Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah meluncurkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau INDI 4.0 (INDI 4.0). INDI 4.0 merupakan standar acuan untuk mengukur kesiapan perusahaan untuk bertransformasi ke era industri 4.0.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini sudah ada 326 perusahaannya yang dievaluasi lewat INDI 4.0 makin banyak perusahaan yang siap menyongsong era industri 4.0.
"Kita lihat per hari ini kita sudah melakukan Indi 4.0 Readiness Index itu 326 perusahaan sudah dievaluasi harapannya ada 10-20 persen ready masuk 4.0," kata dia, di acara acara Indonesia Industrial Summit 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dengan demikian, kata dia, perusahaan-perusahaan dapat mendapatkan manfaat dari implementasi industri 4.0. Salah satunya peningkatan produktivitas.
"Tujuan dari 4.0 apa, dari hasil presentasi kemarin, produktivitas yang sudah mengaplikasikan 4.0 itu naik rata-rata di atas 30-40 persen. Dan memang untuk melaksanakan 4.0 ada capex-nya ada investasinya yang besarnya sampai 20 Persen. Jadi ini lah yang kita dorong," jelas dia.
Ketua Umum Partai Golkar ini pun mengatakan bahwa saat ini sektor manufaktur Indonesia tengah dalam mode ekspansi. Hal itu ditunjukkan oleh nilai Prompt Manufacturing Index (PMI) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI).
PMI manufaktur Indonesia pada triwulan I-2019 berada di angka 52,65 persen, lebih tinggi dari triwulan IV-2018 sebesar 52,58 persen. "Kalau industri kita berharap dengan adanya PMI di atas 52 persen modenya lagi ekspansif nah tentu kalau industri kita lihatnya nggak bisa short kita harus lihat long term," ungkap dia.
"Nah target kita tentu ada peningkatan kapasitas ekspor meningkat, kemudian domestik demand meningkat," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jurus Menperin Tekan Impor Produk Petrokimia
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah terus berupaya untuk menekan impor produk petrokimia, seperti plastik. Salah satunya lewat upaya mendorong investasi pada sektor tersebut.
Meskipun demikian, dia mengatakan jika implementasi rencana investasi sektor Petrokimia membutuhkan jangka waktu yang jauh lebih panjang dibandingkan industri lain.
"Tentu kita harapkan realisasi investasi petrokimia bisa dimulai. Tapi kalau ditanya berapa lama, membangun industri petrokimia, ya 3 sampai 4 tahun, tahun 2022 baru jadi. Kalau kita bicara industri yang lain juga minimal 1,5 sampai 2 tahun," kata dia di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).
"Kalau mempercepat Petrokimia itu kan nggak kayak bikin pabrik tahu. Jadi itu butuh waktu 4 tahun," tegas dia.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, sambil menunggu realisasi investasi petrokimia, Kementerian Perindustrian mendorong tumbuhnya industri recycle plastik.
"Nah, salah satu yang mempercepat itu adalah mendorong sirkulasi ekonomi yaitu recycleplastik. Karena kebutuhan kita terhadap industri petrokimia kan 5 juta ton plastik produk karena plastik itu digunakan untuk konstruksi, otomotif, untuk banyak barang," ujar dia.
"Karena recycle plastik saat sekarang baru 10 persen. Ini kita mau dorong naik menjadi 25 persen dan kalau menggunakan industri recycle investasinya jauh lebih rendah, implementasinya kurang dari 1 tahun," lanjut Airlangga.
Advertisement
Kebutuhan Plastik
Sejauh ini, kebutuhan plastik tersebut baru dipenuhi pabrik milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Ke depannya investasi yang sudah berjalan di sektor Petrokimia seperti PT Lotte Chemical Indonesia plus ekspansi yang dilakukan PT Chandra Asri dapat menambah suplai plastik.
"Kebutuhan kita yang 5 juta ton kan baru dipenuhi oleh Chandra Asri 1 juta, nanti dengan Lotte tambahan 1 juta plus Chandra Asri ekspansi, kira-kira 3 juta. Sementara itu masih ada kebutuhan impor. Dari pada kita impor terlalu banyak, ya kita recycle saja," tandasnya.