Penangkapan Bos WikiLeaks Dianggap Sebagai Ancaman Kebebasan Pers

Pengamat menilai, tuduhan yang dilimpahkan kepada Julian Assange adalah bentuk serangan terhadap kebebasan pers.

oleh Afra Augesti diperbarui 12 Apr 2019, 18:05 WIB
Foto yang diunggah Julian Assange, pendiri WikiLeaks, usai pencabutan dakwaan pemerkosaan yang dituduhkan kepadanya (Twitter/@JulianAssange)

Liputan6.com, London - Pada hari Kamis kemarin, bos WikiLeaks, Julian Assange, ditangkap oleh polisi Inggris dari tempatnya mendapatkan suaka, Kedutaan Besar Ekuador di London. Ia dinyatakan bersalah lantaran telah melanggar jaminan dari pemerintah Britania Raya.

Jaksa penuntut di distrik timur Virginia merilis sebuah surat dakwaan terhadap Assange yang telah disegel sejak Maret 2018. Kini, lembar tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah AS agar bisa mengekstradisi Assange dari Inggris ke Alexandria untuk menghadapi persidangan.

Lembar tuduhan yang dilimpahkan untuk pendiri WikiLeaks, Julian Assange, dianggap oleh sejumlah pengamat sebagai ancaman kebebasan pers yang fundamental dan berdampak pada penghancuran jurnalisme.

Para akademisi dan aktivis mengutuk sejumlah besar dakwaan yang dikatakan bisa merusak kegiatan dasar jurnalisme yang dilindungi oleh amandemen pertama konstitusi AS.

Yochai Benkler, seorang profesor hukum di Harvard University --yang menulis studi besar tentang implikasi hukum penuntutan terhadap WikiLeaks-- mengatakan, lembar tuduhan itu berisi beberapa "elemen yang sangat berbahaya yang bisa menimbulkan risiko signifikan terhadap pelaporan keamanan nasional.

Carrie Decell, staf pengacara dari Knight First Amandment Institute di Columbia University, menyampaikan dakwaan itu "beresiko memantik perang dingin antara pemerintah AS dan para pemburu berita."

Dia menambahkan, nada dakwaan dan surat penangkapan yang ditunjukkan ke publik dari Departemen Kehakiman, menyiratkan bahwa pemerintah AS menginginkan hal lain.

"Banyak tuduhan yang benar-benar dilindungi oleh amandemen pertama, terkait aktivitas jurnalistik. Itu sangat mengganggu kami," ucap Decell, dikutip dari The Guardian, Jumat (12/4/2019).

Di antara frasa yang terkandung dalam dakwaan yang memicu keributan antara lain:

1. "WikiLekas adalah bagian dari konspirasi yang dilakukan oleh Assange dengan 'menyetir' Chelsea Manning (mantan tentara AS yang kini transgender) untuk memberikan informasi dan catatan rahasia dari sejumlah departemen dan lembaga AS."

Menurut Decell, ini adalah fungsi dasar yang dilakukan dalam jurnalisme agar bisa memperoleh informasi valid tentang kegiatan pemerintah, dengan memanfaatkan sumber-sumber terkait demi kepentingan publik.

2. "WikiLeaks adalah bagian dari konspirasi bahwa Assange mengambil langkah-langkah untuk menyembunyikan jati diri Manning sebagai sumber pengungkapan catatan rahasia AS."

Melindungi identitas sumber adalah batu fondasi dari banyak laporan investigasi dan keamanan nasional. Tanpa hal ini, sumber itu tidak akan mau membocorkan informasi yang ia ketahui dan pers tidak dapat memenuhi perannya sebagai pemegang kode etik jurnalistik.

3. "WikiLeaks adalah bagian dari konspirasi bahwa Assange dan Manning menggunakan layanan percakapan daring Jabber untuk berkolaborasi dalam akuisisi dan penyebaran catatan rahasia."

Jabber adalah alat komunikasi yang sama fungsinya dengan Dropbox, yang secara rutin digunakan oleh awak media yang bekerja menggunakan whistleblower.

 


Cuma Pelanggaran Kecil?

Pendiri Wikileaks Julian Assange yang masih bertahan di bawah perlindungan pemerintah Ekuador (AP/Rex Features)

Selain itu, tuduhan kunci yaang dilayangkan kepada Julian Assange adalah ia secara aktif membantu Manning untuk memecahkan kata sandi. Kode ini memungkinkan Manning mendapatkan akses masuk ilegal ke komputer-komputer militer AS --juga secara anonim.

Pada saat itu, pada 2010, Manning bekerja sebagai analis intelijen di pangkalan operasi di luar Baghdad, Irak.

Di satu sisi, para pengamat media pada umumnya menanggapi tudingan itu dengan santai dan mandiri, karena pada dasarnya inti dari dakwaan tersebut hanya menuduh Assange telah melanggar undang-undang ITE tentang peretasan komputer --khususnya Computer Fraud and Abuse Act.

Bradley P Moss, wakil eksekutif James Madison Project --sebuah kelompok kepentingan publik yang berfokus pada intelijen AS dan keamanan nasional-- menegaskan dirinya tidak terpengaruh oleh tuduhan yang digarisbawahi "hanya sebatas peretasan."

"Saya tidak khawatir tentang konsekuensi kebebasan pers, baik di AS atau di tempat lain. Apa yang dilakukan Julian Assange adalah apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang wartawan," bebernya.


Protes Keras

Ilustrasi WikiLeaks.

Namun kekhawatiran akan dampak mengerikan dari penuntutan itu dicap telah merajalela. The Center for Constitutional Rights atau Pusat Hak-Hak Konstitusional, di mana mendiang presiden Michael Ratner menjadi pengacara Assange di AS, memperingatkan adanya ancaman yang ditimbulkan oleh dakwaan terkait, sebab bisa membuat seorang presiden di Gedung Putih memusuhi media.

"Ini adalah langkah mengkhawatirkan untuk menghukum wartawan, terlebih bagi mereka yang kerap diejek oleh Donald Trump sebagai gudangnya fake news," menurut keterangan lembaga tersebut.

Dua kelompok advokasi yang bekerja di bidang kebebasan pers juga sependapat dengan mereka. The Committee to Protect Journalists atau Komite Perlindungan Jurnalis merinci bahwa bunyi dakwaan berisi "argumen hukum tentang jurnalis yang meminta informasi atau berinteraksi dengan narasumber untuk pelaporan investigasi dan publikasi informasi, demi kepentingan masyarakat luas."

Freedom of the Press Foundation bahkan berkomentar: "Entah itu Anda suka atau tidak suka dengan Assange, namun tuduhan terhadapnya adalah ancaman kebebasan pers yang serius dan harus diprotes dengan keras oleh semua orang yang peduli dengan amandemen pertama konstitusi AS."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya