsung staf KPK di Gedung DPRD DKI pada 27 Maret 2019 atas permintaan dari DPRD.
"Kalau teman-teman di DPRD memang butuh waktu untuk penyesuaian mengisi e-LHKPN iya. Tapi kalau dikatakan tidak satupun yang melaporkan, itu tidak benar," ungkap Prasetio.
Kekecewaan Prasetio tak hanya itu, ia menyayangkan imbauan yang dilontarkan salah satu komisioner KPK yang melarang warga untuk memilih caleg petahana karena klaim tidak kooperatif melaporkan LHKPN.
Menurut Prasetio semua warga negara punya hak untuk memilih seseorang calon yang dipercayai tanpa pengaruh siapa pun.
"Biar warga yang menilai sendiri untuk memilih tanpa pengaruh siapa pun. Benar harus dikatakan benar, jangan dibolak-balik," ungkap Prasetio.
Sebelumnya memang dikabarkan, sedikitnya 57 anggota DPRD DKI Jakarta menyampaikan LHKPN. Bahkan, anggota Dewan akan didampingi pihak KPK untuk pelaporannya.
"Data yang ada tanggal 27 (Maret), 37 Dewan (lapor). Tanggal 28 (Maret) ada 20 orang. Jadi jumlah 57 anggota, ditambah dengan sebelumnya 9 anggota," kata Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD DKI Jakarta Muhammad Yuliadi saat dihubungi, Jumat 29 Maret 2019.
KPK memang melakukan pendampingan kepada anggota Dewan untuk melaporkan e-LHKPN sampai 31 Maret 2019. Setelah itu, anggota Dewan harus ke KPK untuk mendapat pendampingan.
"Kami lihat nih dari KPK kan sibuk urus daerah lain. Kemarin kalau lewat 31 (Maret) mereka nggak ada lagi di situ (DPRD), maka dipersilakan ke KPK," kata Yuliadi.
Soal kedatangan KPK ini juga benar. Staf KPK mendatangi kantor DPRD DKI Jakarta untuk membantu para legislator melaporkan harta kekayaan mereka. Upaya jemput bola itu dilakukan KPK karena tingkat kepatuhan LHKPN DPRD DKI dinilai masih rendah.
"Kedatangan KPK ke DPRD DKI ini merupakan salah satu bentuk upaya lebih aktif atau jemput bola untuk membantu para penyelenggara negara melaporkan kekayaannya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu 27 Maret 2019.
Sebelum mendatangi DPRD, KPK telah menerima surat permohonan pendampingan dari DPRD. Surat itu ditandatangani Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi pada Senin 25 Maret 2019.
"Di surat tersebut, ditulis permintaan agar KPK melakukan pendampingan pengisian LHKPN terhadap pimpinan dan anggota DPRD DKI. Hal ini berangkat dari rendahnya data pelaporan LHKPN di DPRD DKI tahun lalu, yaitu nol persen," kata Febri.
Pukulan dari Syarif
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyarankan warga DKI Jakarta untuk tidak memilih anggota DPRD DKI Jakarta yang kembali mencalonkan diri sebagai legislator alias petahana.
Menurut dia, dari seluruh legislator Ibu Kota yang berjumlah 106 orang itu, tak satu pun melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di periode 2018.
"DKI Jakarta tidak satu pun lapor LHKPN. Tolong ditulis itu di media, jangan dipilih lagi," ujar Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2019).
Syarif menyarankan hal tersebut agar masyarakat DKI mendapatkan sosok perwakilan yang lebih baik.
"Oleh karena itu kita mengimbau dan saya pikir masyarakat Jakarta berhak untuk mendapatkan wakil yang lebih baik," kata Syarif.
Dia juga mengatakan, seharusnya anggota DPRD DKI Jakarta bisa memberikan contoh yang lebih baik bagi para legislator daerah. Syarif pun menyesalkan tingkat kepatuhan pelaporan LHKPNlegislator DKI yang nol persen.
"Jakarta yang betul-betul barometer Indonesia tak satu pun melaporkan LHKPN. Ini Provinsi DPRD Jakarta, pusat, masa sama dengan yang lain-lain, harusnya kan Jakarta itu jauh lebih baik," kata Syarif.
Oleh karena itu, dia mengimbau partai politik memberi sanksi tegas kepada kadernya yang malas melaporkan harta kekayaan. Menurut Syarif, sikap tegas partai penting untuk melahirkan anggota dewan yang bersih dari praktik korupsi.
"Kita sudah bicarakan dan sampaikan dalam bentuk lisan. Kita meminta kerelaannya untuk kesiapannya melaporkan LHKPN," kata dia.
KPK menyebutkan, penyampaian LHKPN merupakan instrumen penting untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) yang jujur.
