Bikin Heboh Publik, Brand Mewah Diklaim Plagiat Desain Busana Suku Pedalaman di Laos

Tak hanya warna, motif yang digunakan brand mewah asal Italia ini dinilai sangat mirip dengan ciri khas busana suku pedalaman di Laos.

oleh Asnida Riani diperbarui 15 Apr 2019, 12:08 WIB
Rancangan gaun dari brand Max Mara yang disebut curi desain busana suku pedalaman di Laos. (dok. Max Mara)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah grup asal Laos mengklaim brand mewah asal Italia, MaxMara, telah dengan sengaja meniru desain salah satu suku lokal, Oma, tanpa kompensasi, bahkan tak menyertakan nama komuniti tersebut.

Dilansir dari Buzzfeed, Senin (15/4/2019), Oma adalah suku kecil di utara Laos, di mana beberapa di antaranya juga diketahui berada di barat laut Vietnam dan bagian selatan Tiongkok.

Diestimasikan, terdapat tak lebih dari dua ribu warga suku Oma yang tinggal di Laos. Salah satu suku pedalaman ini dikenal lewat kecantikan busana dengan desain nan khas berhias wara-warna kontras membentuk pola cantik.

Desain busana unik ini, dikatakan Traditional Arts and Ethnology Centre (TAEC), telah digunakan MaxMara sebagai rancangan produk mereka. Grup yang berlokasi di Luang Prabang, Laos, ini merupakan organisasi yang membantu seniman lokal, termasuk warga suku Oma, menjual hasil karyanya.

"Selama beberapa tahun belakangan, perempuan Oma telah mulai mendapatkan pemasukan dari menjual kerajinan tangan hasil karya mereka. Bagi warga kecil seperti Oma, hal ini sangat penting untuk meningkatkan nutrisi, kesehatan, dan pendidikan bagi keluarga mereka," kata Tara Gujadhur selaku Co-Director TAEC.

Hal itulah yang membuat TAEC sangat menyayangkan tindakan diklaim plagiat yang dilakukan pihak MaxMara. Kemiripan desain dengan busana suku pedalaman di Laos ini pun diperlihatkan lewat sederet foto yang diunggah pihak TAEC di akun media sosial mereka.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


MaxMara Tak Menjual Produk dengan Harga Murah

Rancangan gaun dari brand Max Mara yang disebut curi desain busana suku pedalaman di Laos. (dok. Instagram @taeclaos/https://www.instagram.com/p/BwA8wEJJqdC/)

Dilansir dari situs resmi MaxMara, Senin (15/4/2019), busana MaxMara sebagai salah satu barang branded tak dilepas ke publik dengan harga murah. Gaun yang diklaim TAEC plagiat saja dipasarkan dengan harga 700 dolar Amerika atau setara Rp 9,8 juta.

"Mari kita sama-sama simak, desain-desain ini tidak menerterakan 'terinspirasi dari' atau 'merepresentasi dari' motif buatan suku Oma. Mereka plagiat. Warna, komposisi, motif, semua sama persis," tulis pihak TAEC di unggahan di akun Facebook mereka, beberapa waktu lalu.

Sampai sekarang, belum ada statement dari pihak MaxMara yang mengonfirmasi tuduhan tersebut. Desainer yang merancang busana tersebut memilih diam seribu bahasa, tidak memberi komentar akan protes yang dilayangkan.

Di sisi lain, TAEC meminta pihak MaxMara untuk mengkaji ulang desain tersebut dan mendonasikan sebagian penghasilan pada organisasi yang mengadvokasi hak-hak suku minoritas dan berkomitmen untuk tak pernah lagi melakukan plagiat desain.


Timbulkan Reaksi Publik

Rancangan gaun dari brand Max Mara yang disebut curi desain busana suku pedalaman di Laos. (dok. Instagram @taeclaos/https://www.instagram.com/p/BwA77PnJbJ2/)

Aksi protes yang dlayangkan pihak TAEC turut membuat warganet turut memberi respons. Lewat deretan komentar di akun Facebook, maupun Instagram TAEC, banyak di antara mereka mengecam apa yang dilakukan MaxMara.

"Apa-apaan ini? MaxMara sudah seharusnya memberi penjelasan atas hal ini sesegera mungkin," tulis salah satu netter. "Apa yang dilakukan harus dipertanggung jawabkan. Harusnya ada komentar dari pihak MaxMara," sambung yang lain.

Komentar-komentar ini pun tak segan me-mention akun MaxMara dalam setiap tanggapan yang diberikan. Kendati sudah sebegitu heboh, tetap belum ada komentar apapun yang dilayangkan pihak MaxMara.

Hal ini membuat publik geram dan akhirnya melancarkan tuduhan-tuduhan tajam pada brand mewah asal Italia tersebut. "Kalau sudah semirip ini, pantas saja tuan dan nyonya Italia itu bungkam saja," sindir salah satu warganet.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya