Liputan6.com, Garut Dari sekitar 115 kitab karangan Syekh Nawawi Al Bantani, leluhur dari Capres KH Maruf Amin, ada beberapa kitab yang menjadi dasar untuk kalangan santri di pesantren Garut, dan wilayah pulau Jawa lainnya, yang masih dikaji hingga kini.
Kitab kuning yang gundul, karena memang warna kertasnya kuning dan tanpa tanda baca tersebut, seolah menjadi kewajiban sekaligus kebutuhan untuk santri dalam memahami seluruh ilmu yang diberikan saat mondok di pesantren.
Haji Agus Mustofa, salah satu pengurus Lembaga Dakwah Nadhlatul Ulama (LDNU) Garut mengatakan, dari sebagian besar kitab karangan Syakh Nawawi masih relevan digunakan kalangan santri dan masyarakat hingga kini.
Baca Juga
Advertisement
"Istilahnya jimat kalau buat santri, kalau tidak ngaji kitab-kitab itu, maka jangan dulu melanjutkan ke kitab lainnya," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (11/4/2019).
Menurut Agus, keberadaan kitab klasik pertengahan abad 18 tersebut, memang masih relevan untuk digunakan saat ini, terutama bagi kalangan santri di pesantren. “Kitab karangan beliau banyak dan tersebar luas di pesantren mulai fiqih, akidah, hadist hingga tasawwuf,” ujarnya.
Beberapa kitab karya Syekh Nawawi yang menjadi dasar, dan masih dipergunakan kalangan dunia pesantren tradisional saat ini yakni, Tijan ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid, untuk kategori ilmu Akidah, dan kitab Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi untuk kategori ilmu tasawwuf.
Kemudian Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyafinatu Naja, ’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain untuk kategori ilmu fiqih, dan Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi untuk kategori ilmu tasawwuf.
Kitab karangan Syekh Nawawi memang memiliki pengikut setia terutama di kalangan pesantren tradisional, sebab secara garis besar, sanad atau asal usul kitab bisa dipertanggung jawabkan. “Jadi hampir seluruh rujukan kitab yang digunakan dalam karangan Syekh Nawawi menggunakan sand shoheh, tanpa diragukan lagi,” kata dia.
Untuk mempelajari kitab kuning ujar dia, dibutuhkan pemahaman dan menguasai ilmu gramatikal bahasa arab, sehingga mampu menjabarkan setiap kitab gundul tulisan arab, meskipun tanpa tanda baca. “Jika belum memenuhi sulit untuk mempelajari kitab kuning,” ujarnya.
Simak video pilihan berikut:
Aswaja
Menurut Agus, satu di antara ulam besar yang dilahirkan Indonesia, rekam jejak Syekh Nawawi memang cukup komplek, sehingga keilmuannya kerap dijadikan rujukan berbagai disiplin ilmu agama. “Cek saja hamper semua pesantren pasti menggunakan kitab karya beliau,” ujarnya.
Ketua MUI Kecamatan Cisurupan KH Cecep Jaya Karama mengakui kehebatan kitab karangan leluhur KH Maruf Amin tersebut. “Jelas sampai hari ini masih relevan, sesuai kemajuan jaman,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Cisurupan, Garut tersebut.
Menurutnya pemikiran Syekh Nawawi yang berlandaskan ajaran islam ahlussunah wal jama'ah dengan mengedepankan budaya setempat, mampu diterima seluruh kalangan. “Nilai dan prinsip ajarannya beliau universal,” ujarnya.
Bahkan sebagai ulama yang berangkat dari wilayah timur Asia, kemampuan Syekh Nawawi mengkolaburasikan dengan hasanah ilmu pengetahuan barat saat itu, cukup mumpuni dipelajari hingga kini. “Makanya kitab- kitab beliau sangat cocok untuk diaplikasikan oleh kaum muslimin di Nusantara,” ujar dia menganjurkan.
Dengan segudang kelebihannya itu, tak jarang hamper seluruh pesantren tradisional di pulau Jawa termasuk seluruh Indonesia menggunakan, kitab klasik ulama jumhur asal Banten tersebut. “Sudah tidak diragukan lagi keilmuannya,” ujarnya.
Seperti diketahui karya Syekh Nawawi al-Bantani cukup banyak. Sedikitnya sekitar 115 kitab berhasil dikarang ulama besar asal tatar sunda tersebut. Bahkan dalam perjalannya selanjutnya, banyak muridnya yang menjadi ulam besar di jamannya, sebut saja KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).
Kemudian Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), Syekhana Chalil (Bangkalan), KH Asyari (Bawean), KH Tb Asnawi (Caringin Banten), KH Ilyas (Kragilan Banten), KH Saleh Darat (Semarang), KH Najihun (Tangerang), KH Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH Tb Bakri (Sempur Purwakarta), KH Dawud (Perak Malaysia) dan lainnya.
Advertisement