[Cek Fakta] Prabowo Sebut Kekayaan Indonesia Mengalir ke Luar Negeri, Benarkah?

Dalam debat kelima pilpres, Prabowo menyebut kekayaan Indonesia mengalir ke luar negeri.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 13 Apr 2019, 21:35 WIB
Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat Debat Kelima Pilpres 2019. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyebut bahwa kekayaan Indonesia mengalir ke luar negeri. Menurut Prabowo, hal ini juga diakui oleh pemerintah.

Hal ini disampaikan Prabowo saat menyampaikan visi misinya dalam Debat Kelima Pilpres 2019, di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019).

"Diakui oleh pemerintah skarang, kekayaan Indonesia mengalir ke luar negeri," kata Prabowo.

 


Penelusuran Fakta

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyebut bahwa kekayaan orang Indonesia sebesar US$ 250 milliar atau sekitar Rp 3.250 triliun disimpan di luar negeri. 

Hal ini dikutip dari artikel detik.com dengan judul 'Sri Mulyani: Kekayaan WNI di Luar Negeri Rp 3.250 T, Rp 2.600 T di Singapura'.

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan US$ 250 milliar atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan orang Indonesia disimpan di luar negeri. Sebanyak US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.600 triliun di antaranya berada di Singapura.

"Studi oleh satu konsultan international yang cukup kredibel menjelaskan bahwa dari US$ 250 milliar atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan high net worth individual, yaitu orang-orang yang memiliki kekayaan sangat tinggi dari Indonesia yang ditempatkan di luar negeri terdapat sekitar US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.600 triliun yang disimpan di negara Singapura sendiri," kata Sri Mulyani di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (20/9/2016).

Sri Mulyani menjelaskan, dari total nominal yang ditempatkan di Singapura sekitar US$ 50 miliar atau sekitar Rp 650 triliun disimpan dalam bentuk non investable asset dalam bentuk real estate sedangkan yang US$ 150 miliar atau sekitar Rp 1.950 triliun diinvestasikan dan disimpan dalam bentuk investable asset seperti contohnya deposito atau surat berharga, serta saham.

"Data mengenai jumlah harta orang-orang di Singapura yang berjumlah lebih dari Rp 2.500 triliun tersebut belum termasuk data dari dana serta harta yang disimpan di negara atau yuridiksi lainnya, seperti Hong Kong, Macau, Labuan, Luxemburg, Swiss, dan negara-negara tax haven lainnya, termasuk Panama," paparnya.

Mantan Direktur Bank Dunia tersebut juga menyampaikan data yang dirilis oleh Bank Indonesia, terkait posisi investasi international Indonesia pada triwulan satu 2016 yang berjumlah sebesar US$ 214.6 miliar atau sekitar Rp 2.800 triliun.

"Data ini belum termasuk aset Warga Negara Indonesia yang dimiliki oleh special purpose vehicle (SPV) yang berada di luar negeri yang menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah dari WNI," terang Sri Mulyani.

Hal ini yang kemudian, menurutnya menjadi salah satu masih rendahnya tax ratio di Indonesia. Apalagi dibandingkan dengan negara kelas menengah lainnya di dunia.

Tax ratio Indonesia tahun 2012 adalah 11,89% sedangkan negara tetangga kita Malaysia ada di 15,6%, Singapura 13,85%, dan Filipina 12,89%, serta Thailand 15,45%.

"Ini karena masih banyaknya wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di dalam dan di luar negeri, serta belum dikenai pajak di Indonesia," tukasnya.

Selain itu, pemerintah pada 2017 tengah berupaya mengejar ribuan triliun harta WNI di Luar Negeri. Hal ini disampaikan Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, sebagaimana artikel yang dikutip dari Liputan6.com dengan judul 'Ini Cara RI Kejar Ribuan Triliun Harta WNI di Luar Negeri'.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang implementasi pertukaran data keuangan secara otomatis antarnegara (Automatic Exchange of Information/AEoI) pada 2018, pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Era keterbukaan data ini diyakini akan memberikan keuntungan bagi Indonesia bersama 101 negara komitmen AEoI.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengungkapkan, penerapan AEoI antar negara dilatarbelakangi berbagai hal, di antaranya banyaknya pusat keuangan offshore (OFC), marak penghindaran pajak, dan perencanaan pajak yang sangat agresif.

"Rugi kalau kita tidak ikut AEoI," tegas dia saat acara Seminar Nasional Komitmen Indonesia atas Implementasi AEoI 2018 di Hotel JS. Luwansa, Jakarta, Jumat (3/3/2017).

Lebih jauh dijelaskan John, deklarasi aset di luar negeri melalui program pengampunan pajak (tax amnesty) hingga saat ini baru mencapai Rp 1.016,99 triliun. Sementara kajian dari McKinsey, harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang terparkir di luar negeri lebih besar dari jumlah yang diungkap dalam tax amnesty.

"Kalau kita tidak ikut AEoI, sulit bagi pemerintah untuk melacak aset tersebut di luar negeri. Tapi dengan pertukaran informasi ini, kita bisa trace harta itu. Itu keuntungan pertama," ungkapnya.

Adapun beberapa data jumlah harta kekayaan WNI yang disimpan di luar negeri, antara lain:

- McKinsey mengestimasi sekitar US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun aset WNI di luar negeri

- Data Credit Suisse Global Wealth Report dan Allianz Global Wealth Report (diolah) menunjukkan aset WNI di luar negeri sekitar Rp 11.125 triliun

- Bank Indonesia memperkirakan jumlah harta kekayaan WNI di luar negeri sebesar Rp 3.147 triliun (sumber: Kar and Spanjers (2015), Tax Justice Network (2010) dan Global Financial Integrity (2015).

- Berdasarkan data primer, Kementerian Keuangan memprediksi total aset WNI di luar negeri minimal sebesar Rp 11.000 triliun.

John menambahkan, keuntungan kedua ikut pertukaran informasi antar negara untuk kepentingan perpajakan, akan menimbulkan aspek keadilan pembiayaan negara melalui pembayaran pajak.

"Keuntungan ketiga, kita bisa menunjukkan kredibilitas Indonesia kepada dunia bahwa kita berkomitmen ikut AEoI. Kredibel di sektor keuangan karena kita menganut transparansi. Indonesia kan anggota negara G20, mulai dari Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi, kita menunjukkan komitmennya," dia menegaskan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia akan masuk ke era keterbukaan informasi untuk perpajakan atau AEoI pada 2018. Sebanyak 101 negara di dunia sepakat melakukan pertukaran informasi tersebut.

"Indonesia buka data dari lembaga keuangan dan bertukar informasi dengan negara lain. Ini komitmen 101 negara di dunia," jelas Sri Mulyani.

pabila tidak patuh dengan kebijakan global itu, akan ada konsekuensi bagi Indonesia. "Kalau tidak comply, kita bisa dikucilkan negara lain. Dianggapnya negara yang tidak punya kemampuan," tegas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya