Bakar Jaket di Depan Gedung Putih, Pria Berkursi Roda Dibekuk Secret Service AS

US Secret Service yang mengurus kasus itu mengatakan bahwa pihaknya telah memadamkan api saat insiden itu terjadi dan langsung memberikan pertolongan pertama.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 13 Apr 2019, 14:10 WIB
White House atau Gedung Putih. (AP)

Liputan6.com, Boston - Seorang pria dengan kursi roda nekat membakar jaket miliknya di luar pagar Gedung Putih, Amerika Serikat pada Jumat, 12 April 2019 waktu setempat. Tim Secret Service AS kemudian membekuk dan menghentikan aksinya.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu (13/4/2019), agen Secret Service AS memadamkan api dari jaket pria tersebut kemudian menyeretnya ke sebuah patung di dekat Lapangan Lafayette. Pelaku lalu diberikan pertolongan pertama dan setelahnya dibawa ke rumah sakit dengan luka yang tak membahayakan nyawa.

Aktivis berusia 57 tahun bernama Daniel Kingery mengatakan, pelaku membakar jaket kemudian memegangnya di tengah demonstrasi.

Akibat kejadian ini, petugas keamanan Gedung Putih juga menutup jalanan di kawasan tersebut. Wilayah yang sebelumnya bisa dijadikan lokasi bagi pejalan kaki juga ditutup untuk umum. Setidaknya sebagian kompleks Gedung Putih ditutup.

Seorang reporter CNN di Twitter mengutip juru bicara Secret Service mengatakan tak ada ancaman terhadap Presiden AS Donald Trump.

Insiden itu terjadi tak lama setelah Trump berbicara di Gedung Putih tentang jaringan 5G negara.


Menentang Donald Trump, Ribuan Orang Demo Gedung Putih

Donald Trump telah mengancam penutupan sangat lama terhadap pemerintah AS apabila pendanaan untuk pembangunan tembok perbatasan tidak direstui. (AP File)

Aksi demo sebelumnya pernah terjadi tahun 2017. Aksi menentang kebijakan imigrasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump digelar pada Minggu 29 Januari 2017 waktu setempat. Para demonstran turun ke jalan, meneriakkan tuntutan, dan melambaikan poster.

Demonstrasi menentang perintah eksekutif (executive order) Trump yang melarang masuknya warga dari tujuh negara muslim digelar di Boston, Philadelphia, New York, Washington, Los Angeles, dan sejumlah kota lainnya.

Protes ribuan orang, yang menjadi bagian dari gelombang kemarahan yang meledak di bandara-bandara seluruh Negeri Paman Sam Sabtu lalu belum menunjukkan tanda-tanda mereda

"Energi dan kemarahan yang meluap membuatku harus melakukan sesuatu," kata Jan Rudzinski seperti dikutip dari USA Today.

Perempuan itu bergabung dalam aksi yang digelar Philadelphia. Sejumlah poster berisi ungkapan solidaritas terhadap umat muslim dipampang di tengah demonstrasi.

Di antaranya bertuliskan, "Welcome Muslims" dan "Let them in".

 


Demo di Negara Bagian Lain

Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara AS Melania Trump di Air Force One di USAF Joint Base Pearl Harbor Hickam, Hawaii pada 4 November 2017, jelang keberangkatan menuju Tokyo, Jepang (Andrew Harnik/Jepang)

Sementara itu di Washington DC, pernah ada ribuan orang berbaris dan berkumpul di luar Gedung Putih.

Di New York, sang wali kota Bill de Blasio bergabung dengan massa demonstran.

"Demi nilai-nilai yang dianut kota ini," kata dia yang ikut aksi di Battery Park.

Sementara, di tempat yang sama, Senator Demokrat Charles Schumer mengecam keputusan Trump.

"Perintah Trump justru memberanikan dan menginspirasi para teroris di seluruh dunia," kata dia.

Di Boston, ribuan orang berkumpul di Copley Square, sejumlah orang membawa poster bertuliskan "Brown and proud" dan "No wall no ban."

"Bisakah Anda mendengar kami, Washington," kata Wali Kota Boston, Marty Walsh.

"Kami berdiri kokoh di Boston untuk mendukung dan melindungi semua rakyat dan kami tak akan mundur #NoBanNoWall," cuit dia di Twitter.

Sejumlah demonstran juga menargetkan sejumlah bandara besar, dari Los Angeles, Chicago, hingga New York.

Aksi protes juga digelar di sejumlah alun-alun di seluruh negeri, juga bandara-bandara kecil seperti di Bangor, Maine, Bloomington, hingga Boise.

Perintah eksekutif yang ditandatangani Jumat lalu untuk sementara melarang masuknya semua pengungsi ke AS selama 120 hari, menghentikan penerimaan pengungsi dari Suriah tanpa batas waktu, dan larangan masuk selama tiga bulan untuk warga dari negara-negara mayoritas Muslim yakni Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman.

Pasca-penandatanganan, para demonstran mulai bergerak menuju sejumlah bandara utama pada Sabtu 28 Januari 2017.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya