Liputan6.com, Jakarta - Sandiaga Uno, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, kembali menjual saham yang ia miliki di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).
Sandiaga melepas 19 juta saham di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). Melansir laporan keterbukaan informasi dari laman BEI pada Jumat (12/4/2019), transaksi penjualan saham itu terjadi pada 8,9,10, dan 12 April 2019.
Setelah transaksi tersebut, kepemilikan Sandiaga atas saham SRTG turun menjadi 586.365.429 atau setara dengan 21,61 persen, dari sebelumnya 605.365.429 atau sama dengan 22,31 persen saham.
Baca Juga
Advertisement
Dalam keterbukaan informasi BEI, saham SRTG dijual seharga Rp 3.775 per unit. Dengan demikian, nilai transaksi tersebut mencapai Rp 71,7 miliar.
"Tujuan transaksi adalah divestasi," tulis Sandiaga Uno dalam pengumuman di Jakarta, Jumat.
Dengan penjualan saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk sejak Oktober 2018, Sandiaga Uno meraup dana sekitar lebih dari Rp 500 miliar. Adapun status kepemilikan saham oleh Sandiaga Uno tersebut, merupakan kepemilikan langsung dan sesuai dengan Pasal 2 POJK no 11/POJK.04/2017 mengenai keterbukaan informasi pemegang saham tertentu.
Berdasarkan laporan keuangan tahun 2018, pemegang saham SRTG adalah PT Unitras Pertama sebesar 31,68 persen, Edwin Soeryadjaya 31,04 persen, Sandiaga S. Uno 22,62 persen, dan investor publik 14,64 persen.
Hingga pukul 14.27 WIB perdagangan saham sesi pertama di BEI,Jumat 12 April 2019, saham SRTG tercatat Rp 3.760 per unit, naik 10 poin atau 0,26 persen dibanding penutupan, Kamis 11 April 2019 sebesar Rp 3.750 per unit.
Pada periode perdagangan saham di BEI 2 Januari 2019 hingga 11 April 2019, harga saham SRTG telah turun 1,32 persen, dari Rp 2.800 per saham menjadi Rp 3.750 per saham.
Kembali Jual Saham Saratoga
Sebelumnya, Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno kembali jual saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Rabu 10 April 2019, berdasarkan data kepemilikan saham per 31 Maret 2019, kepemilikan saham Sandiaga Uno di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk kini 22,31 persen saham atau sekitar 605,36 juta.
Selain Sandiaga Uno, kepemilikan saham yang mencapai lima persen atau lebih per 31 Maret 2019 yaitu Edwin Soeryadjaya sebesar 31,04 persen atau sekitar 842,21 juta saham dan PT Unitras Pertama sebesar 31,68 persen atau 859,50 juta saham.
Sandiaga Uno kembali menjual saham sebanyak dua kali pada Maret 2019. Ia menjual saham SRTG sebanyak 6,40 juta saham dengan harga Rp 3.776 pada 20 Maret 2019. Kemudian pada 26 Maret 2019, Sandiaga jual saham sebanyak 2 juta saham dengan harga Rp 3.776 per saham. Jadi total saham yang dijual 8,40 juta saham.
Dengan penjualan saham itu, jumlah saham dan persentase kepemilikan saham sebelum transaksi dari 613,76 juta saham atau 22,62 persen menjadi 605,36 juta saham atau 22,31 persen.
Total dana yang diraup dari penjualan saham Rp 31,71 miliar. Adapun tujuan transaksi penjualan saham tersebut untuk divestasi. Sandiaga Uno telah jual saham Saratoga sejak Oktober 2018. Diperkirakan total penjualan saham Saratoga sejak Oktober 2018 itu sekitar Rp 541,71 miliar.
Advertisement
Sandiaga Uno Sumbang 71 Persen Dana Kampanye Prabowo
Sebelumnya, Calon wakil presiden Sandiaga Uno dikabarkan telah mengucurkan duit sekitar USD 100 juta atau setara Rp 1,42 triliun (USD 1 = Rp 14.214) di ajang pilpres 2019. Bahkan, Sandiaga mendominasi sumbangan dana kampanye.
