Liputan6.com, Jakarta - Debat kelima calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2019 akan berlangsung pada Sabtu malam (13/4/2019).
Debat terakhir ini akan mengusung tema ekonomi, kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, dan industri.
Direktur Riset dan Investasi Kiwoom Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, debat terakhir capres dan cawapres akan sangat menentukan gerak indeks harga saham gabungan (IHSG) ke depan di bursa saham. Lantaran, salah satu sub-tema yang akan dibahas pada sesi debat itu ialah mengenai investasi.
Baca Juga
Advertisement
"Ada kemungkinan untuk mempengaruhi iklim investasi. Karena bagi kami yang bergerak di bidang capital market, investasi dan ekonomi jelas pilihan utama," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (13/4/2019).
Meski begitu, dirinya belum bisa memastikan bagaimana iklim investasi di pasar modal usai debat terakhir berlangsung. "Apakah Jokowi atau Prabowo yang terpilih, namun yang pasti after quick count akan menjadi penentu gerak indeks berikutnya," ucap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Melihat Prospek Laju IHSG Saat Tahun Politik
Sebelumnya, pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) tinggal hitungan hari. Bila melihat pelaksanaan pemilu langsung sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif. Lalu bagaimana potensi IHSG pada 2019 yang juga merupakan tahun politik?
Bila melihat pergerakan IHSG yang dikutip dari data yahoofinance, IHSG tumbuh positif pada tahun penyelenggaraan pemilu.
Pada 1999, IHSG tumbuh sekitar 69,84 persen dari posisi 398,04 pada 30 Desember 1998 menjadi 676,92 pada 30 Desember 1999.
Selanjutnya pada 2004, IHSG menguat 44,3 persen dari posisi 693,03 pada 30 Desember 2003 menjadi 1.000,23 pada 30 Desember 2004.
Lalu kinerja IHSG meningkat 87,01 persen pada 2009. IHSG naik dari posisi 1.355,41 pada 30 Desember 2008 menjadi 2.534,3 pada 30 Desember 2009.
Selain itu, IHSG menguat 22,27 persen dari posisi 4.274 pada 30 Desember 2013 menjadi 5.226 pada akhir Desember 2014.
Direktur PT Panin Asset Management, Rudiyanto menuturkan, pergerakan IHSG masih akan positif pada 2019. Hal itu akan ditopang sentimen internal dan eksternal. Dari internal, diharapkan pelaksanaan pemilu dapat berkontribusi positif untuk IHSG.
Rudiyanto mengatakan, bila melihat data historis, IHSG menguat pada tahun penyelenggaraan pemilu. Hal ini mengingat ketidakpastian akan berkurang.
"Kami perkirakan IHSG akan sentuh posisi 7.200-7.400 pada 2019. Ini melihat historical pemilu, selain itu kebijakan suku bunga ditahan, dan normalisasi neraca (bank sentral AS-red) disetop juga positif untuk likuidasi. IHSG akan menguat," ujar Rudiyanto saat dihubungi Liputan6.com.
Meski demikian, Rudiyanto menuturkan, pelaku pasar juga cenderung wait and see jelang pemilu. Hal ini dilihat dari pergerakan IHSG pada kuartal I 2019. Kinerja IHSG hanya tumbuh 4,4 persen ke posisi 6.468 pada 29 Maret 2019.
Rudiyanto menambahkan, Bank Indonesia (BI) berpeluang turunkan suku bunga acuan juga menjadi katalis positif. BI diperkirakan pangkas suku bunga pada akhir 2019.
BI menurunkan suku bunga akan didorong dari inflasi tetap terkendali dan kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve yang menahan suku bunga. Ia menambahkan, faktor kebijakan bank sentral AS mendominasi pergerakan IHSG.
Advertisement
Selanjutnya
Sementara itu, Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji memperkirakan, IHSG sentuh posisi 6.675 dalam jangka pendek.
Memasuki awal kuartal II 2019, Nafan menilai pelaku pasar masih wait and see terutama menyambut penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) 2019. Akan tetapi, IHSG berpotensi menguat kalau dilihat secara historikal.
"Rata-rata IHSG tumbuh 55,98 persen dari pelaksanaan pemilu 1999,2004,2009, dan 2014. Secara historical cenderung menguat. Pelaku pasar akan mulai berani masuk usai pemilu menunjukkan hasil positif,” ujar dia saat dihubungi pada 4 April 2019.
Adapun sentimen lainnya yang akan pengaruhi yaitu lembaga pemeringkat internasional Fitch Rating yang menyebutkan prospek Indonesia masih stabil juga jadi katalis positif dan kategori investment grade.
Selain itu, stabilitas fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga, meredanya sentimen perang dagang antara AS-China, dan berakhirnya rezim suku bunga tinggi bagi bank sentral dunia akan topang IHSG ke depan.
"Namun ketidakpastian Brexit, geopolitik, negosiasi perdagangan AS-China dan ancaman defisit neraca dagang akibat tergantung impor juga jadi hambatan," kata dia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen menuturkan, pelaksanaan pemilu tidak terlalu signifikan terhadap pergerakan IHSG. Apalagi masyarakat Indonesia dinilai sudah dewasa dalam penyelenggaraan pemilu.
"2004, 2009, dan 2014 tidak ada hal signifikan. Memang ada yang lebih tinggi dan stabil setelah pemilu," ujar dia.