Biaya Kampanye Hitam Sawit Italia 5 Kali Lebih Besar dari Dana Promosi Coca Cola

Dengan adanya kampanye hitam ini, masyarakat di MaItalia sudah memiliki persepsi negatif sendiri terhadap kelapa sawit.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Apr 2019, 20:06 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kampanye hitam minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) oleh Uni Eropa bukan hal yang baru lagi. Kali ini, Komisi Eropa telah mengadopsi Delegated Regulation no. C (2019) 2055 Final tentang High and Low ILUC Risk Criteria on biofuels pada tanggal 13 Maret 2019.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, iklan kampanye hitam kelapa sawit gencar dilakukan oleh Eropa salah satunya Italia. Negara itu, bahkan mengeluarkan biaya 5 kali lebih besar dan masif dari pada iklan Coca Cola.

"Kampanye hitam telah berjalan lama, dan masih seperti apa adanya yang ceritakan ada perusahaan Italia penghasil coklat. Dia bilang itu biaya promosi untuk kampanye negatif itu 5 kali lebih besar dari biaya promosi Coca Cola," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Dengan adanya kampanye hitam ini, masyarakat di negara tersebut pun sudah memiliki persepsi negatif sendiri terhadap kelapa sawit. "Itu menunjukkan bahwa persepsi mengenai kelapa sawit sudah terbentuk di sana bukan hanya di parlemen tapi dimasyarakatnya," jelas Darmin.

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah ketika berkunjung ke Brussel beberapa waktu lalu pun menemui sejumlah pihak untuk menjelaskan pentingnya kelapa sawit bagi Indonesia dan keberlanjutannya ke depan bagi dunia.

"Kita menemui Wakil Presiden Parlemen Eropa Heidi Hautala dan beberapa anggota parlemen. Lalu komisi Eropa Miguel Arias Canete, Commissioner for Climate Action and Energy dan Karmenu Vella, Commissioner Environment, Maritime Affairs & Fisheries," jelas Menko Darmin.

Selain itu, delegasi Indonesia juga menemui Dewan Eropa Jaroslaw Pietras, DG of Transport, Energy, Environment, Education, General Secretariat of European Council. Serta Perusahaan bidang biodiesel dan perusahaan multinasional lain yang memiliki hubungan bisnis dengan Indonesia seperti Ferrero, Michelin dan Airbus.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menko Luhut Tegaskan Bakal Lawan Diskriminasi Sawit oleh UE

Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, akan terus melawan segala bentuk kampanye hitam yang dilakukan Uni Eropa (UE) terkait produk minyak kelapa sawit atau CPO Indonesia.

Sebab, diskriminasi yang dilakukan pihak Eropa ini pun akan berdampak bagi para petani sawit di Indonesia.

"Kita akan lawan. Karena dampaknya pasti banyaklah petani kita nanti jadi harganya turun kan menderita," kata dia saat ditemui di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/3/2019). 

Luhut mengatakan, imbas dari diskriminasi minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh pihak Uni Eropa, Pemerintah Indonesia akan mengkaji untuk memboikot terhadap beberapa produk Eropa. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas perlawanan yang dilakukan pemerintah.

"Kita serius mempertimbangkan ini (pemboikotan) kalau sekarang 20 juta rakyat kita menjadi sengsara gara gara itu. Presiden (Jokowi) tidak mau rakyatnya sengsara gara-gara itu dan Presiden bilang lawan!," tegasnya.

Meski perlakuan ini, ia mengakui akan berdampak pada perang dagang antar kedua negara ini, tapi pemerintah tetap memperkuat untuk memboikot produk-produk asal Eropa.

"Kita tidak mau (perang dagang terjadi) tapi kalau kita terus membela petani kita terus lakukan," pungkasnya.


Uni Eropa Tangkis Isu Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia

Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Uni Eropa (UE) resmi membantah melakukan pelarangan dan diskriminasi minyak sawit. Minyak sawit Indonesia pun disebut masih diterima.

"Penting juga diingat bahwa pasar Uni Eropa, 28 Negara Anggota, sepenuhnya terbuka bagi minyak sawit. Tidak ada sama sekali larangan terhadap minyak sawit," tulis Uni Eropa dalam rilis resmi yang diterima Liputan6.com.

Yang disorot UE dalam Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive, REDII) juga bukan hanya minyak sawit, melainkan juga oil crops seperti bunga matahari, rapeseed, dan kedelai yang berpotensi mengakibatkan deforestasi tidak langsung. 

Menurut REDII, itu terjadi ketika lahan untuk produk makanan diganti untuk produksi biofuel. Akibatnya, hutan dan lahan gambut berpotensi jadi sasaran demi mengganti lahan yang dipakai untuk biofuel, sehingga terjadi deforestasi tidak langsung.

"Peraturan diperlukan untuk memastikan produksi bahan baku untuk biofuel merupakan bahan berkelanjutan dan tidak menyebabkan deforestasi melalui perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land use change, ILUC)," tulis UE.

Selain itu, UE juga membantah adanya diskriminasi terhadap produk minyak sawit. Pasalnya, ada kabar bahwa ada preferensi terhadap minyak bunga biji matahari dan kedelai. "Tidak ada biofuel atau bahan baku tertentu yang menjadi target. Semua minyak nabati diperlakukan setara. Minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati buruk," tulis UE.

Selain menepis tudingan diskriminatif, pihak EU juga terus membuka ruang dialog. Sebelumnya, UE juga mempersilahkan Indonesia untuk membawa kasus minyak sawit ke World Trade Organization (WTO).

"Aturan pelaksanaan dari Komisi Eropa ini bukan suatu awal maupun akhir dari proses kebijakan. Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," kata Vincent Guérend, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya