Wali Kota Gay Ini Resmi Mencalonkan Diri Sebagai Presiden AS 2020

Wali kota South Bend, Indiana, Amerika Serikat resmi mencalonkan diri sebagai presiden AS 2020.

oleh Afra Augesti diperbarui 15 Apr 2019, 13:24 WIB
Wali Kota Pete Buttigieg pada 13 Februari di Chicago. (AFP / Joshua Lott)

Liputan6.com, Washington DC - Pete Buttigieg, wali kota South Bend, Indiana, secara resmi meluncurkan pencalonannya sebagai presiden dalam pemilu Amerika Serikat 2020, pada Minggu 14 April 2019.

Politikus 37 tahun tersebut sebelumnya sudah mengumumkan hal itu dalam rapat umum yang digelar di kota kelahirannya.

Buttigieg mengatakan, ia bersedia mencalonkan diri sebagai presiden AS lantaran ingin memberikan "kisah" berbeda dari 'Make America Great Again'.

"Seperti yang telah ditunjukkan oleh South Bend, tidak ada politik yang benar-benar bersih, ​​yang berputar di sekitar kata. Inilah saatnya untuk meninggalkan masa lalu dan menuju sesuatu yang berbeda total," ujar Buttigieg, dikutip dari The Guardian, Senin (15/4/2019).

"Mereka memanggilku wali kota Pete. Saya putra kebanggaan South Bend, Indiana, dan saya mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat," imbuhnya.

Wali kota yang merupakan pendukung keras LGBT itu, juga mengemukankan bahwa dirinya adalah bagian dari generasi pertama yang tumbuh di tengah maraknya aksi penembakan brutal di sekolah-sekolah di Amerika Serikat dan hidup berdampingan dengan dampak dari perubahan iklim.

Bagi Buttigieg yang memiliki pasangan sesama jenis, Chasten Glezman, pemanasan global menyangkut masalah hidup-mati untuk penerus masa kini. Ini yang ia tegaskan dalam kampanyenya pada pekan lalu, termasuk tema-tema kebebasan, keamanan dan demokrasi.

"Saya berani mencalonkan diri sebagai presiden AS karena saya merasa mewakili suara milenial di kawasan midwestern," ungkapnya.

"Itu bukan hanya tentang memenangkan pemilu, tapi soal menguasai sebuah era. Itu bukan hanya tentang empat tahun ke depan (AS), namun soal persiapan negara kita untuk kehidupan yang lebih baik pada tahun 2030, pada 2040," ujar Buttigieg lagi.

Menyebut bahwa politik adalah urusan personal, Buttigieg bersumpah ia bakal menyediakan fasilitas-fasilitas perawatan kesehatan bagi pasangan sesama jenis, yang menghubungkan legislasi di Washington D.C. dengan kehidupan di seluruh negeri.

Perubahan yang hendak dilakukannya untuk Negeri Paman Sam termasuk mereformasi pemilihan umum, perawatan kesehatan untuk setiap warga Amerika Serikat, keadilan rasial, kesetaraan gender bagi perempuan dan tenaga kerja terorganisir.

 

 

 

 


Visi dan Misi Pete Buttigieg

Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara khusus, Buttigieg pernah ditanya tentang "apa yang akan dia lakukan jika dia berhasil mengalahkan Donald Trump dalam kampanyenya, di mana homofobia menjadi faktor utamanya."

"Aku sudah terbiasa dengan itu sekarang," ungkap Wali Kota Pete. "Aku lahir di Indiana, aku gay seperti ... aku tidak tahu, memikirkan sesuatu yang benar-benar gay, sebegitu gay-nya aku. Jadi aku terbiasa dengan intimidasi."

"Jadi ketika Trump melakukan sesuatu, tidak hanya menargetkan komunitas LGBT tetapi semua hal tentang imigran, menurunkan upah pekerja, menilai orang dari warna kulit, siapa pun yang diserangnya pada saat itu. Anda harus menghadapinya, tetapi Anda tidak bisa membiarkannya menjadi akhir cerita," menurut Buttigieg.

Sejak membentuk komite eksplorasi, Buttigieg telah menerbitkan memoar yang diterima dengan baik oleh rakyatnya. Ia pun melakukan tur keliling studio-studio televisi untuk berkampanya dan hadir di acara penggalangan dana.

Buttigieg baru-baru ini menyebut, ia telah mengumpulkan dana lebih dari US$ 7 juta dalam tiga bulan pertama tahun 2019 untuk kampanye kepresidenannya.

