ICW Sebut Seratusan Pegiat Antikorupsi Dapat Teror

Menurut ICW, pegiat antikorupsi yang paling rentan dikriminalisasi ataupun diserang secara fisik adalah aktivis.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Apr 2019, 20:30 WIB
Ilustrasi Korupsi

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat ada seratusan pegiat antikorupsi yang mengalami kekerasan fisik maupun ancaman, dari 1996 hingga 2019. Seratusan pegiat antikorupsi ini berasal dari 16 kelompok yang berbeda.

"Ada 115 pegiat anti korupsi yang mengalami kekerasan fisik maupun ancaman. Merka latar belakang profesi, pegiat anti korupsi terbagi dalam 16 kategori ialah aktivis, masyarakat, dan Aparatur Sipil Negara. Kategori lainnya seperti jurnalis, anggota DPRD, dosen," kata Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah, di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV D, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2019).

Menurut dia, pegiat antikorupsi yang paling rentan dikriminalisasi ataupun diserang secara fisik adalah aktivis. Sementara, masyarakat yang merupakan whistleblower sebuah kasus berada di peringkat kedua. 

Bahkan, pegawai dan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tak lolos dari kekerasan dan ancaman. Sebagai contoh penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, teror bom di kediaman Ketua KPK Agus Rahardjo, dan pelemparan bom molotov di rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

"Peristiwa ini perlu mendapat perhatian bersama, ini tidak bisa dipandang kasuistis serangan terhadap individu, karena jumlahnya banyak serta menyasar pimpinan KPK," ujar Wana.

Dia menilai, hal ini sangatlah serius. Mengingat, para korbannya bukanlah orang biasa, seperti anggota KPK tersebut yang seharusnya masuk kategori obstruction of justice.

"Celakanya, mekanisme untuk memproses perkara ini belum dimaksimalkan oleh KPK," pungkas Wana soal teror ke pegiat antikorupsi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Teror-Teror

Pewarta melihat-lihat kondisi rumah Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif di kawasan Kalibata, Jakarta, Rabu (9/1). Sebelumnya, terjadi lemparan molotov di rumah Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, teror kepada Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017 usai salat subuh. Hari itu menjadi momen yang tak terlupa bagi penyidik senior KPK tersebut. Kala itu, lepas subuh, Novel yang sedang berjalan kaki sendirian dari masjid di kompleks rumahnya, menjadi target penyerangan.

Dua orang yang berboncengan sepeda motor menyiramkan air keras ke wajahnya. Cairan asam mengenai kedua matanya. Sakitnya bukan kepalang.

Operasi demi operasi dijalani hingga ke Singapura untuk memperbaiki kedua matanya yang rusak. Kini, baru mata kirinya yang diobati. Itupun, dengan cara yang tak lazim bagi orang awam medis.

9 Januari 2019, botol berisi spirtus dengan sumbu, mirip bom molotov, ditemukan di depan garasi rumah Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif di Jalan Kalibata Selatan No 42C, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.

Setelah dicek melalui CCTV, rupanya, sekitar pukul 01.00 WIB, ada orang mencurigakan beraktivitas di depan rumah Laode Syarif.

Tak hanya itu, teror juga dialami oleh Ketua KPK Agus Rahardjo pada hari yang sama. Sebuah benda seperti bom rakitan jenis high explosive ditemukan di rumahnya di Graha Indah, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat.

Kedua pimpinan lembaga antirasuah tersebut mendapat teror dari oknum yang hingga kini masih dicari oleh kepolisian.

 

Reporter: Ronald

Sumber: Merdeka

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya