Pelaku Perundungan Masuk Kategori Gangguan Kejiwaan

Perilaku perundungan dalam bentuk apapun termasuk dalam kategori gangguan kejiwaan (destructive behavior disorder).

oleh Arie Nugraha diperbarui 13 Apr 2019, 13:01 WIB
Ilustrasi Foto Bullying (iStockphoto)

Liputan6.com, Bandung Perilaku perundungan atau bullying dalam bentuk apapun termasuk dalam kategori gangguan kejiwaan (destructive behavior disorder). Destructive behavior disorder adalah gangguan tingkah laku serta tingkah menentang.

Menurut Kepala Kelompok Staf Medis (KSM) Ilmu Kedokteran Jiwa RSHS Bandung, Veranita Pandia, gangguan kejiwaan itu timbul karena adanya figur otoritas. Contohnya untuk kelompok anak, kata Veranita, sering kali tidak menyukai adanya aturan disiplin di sekolah maupun di rumah.

"Kenapa itu terjadi? Karena biasanya secara pola asuh itu inkonsisten. Bahkan ada orangtua yang tidak memiliki aturan pada anak-anaknya. Sehingga anak itu bingung ketika suatu saat dia ditegur, padahal enggak ada aturannya nih. Nah ada juga yang aturannya ada, tapi orangtuanya kadang menerapkan aturan itu, kadang tidak menerapkan aturannya. Memang betul dari segi kejiwaan, segala sesuatu yang terjadi gangguan jiwa tidak bisa berdiri sendiri. Enggak hanya pola asuh saja," kata Veranita, Bandung, Jumat, 12 April 2019.

Veranita mengatakan, faktor lain yang memengaruhi gangguan kejiwaan pelaku perundungan yaitu biologis, psikologis, dan sosial.

Faktor biologis dipengaruhi oleh kerentanan genetik dari orangtua diduga pengguna napza, memiliki kepribadian ambang, anti-sosial atau psikopat. Hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya gangguan destructive behavior disorder.

Selain melakukan penentangan, pelaku perundungan memiliki gangguan tingkah laku.

"Prinsipnya anak-anak atau remaja tersebut tidak suka dengan norma-norma atau aturan-aturan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, bahkan melanggar. Jadi mereka ini cenderung tidak peduli dengan norma-norma yang berlaku," ujar Veranita.

 

Saksikan juga video berikut ini:


Pelaku memiliki rasa bersalah yang minim

Kasusnya seperti peristiwa perundungan kepada ABZ, remaja korban perundungan oleh tiga orang remaja lainnya yang baru-baru ini viral. Usai melakukan perundungan dan diperiksa di kantor kepolisian, terduga pelaku perundungan sempat menggunggah swafoto mereka.

Itu menunjukkan, jelas Veranita, sebagian besar pelaku perundungan memiliki rasa bersalah yang sangat minim. Perilaku tersebut merupakan cikal bakal kepribadian anti-sosial.

"Kebanyakan menurut penilitian, pola asuh di sini sangat berperan dalam hal itu. Jadi dalam hal ini peran orangtua--apalagi zaman sekarang--banyak tantangannya. Waktu kita kurang bersama dengan anak. Sudah (waktu) kurang, kita sibuk dengan gadget kita juga. Kita lupa menerapkan aturan, bahkan saat kita capai tidak menerapkan aturan itu," jelas Veranita.

 


Terlihat saat remaja

Kurang ketatnya penerapan disiplin terhadap anak, akan terlihat saat ia memasuki usia remaja. Idealnya, aturan, norma dan perilaku sosial harus diterapkan dari sejak usia anak.

Saat usia anak, aturan mengenai perilaku yang boleh dilakukan dan tidak akan terbawa sampai memasuki usai remaja. Memasuki usia remaja, peran orangtua akan diabaikan dalam hal penerapan aturan yang diberlakukan.

"Karena dia sudah masuk ke fase bersama dengan teman-temannya. Orangtua hampir - hampir tidak diperdulikan lagi oleh anak dan juga fisiknya sudah besar. Sehingga banyak sekali yang datang kepada saya itu, orang tuanya kelihatannya sangan lemah apalgi ayahnya di luar kota. Ibunya sudah tidak berdaya untuk menghadapi anaknya yang sudah remaja," terang Veranita. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya