Liputan6.com, Jakarta Hari Kartini jatuh pada setiap 21 April. Setiap tahun,semakin bertambah sosok-sosok Kartini muda Indonesia yang inspiratif dan memiliki inovasi untuk keadaan sekitar. Salah satu Kartini Muda ialah Vania Santoso.
Namanya mungkin asing terdengar di telinga Anda? memang ia bukan artis atau vlogger terkenal. Namun, namanya dikenal dunia berkat karung semen. Kok bisa?
Advertisement
Yap, mengusung brand “heySTARTIC”, wanita lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini, menjalankan usaha socio-preneur dengan memproduksi berbagai produk fesyen. Produk andalannya adalah tas berbahan bekas karung semen.
Merintis produk fesyen berbahan karung semen diawali oleh Vania karena keresahan dirinya terhadap isu lingkungan di sekitarnya, banjir salah satunya. Hal itu membuat hati Vania tergugah ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Pada 2005, bersama kakaknya, Agnes Santoso, Vania membentuk sebuah komunitas peduli lingkungan. Proyek sosial tersebut fokus mengedukasi masyarakat dan siswa tentang berbagai isu lingkungan. Usaha tersebut, dijalankan Vania dengan melibatkan masyarakat sekitar dan beberapa wilayah di Jawa Timur.
Dengan kegigihannya mengenai persoalan lingkungan, selang dua tahun Vania mampu memenangkan kompetisi lingkungan internasional di Swedia. Bernama ‘Volvo Adventure’, penghargaan itu diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mengusung tema proyek bernama “Useful Water for A Better Future”, Vania mendapatkan pendanaan proyek lingkungan senilai USD 10 ribu. Dana tersebut digunakan untuk berbagai proyek menunjang komunitas yang ia dirikan.
Penghargaan yang didapatkan membuat Vania berpacu untuk berinovasi lagi. Akhirnya, ia memilih hand crafting, sebagai inovasi mengatasi isu lingkungan. Brand heySTARTIC dipilih sebagai akronim dari Start Being Exotic and Ethical.
Hasil dari daur ulang itu, kerap dibawanya saat ada kesempatan ke luar negeri. Di luar dugaan, penjualan dan apresiasinya selalu tinggi.
Varian produk
Berbahan karung semen, heySTARTIC milik Vania mampu membuat daur ulang barang menjadi bernilai, seperti tas tangan, laptop case, dompet, dan lain-lain.
Uniknya, beberapa orang akan mengira bahwa produk itu merupakan produk kulit, bukan daur ulang karung semen. Untuk harga, Vania mematok harga mulai dari Rp 50 ribu – Rp 800 ribu.
Vania mengisahkan, inovasi ini awalnya muncul dari warga yang dibina oleh komunitasnya. Para warga ini dibina mengelola bank sampah di tiga wilayah, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
“Sampah apa pun yang masuk, dipikirin dikelola jadi apa. Bungkus kemasan kopi, koran, dan akhirnya jatuh di kertas semen. Ternyata, punya nilai jual juga di Indonesia,” kata Vania.
Berbagai eksperimen dilalui untuk mendapatkan model dan kualitas seperti yang dipasarkan saat ini. Terutama, untuk mendapatkan pelapis yang tahan lama dan menghasilkan produk dengan kualitas baik.
Menurut Vania, pelapis yang digunakan benar-benar ramah lingkungan dan tahan air. Dalam menjalankan heySTARTIC, Vania dibantu 11 orang warga yang dibinanya.
“Kalau ada project besar, mereka bisa jadi supervisor di daerah mereka. Plus, kalau ada workshop mereka juga bisa jadi pelatihnya,” ujar Vania.
Selain itu, dalam tim manajemen heySTARTIC, Vania melibatkan anak-anak muda, mulai dari siswa SMA hingga mahasiswa. Demikian pula para relawan yang terlibat dalam berbagai kegiatan sosial.
“Jadi yang support untuk workshop sebagai co-facilitator misalnya, dari anak SMA sampai kuliahan paling banyak,” kata dia.
Selalu belajar
Membangun usaha daur ulang tak semudah membalikkan telapak tangan. Dengan susah payah, Vania ingin produk dari daur ulang karung semen itu tak hanya disukai warga dunia, tapi bisa juga diminati oleh konsumen Tanah Air.
Untuk itu, pada 2016, Vania mengikuti Program Wirausaha Inovatif Berbasis Sosial Lingkungan (WIBSL) yang diadakan Innotech dan Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna/Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC).
Dengan mengikuti pelatihan itu, Ia terpilih sebagai juara dalam kompetisi ini. Vania mengaku banyak belajar berbagai hal, terutama dari para pengusaha yang telah mapan.
“Di SETC berproses beberapa bulan, dari karantina, pameran, presentasi. Saat itu menang dan dapat bantuan Rp 50 juta. Banyak dapat support, pengayaan karena dipertemukan dengan para entrepernuer yang sudah establish, ikut pameran-pameran, termasuk di Galeri House of Sampoerna,” ujar peraih Young Eco Hero dari Action for Nature (2008) di Amerika Serikat ini.
Ia juga mengaku mendapatkan kesempatan untuk mendalami mengenai bisnis sosial di SETC.
“Jadi waktu ikut WIBSL Sampoerna dan Innotech itu, kami dipertemukan langsung dengan para praktisi bisnis sosial yang udah mapan di bidangnya. Jadi bisa belajar langsung dari yang sudah 'ngejalanin'. Oh, bisnis sosial itu seperti ini, bisa menggali story-nya,” kata Vania.
Mengenai hal itu, Vania berharap agar produk daur ulang dan ramah lingkungan semakin diminati di Indonesia. Oleh karena itu, untuk saat ini, ia fokus mengembangkan pasar dalam negeri. Alasannya, tujuan dari bisnis sosial yang dijalaninya adalah mengedukasi masyarakat Indonesia soal lingkungan.
Vania berpesan kepada para generasi muda yang ingin berwirausaha, agar mewujudkan mimpi. Tak hanya bermimpi, tetapi juga melakukan aksi. Apalagi, jika bisa bermanfaat bagi masyarakat.
“Business plan terbaik adalah business plan yang dilakukan. Selain direncanakan, juga harus aksi. Percayalah, ketika kita sudah melakukan aksi, banyak hal yang di luar perkiraan kita,” ujar Climate Champion British CouncilEast Asia Region 2010 ini.
(*)