Buttigieg pertama kali terpilih memegang jabatan top di South Bend pada November 2011. South Bend adalah sebuah kota pascaindustri di Indiana yang terkenal sebagai rumah bagi Notre Dame University.

Dia memenangkan pemilihan ulang pada 2015 dan mengetuai Democratic National Committee pada 2017.

Dengan pengalaman politik yang relatif minim, "Wali Kota Pete" --sebagaimana para pendukungnya memanggilnya-- sangat bergantung pada latar belakang yang dimilikinya agar bisa mencalonkan diri sebagai presiden.

Ia sendiri dibesarkan di South Bend, putra dari seorang profesor di Notre Dame University. Ayahnya, yang meninggal pada Januari lalu, beremigrasi dari Malta pada 1970-an.

Buttigieg punya riwayat pendidikan di sekolah-sekolah elite, lulusan Harvard dan Oxford dengan gelar Rhodes Scholar, di mana ia mendapatkan predikat cumlaude.

Setelah habis masa studi, ia bekerja di perusahaan konsultan manajemen internasional "McKinsey and Co" di Chicago dengan gaji enam digit, sebelum akhirnya kembali ke kota asalnya untuk menggeluti dunia politik.

Pada 2009, ia menerima komisi sebagai perwira intelijen di US Naval Reserve dan lima tahun kemudian--dua tahun setelah terpilih sebagai Wali Kota South Bend--Buttigieg dikerahkan ke Afghanistan selama tujuh bulan.

Uniknya, ia juga menguasai bahasa ala orang-orang Midwestern. Biodata diri tentang Buttigieg sudah cukup untuk membuat kolumnis New York Times, Frank Bruni, sempat berpendapat pada Juni 2016 bahwa wali kota muda ini tampaknya sengaja disimpan terlebih dahulu oleh Demokrat untuk nantinya "dikeluarkan" pada momen yang tepat.

"Dia selalu bisa mengatakan hal yang benar, dengan nada yang tepat," tulis Bruni.


Kandidat Termuda dan Gay Pertama dalam Sejarah AS

Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Pete Buttigieg, wali kota muda --yang namanya belum begitu dikenal-- dari South Bend, Indiana, kini menjadi "bintang" baru dalam partai yang menaunginya: Demokrat.

Dengan pencalonannya sebagai presiden AS pada pilpres 2020 nanti, ia akan menjadi satu-satunya kandidat termuda, juga gay pertama dalam sejarah Negeri Paman Sam.

Sebulan yang lalu, Buttigieg tampil di sebuah acara televisi dan mendapat sambutan baik dari para pemirsa di AS, menurut pengamat politik dan publik. Bagi ahli, masyarakat saat ini ingin "mencari wajah baru".

Anggota veteran tim kampanye Obama, David Axelrod, menyebut bahwa Buttigieg adalah sosok yang cerdas, bijaksana, dan menyenangkan.

Sedangkan bagi Andrew Sullivan dari New York Magazine, Buttigieg mungkin adalah saingan terberat Donald Trump di Demokrat.

"Dalam hal gaya, generasi, perilaku, dan latar belakang, Buttigieg adalah orang yang nyaris sempurna untuk menyaingi kekuasaan, usia, temperamen, dan hak istimewa Trump," tulisnya.

"Dalam hal gaya, generasi, perilaku, dan latar belakang, Buttigieg adalah orang yang nyaris sempurna untuk menyaingi kekuasaan, usia, temperamen, dan hak istimewa Trump," tulisnya.

Bahkan, beberapa politikus sayap kanan telah mencatat potensi menonjol dalam diri Buttigieg, kata Seth Mandel dari Washington Examiner.

Ia mengatakan, "Buttigieg orangnya tenang, waras, dan punya humor bagus saat tampil di layar kaca, dan kita harus bisa menghargai itu terlepas dari politik."

Jajak pendapat preferensi Demokrat yang dilakukan baru-baru ini, pun menunjukkan angka yang tinggi untuk Buttigieg, termasuk menempatkannya pada urutan ketiga dalam survei pemilih Demokrat di Iowa.

Memoar pribadinya, "Shortest Way Home", telah muncul dua kali dalam daftar buku terlaris non-fiksi versi New York Times. Ini dicap sebagai sebuah prestasi yang belum pernah dicapai dari buku-buku kampanye para pesaingnya untuk Pilpres Amerika Serikat 2020.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya