Liputan6.com, Jakarta - Petisi online Justice For Audrey di laman Change.org yang meminta dukungan kepada warganet untuk penyelesaian lewat jalur hukum ke pelaku penganiayaan terhadap korban Ad terus ditandatangani.
Jika sehari lalu petisi ini mendapat 2,1 juta dukungan warganet, kini petisi online yang digagas oleh Fachira Anindy ini telah ditandatangani oleh lebih dari 3,6 juta warganet.
Pantauan Tekno Liputan6.com, Kamis (11/4/2019), sampai berita ini ditayangkan, sebanyak 3.674.440 tanda tangan telah dikumpulkan. Target yang tadinya dipasang hanya 500.000 dukungan meningkat jadi 4,5 juta dukungan.
Dalam petisi, pembuat petisi beserta pendukung meminta agar Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mengusut pelaku pengeroyokan agar segera diadili.
Baca Juga
Advertisement
Agar Audrey segera mendapatkan keadilan dan kasus serupa tidak terjadi lagi.
Sejumlah warganet mengungkapkan alasan mereka ikut menandatangani petisi ini."Masa depan korban lebih penting daripada pelaku, pelaku kayak gitu ngga berhak menikmati masa depan," tulis Tri Ambarwati di Change.org.
"Melukai fisik dan psikis korban lalu berakhir damai? Itu jelas BUKAN solusi sama sekali. Mereka, para pelaku, semestinya mendapatkan hukuman yang sesuai dengan apa yang mereka perbuat," tulis netizen lainnya, Alifah Rania.
Putri Lestari menuliskan, "Saya menandatangani ini karena tidak ingin adanya korban yang seperti ini lagi. #Justiceforaudrey."
Jokowi Ikut Bicara
Presiden Jokowi pun angkat bicara terkait dengan kasus dugaan perundungan dan penganiayaan anak di bawah umur berinisial ABZ (15) di Pontianak, Kalimantan Barat.
Jokowi mengaku telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk tegas dalam menangani kasus tersebut.
"Saya sudah perintahkan Kapolri tegas menangani ini sesuai prosedur hukum, tegas," kata Jokowi di Tenis Indoor, Senayan, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Dia menilai kasus ini adalah imbas dari pergeseran interaksi masyarakat yang sudah berubah ke ranah media sosial. Karena itu, Jokowi meminta semua pihak berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial.
"Hati-hati dengan ini, ini ada masa transisi yang semuanya kita harus hati-hati. Terutama awasi betul anak-anak kita, jangan sampai kejebak pada pola interaksi sosial yang sudah berubah tetapi kita belum siap," ungkapnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini berharap para guru dan orangtua turut andil dalam membimbing penggunaan media sosial pada anak. Sehingga anak-anak bijak dalam menggunakan media sosial.
"Karena pola interaksi sosial yang sudah berubah, sehingga orang tua, guru, masyarakat itu juga bersama-sama merespons setiap perubahan-perubahan yang ada, meluruskan hal-hal yang tidak betul dilapangan, ini harus disikapi bersama-sama," ucap Jokowi.
Advertisement
Terduga Penganiaya Audrey: Kami juga Jadi Korban
Ketujuh siswi yang disebut-sebut terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap pelajar SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, Audrey menyampaikan permintaan maafnya. Dengan menggunakan masker dan wajah tertunduk, mereka mengaku bersalah.
"Saya meminta maaf atas perlakuan saya terhadap Audrey, saya menyesali kelakuan saya ini," ungkap salah satu tersangka dengan terisak, di hadapan awak media, dikutip JawaPos.com, Kamis (11/4/2019).
Seorang siswi lainnya juga menyampaikan rasa bersalahnya. Ia dan teman-temannya mengaku turut menjadi korban atas tuduhan yang keliru dari berbagai pihak.
"Saya dituduh sebagai pelaku, padahal saya tidak di lokasi. Bagaimana media mengatakan saya sebagai provokator," ungkap siswi tersebut.
Ketujuh siswi ini mengaku mendapat intimidasi dan ancaman lewat di media sosial. Atas dasar ini pula, mereka mengaku juga sebagai korban.
"Kami juga menjadi korban," kata salah satu pelajar.
Namun, di sisi lain, mereka mengakui adanya perkelahian tersebut. Hanya saja, mereka menampik tuduhan bawah telah terjadi pengeroyokan.
Dalam kesempatan ini, mereka membantah tuduhan telah menganiaya Audrey. Menurut mereka, yang terjadi bukanlah pengeroyokan, melainkan perkelahian.
Selain itu, mereka juga menampik tuduhan soal terjadinya kekerasan seksual terhadap korban.
"Memang benar kami melakukan perkelahian, tapi tidak ada pengeroyokan, apalagi sampai 12 orang mengeroyok satu. Juga tidak mencolok ke organ vital," kata salah satu pelajar lainnya.
Mengaku Sakit Hati
Mereka mengakui lokasi penganiayaan dilakukan di dua tempat. Di lokasi pertama, korban hanya dianiaya oleh satu siswi. Sementara di lokasi kedua, dianiaya oleh dua siswi. Ketiga siswi ini kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pontianak Kota
Ada dua motif pelajar ini melakukan penganiayaan. Menurut keterangan salah satu tersangka, ia mengaku sakit hati karena korban kerap mengungkit-ungkit persoalan piutang yang pernah dilakukan oleh almarhumah ibu tersangka.
"Dia suka bilang bahwa mama saya suka pinjam uang," kata salah satu tersangka.
"AU adalah teman main saya. Kalau Audrey tidak membuat omongan seperti ini, saya juga tidak akan melakukan hal ini. Saya kesal sampai saya tidak bisa mengontrol emosi," lanjutnya.
Sementara masalah lainnya, terkait sindiran di media sosial oleh Audrey dan sepupunya yang dialamatkan kepada salah satu tersangka. Menurut tersangka, ia ingin menyelesaikan masalah tersebut, dengan jalan melakukan pertemuan pada hari kejadian.
Semula mereka berjanji bertemu pada malam hari. Namun, atas permintaan AU dan sepupunya, mereka akan bertemu pada siang hari.
Kemudian, ada tudingan bahwa mereka yang berinisiatif menjemput Audrey. Tuduhan ini ditampik oleh tersangka, dengan menyebut bahwa Audrey lah yang minta dijemput.
"Tidak ada perencanaan kami untuk melakukan penganiayaan," kata salah satu dari mereka.
Sebagian dari pelajar ini, mengaku ada upaya pencegahan untuk melerai perkelahian tersebut. Ditegaskan oleh mereka bahwa tidak ada tindakan membenturkan kepala ke aspal, menyiram, apalagi merusak organ vital.
(Tin/Ysl)
Advertisement