Mahfud MD Minta 51 Juta Pemilih Milenial Gunakan Hak Suara

Mahfud mengimbau kepada pemilih milenia untuk tidak golput saat hari pencoblosan.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 15 Apr 2019, 18:32 WIB
Pakar hukum dan tata negara, Mahfud MD menjawab pertanyaa seusai menemui pimpinan KPK, Jakarta, Rabu (27/2). Mahfud Md memenuhi undangan para unsur pimpinan KPK untuk berdiskusi tentang tindak pidana korupsi dan pencegahannya. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai, suara pemilih milenial sangat berpengaruh dan menentukan calon pemimpin yang terpilih pada Pilpres 2019 nanti.

Pada massa kampanye lalu, capres, cawapres, dan para caleg berlomba-lomba merebut suara pemilih milenial. Mahfud meyakini bahwa pemilih milenial sudah menentukan pilihannya. 

"Saya bilang tadi, 51 juta orang pemilih milenial ini. Lho, kalau itu hadir semua atau 90 % saja, itu warna Indonesia ke depan akan ditentukan oleh anak-anak milenial. Dan, anak-anak milenial inilah yang nanti akan mewarisi pemerintahan ini kira-kira satu dekade yang akan datang," tukas Mahfud di Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta, Senin (15/4/2019)

Karenanya, Mahfud mengimbau kepada pemilih milenia untuk tidak golput saat hari pencoblosan. Sebab ia menilai, milenial akan mengawal jalannya pemerintahan.

"Mereka punya alat sekarang yang lebih canggih untuk mengawal pemerintahan, supaya diingat pemerintahan itu tidak kedap terhadap kritik," jelas Mahfud.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Pemilih Milenial Jadi Rebutan

Ilustrasi pemilih surat suara.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, pemilih milenial menjadi magnet bagi para politisi. Khususnya, bagi para calon anggota legislatif (caleg) untuk menggaet suara dari kalangan tersebut.

"Kalangan milenial dianggap 'seksi' karena jumlahnya sekitar 60 juta suara," ujar Siti, seperti dilansir Antara, Senin (22/10/2018).

Hal itu menurut dia membuat para politisi memposisikan dirinya sebagai anak muda atau milenial demi menggaet suara yang jumlahnya sangat signifikan tersebut.

Karena itu, Siti menilai para politisi tersebut dipikirannya memenangkan kontestasi lalu menganalogikan dirinya sebagai milenial dan berusaha semaksimal mungkin menjadi milenial.

"Hal itu tidak masalah asalkan dalam koridor yang benar dan tidak melampaui batas," ucapnya.

Siti mengingatkan, kaum milenial memiliki preferensi sendiri dalam menentukan pilihan politiknya dan tidak bisa disamakan dengan kriteria kalangan di luar mereka.

Dia mencontohkan dirinya yang sudah berusia 60 tahun cenderung memilih kandidat yang kalem dan tidak akan memilih yang cengengesan.

"Orang yang sudah mapan cenderung memilih kandidat yang mampu atau tidak eksekusi sebuah kebijakan dan memberikan ketudahan," jelas Siti.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya