Liputan6.com, Jenewa - Komite Palang Merah Internasional (ICRC) telah mengungkap identitas tiga stafnya yang diculik ISIS di Suriah lebih dari lima tahun lalu.
ICRC mengatakan pada Minggu, 14 April 2019 bahwa Louisa Akavi, Alaa Rajab dan Nabil Bakdounes diculik di negara bagian barat laut Idlib pada akhir 2013. Langkah ICRC ini dilakukan dengan harapan dapat mempercepat pembebasan mereka.
Baca Juga
Advertisement
Saat ini, status jelas Akavi (62), seorang perawat ICRC dari Selandia Baru tidak diketahui. Namun keterangan yang didapat dari saksi mengatakan terdapat kemungkinan ia masih hidup.
"Informasi kredibel terbaru kami menunjukkan bahwa Louisa masih hidup pada akhir 2018," kata ICRC sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (16/4/2019).
Komite palang merah itu juga mengatakan alasan mengapa sebelumnya identitas staf ICRC tawanan ISIS tidak diberitahukan kepada publik.
"Sejak Louisa dan yang lainnya diculik, setiap keputusan yang kami buat adalah memaksimalkan peluang untuk membebaskan mereka," kata direktur operasi Dominik Stillhart dalam sebuah pernyataan.
"Dengan kelompok Negara Islam (ISIS) telah kehilangan wilayah terakhirnya, kami merasa sekarang saatnya untuk bersuara," lanjutnya.
Pejabat ICRC itu mengatakan Akavi kemungkinan berada di antara sekitar 70.000 wanita dan anak-anak yang melarikan diri ke kamp al-Hol setelah jatuhnya ISIS.
Selandia Baru Kecewa
Negeri Kiwi seolah kecewa karena pengumuman ICRC tersebut, yang merilis identitas tiga stafnya yang hilang.
Dalam sebuah konferensi pers pada Senin, 15 April 2019, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menolak untuk menjawab pertanyaan tentang Akavi. Namun, sikapnya mengindikasikan dirinya kecewa atas pengumuman ICRC sebelum nasib warga negaranya belum diketahui dengan jelas.
"Kuharap kau memaafkan aku, karena tidak mengomentari kasus itu," kata Ardern.
"Tetap menjadi pandangan pemerintah bahwa akan lebih baik jika kasus itu tidak berada dalam domain publik," lanjutnya.
Advertisement
Ditawan ISIS
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Selandia Baru mengkonfirmasi pada Senin, Akavi telah ditawan oleh kelompok bersenjata ISIS di Suriah dan mengatakan negaranya terus bekerja dengan ICRC untuk "menemukan dan memulihkan" Akavi.
"Ini adalah kasus yang unik dan sulit ... Louisa pergi ke Suriah dengan ICRC untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang yang menderita sebagai akibat dari perang saudara yang brutal dan pendudukan ISIS," kata Winston Peters.
"Pemerintah mengambil semua tindakan yang tepat untuk memulihkan mereka. Itulah yang kami lakukan di sini," tambahnya.
Presiden ICRC Peter Maurer mengangkat kasus itu saat berkunjung ke kamp bulan lalu. Saat itu ia menyebut Akavi sebagai perempuan penuh kasih yang berjiwa kemanusiaan. Begitu pula Alaa dan Nabil.
"Kami meminta siapa pun yang memiliki informasi untuk memberitahu. Jika rekan-rekan kami masih ditahan, kami meminta pembebasan mereka segera dan tanpa syarat," kata direktur ICRC.
Untuk diketahui, menurut ICRC staf mereka bukanlah satu-satunya yang ditawan ISIS. Beberapa lainnya adalah pastor Italia Pastor Paolo, jurnalis Inggris John Cantlie yang muncul dalam video propaganda ISIS, serta juru kamera Lebanon Samir Kassab.