Dilaporkan Bloomberg, Sandiaga yang mengaku telah kehilangan sepertiga hartanya karena mengikuti pilpres telah menyumbang 71 persen dari total dana kampanye.
"Rakyat pada dasarnya memahami pesan bahwa kita ingin meningkatkan ekonomi, menyediakan pekerjaan yang bagus, terutama untuk anak muda, kami ingin fokus untuk menstabilkan biaya hidup, harga makanan," ujar Sandiaga.
Tercatat, total dana kampanye Prabowo-Sandi sebesar Rp 134 miliar dan kontribusi Sandiaga Uno mencapai 95,4 miliar, yang berarti Sandiaga telah menyumbang 71 persen dana kampanye. Sandiaga pun mengaku hartanya menurun.
"Jumlahnya menurun signifikan pada 2018. Saya mungkin sudah kehilangan sepertiga harta saya," lanjut Sandiaga sembari menyebut sudah mengeluarkan sekitar USD 100 juta (Rp 1,42 triliun) untuk kampanye.
Jika klaim USD 100 juta itu benar, maka kontribusinya ke dana kampanye akan meningkat signifikan. Sebab, Februari lalu Sandiaga hanya dilaporkan berkontribusi Rp 95,4 miliar (USD 6,7 juta).
Harta Sandiaga Uno berasal PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Agustus lalu, kekayaan Sandiaga sebesar Rp 5 triliun.
Mayoritas harta Sandiaga Uno berasal dari surat berharga senilai Rp 4,6 triliun. Aset Sandiaga juga tersebar hingga ke apartemen di Boston dan New York, Amerika Serikat (AS).
Namun, kekayaan Sandiaga Uno ketika menjadi cawapres sebetulnya naik daripada saat ia mencalonkan diri sebagai cawagub pada November 2016. Kemudian menjelang pilpres, Sandiaga beberapa kali menjual saham Saratoga untuk keperluan dana kampanye.
Kala itu, laporan harta Sandiaga Uno adalah senilai Rp 3,8 triliun. Artinya, hartanya saat menjadi gubenur justru naik Rp 1,2 triliun.
Sandiaga Janji Akan Beli Kembali Saham Indosat, Ini Kata JK
Sandiaga Uno berjanji akan membeli (buyback) saham PT Indosat Tbk (ISAT) dari tangan investor Qatar. Ketua Tim Pengarah TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Jusuf Kalla (JK) mengatakan janji tersebut tidak sesuai dengan filosofi investasi di Indonesia.
"Kita kan ingin menarik modal asing masuk. Kalau kita buyback (saham PT Indosat) kan justru mengeluarkan investasi yang masuk itu. Kan terbalik daripada filosofi yang ada," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan, idealnya Sandiaga menyediakan jasa telekomunikasi baru yang bisa bersaing dengan Indosat. Selain menambah lapangan pekerjaan, jasa telekomunikasi baru bisa menambahkan penghasilan pajak.
"Kalau yang ada saja di-buyback kan tidak menambah apa-apa. Hanya pindah pemilihkan, toh Indonesia juga dari situ. Ya bukannya soal nasionalisme saja tapi ini kita berangkat dari pemikiran perlunya investasi masuk dalam negeri jangan dikeluarkan," jelas JK.
JK mengingatkan pada dasarnya bisnis jasa telekomunikasi mempertimbangkan nilai investasi. Jika investasi yang masuk besar maka akan memberikan keuntungan yang berlipat. Namun, bila sebaliknya maka tidak akan memberikan dampak positif pada dunia investasi.
"Saya kira sekarang Indosat tidak rugi cuma keuntungannya kecil. Jadi ya semua begitu, kecil, karena persaingan begitu banyak dan teknologi berkembang terus jadi investasi terus. Nah kalau begitu kurang investasi kalah dengan yang lain karena begitu banyak variasi-variasi dari teknologi itu," kata JK.
Advertisement