"KPK melihat instrumen LHKPN ini sebagai instrumen penting, kita diskusikan ke KPU pilih yang jujur. Itu artinya kita bilang pilih calon yang jujur," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin 8 April 2019.
KPK bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang telah mengumumkan secara resmi nama-nama anggota DPR, DPD, dan DPRD yang telah melaporkan secara tepat waktu, melaporkan terlambat, dan belum melaporkan sama sekali LHKPN untuk pelaporan periodik 2018 yang dilaporkan pada rentang waktu 1 Januari sampai 31 Maret 2019.
Menurut Nainggolan, KPK dan KPU menyepakati, instrumen untuk menguji apakah caleg itu jujur atau tidak adalah pelaporan harta kekayaannya secara elektronik.
"Sampai sekarang memang instrumen apa yang bisa bilang orang ini jujur atau tidak, salah satunya kita sepakat bahwa e-LHKPN adalah instrumen yang bisa menguji apakah calon atau caleg ini jujur atau tidak," ucap Pahala.
Masyarakat pun, lanjut dia, bisa melakukan pengecekan melalui situs resmi elhkpn.kpk.go.id soal kepatuhan caleg melaporkan harta kekayaannya.
"Masyarakat kita harapkan untuk berkunjung ke website, apakah dia menyampaikan laporan harta atau tidak dan kami pikir dengan KPU kami sepakat Pemilu 2019 akan membangun landasan yang baik," ucap Pahala.
Advertisement
DPR Paling Tak Patuh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis jumlah anggota DPR yang melakukan melaporkan Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN). Setidaknya hingga batas akhir pelaporan pada 31 Maret 2019 baru ada 49,10 persen anggota DPR yang melaporkan LHKPN-nya.
"Kalau yang masih rendah, menurut data kami DPR. DPR pusat ini masih 49,1 persen," kata Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN Isnaini di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (31/3/2019).
Dia juga memaparkan jumlah lembaga lainnya yang sudah ataupun belum melaporkan LHKPN. Semua data yang dipaparkan berdasarkan penerimaan hingga pukul 11.00 WIB.
Lembaga eksekutif jumlah wajib lapor 269.225 orang, sudah melaporkan 188.455 orang jika dipersentasekan 70 persen. Yudikatif wajib lapor 23.877 orang, sudah lapor 14.089 orang jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 57,01 persen.
MPR wajib lapor 8 orang, sudah lapor 6 orang yang jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 75 persen. DPR jumlah wajib lapor 556 orang, sudah lapor 273 orang, jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 49,1 persen.
Sedangkan DPD wajib lapor 133 orang, sudah lapor 97 orang jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 72,93 persen. DPRD jumlah wajib lapor 17.526 orang, sudah lapor 8.747 orang, jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 49,91 persen. Terakhir BUMN atau BUMD wajib lapor 28.382 orang, sudah lapor 23.944 orang, jika dipersentasekan kepatuhan sebesar 69,36 persen.
Jika dipersentasekan secara keseluruhan jumlah pelapor LHKPN baru 69,36 persen dari sekitar 300 ribu orang yang wajib lapor. Karena itu, Isnaini berharap para pejabat negara lainnya bisa segera melaporkan LHKPN-nya.
Kata dia, paling lambat pelaporan ditunggu hingga pukul 23.59 WIB. Pelaporan bisa dilakukan secara online melalui aplikasi e-lhkpn.kpk.go.id.
"Oleh karena itu kami sangat mengapresiasi kepada para pimpinan instansi yang telah berhasil melaporkan LHKPN-nya 100 persen," ucapnya.
KPU dan KPK juga sepakat tegas terhadap kewajiban pengisian LHKPN para caleg. Jika nantinya terpilih, caleg tidak akan dilantik jika belum melaporkan harta kekayaan dalam kurun waktu tujuh hari.
"Ada waktu sekitar tujuh hari mereka melaporkan kekayaannya kepada KPK. Kalau pelaporan belum dilakukan, maka tidak bisa dilantik," tutur juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).
Menurut Febri, hal itu sesuai dengan peraturan yang sudah ada di KPU. KPK pun siap bekerja sama menegakkan aturan tersebut. Bahkan, sejak sebelum ditetapkan terpilih pun para caleg dipersilakan berinisiatif melaporkan harta kekayaannya lebih awal ke KPK.
Dia pun mengimbau masyarakat aktif mengawasi pejabat negara yang sudah atau belum melaporkan harta kekayaan lewat laman https://www.kpk.go.id/id/pantau-lhkpn.
"Kalau ada di antara para anggota Dewan ini yang mencalonkan kembali, bisa dilihat apakah patuh atau tidak patuh melaporkan kekayaannya," kata Febri.