Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mendukung upaya pemerintah untuk menekan impor produk industri petrokimia seperti plastik. Salah satu langkah pemerintah yakni dengan mendorong investasi pabrik petrokimia.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, mengatakan sejauh ini, 60 persen kebutuhan plastik industri mamin diperoleh lewat impor.
"Kalau Menperin mendorong industri hulu langkah tepat, industri hulu ini agak lambat, hilir cepat. Hilir butuh modal lebih sedikit. Hulu ini mahal investasi mahal, biaya bunga mahal, return investasinya lebih lama," kata dia, di acara acara Indonesia Industrial Summit 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).
"Dan ini harus didorong dengan berbagai insentif mulai dari perpajakan, tax holiday dan segalanya supaya kita mengurangi ketergantungan impor," lanjut dia.
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan industri makanan dan minuman merupakan pengguna plastik terbesar dengan porsi hingga 60 persen dari total konsumsi plastik di Indonesia. Karena itu, jika industri petrokimia sebagai penyuplai dapat ditingkatkan kinerjanya, maka efisiensi di industri hilir khususnya di industri mamin akan terjadi.
"Akan sangat besar sekali (efisiensi). Kita sekarang packaging. Dan packaging plastik ini pemakai terbesar itu industri mamin sekitar 60 persen," jelas Adhi.
"Mamin itu pengguna. Jadi ada yang membeli biji plastik terus dijadikan botol, cup. Kita belinya biji plastik. Yang produksi kan Industri hulu," imbuhnya.
Industri mamin juga mendukung upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan limbah plastik dan penggunaan plastik daur ulang.
"Kami mendorong itu, dan Kemenperin sudah memberikan izin dengan CMP agar bisa food grade, sekarang BPOM sedang membahas, dan mendorong plastik ini food grade dan resmi mendapatkan izin dari pemerintah," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Jurus Menperin Tekan Impor Produk Petrokimia
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah terus berupaya untuk menekan impor produk petrokimia, seperti plastik. Salah satunya lewat upaya mendorong investasi pada sektor tersebut.
Meskipun demikian, dia mengatakan jika implementasi rencana investasi sektor Petrokimia membutuhkan jangka waktu yang jauh lebih panjang dibandingkan industri lain.
"Tentu kita harapkan realisasi investasi petrokimia bisa dimulai. Tapi kalau ditanya berapa lama, membangun industri petrokimia, ya 3 sampai 4 tahun, tahun 2022 baru jadi. Kalau kita bicara industri yang lain juga minimal 1,5 sampai 2 tahun," kata dia di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).
"Kalau mempercepat Petrokimia itu kan nggak kayak bikin pabrik tahu. Jadi itu butuh waktu 4 tahun," tegas dia.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, sambil menunggu realisasi investasi petrokimia, Kementerian Perindustrian mendorong tumbuhnya industri recycle plastik.
"Nah, salah satu yang mempercepat itu adalah mendorong sirkulasi ekonomi yaitu recycleplastik. Karena kebutuhan kita terhadap industri petrokimia kan 5 juta ton plastik produk karena plastik itu digunakan untuk konstruksi, otomotif, untuk banyak barang," ujar dia.
"Karena recycle plastik saat sekarang baru 10 persen. Ini kita mau dorong naik menjadi 25 persen dan kalau menggunakan industri recycle investasinya jauh lebih rendah, implementasinya kurang dari 1 tahun," lanjut Airlangga.
Advertisement
Chandra Asri
Sejauh ini, kebutuhan plastik tersebut baru dipenuhi pabrik milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Ke depannya investasi yang sudah berjalan di sektor Petrokimia seperti PT Lotte Chemical Indonesia plus ekspansi yang dilakukan PT Chandra Asri dapat menambah suplai plastik.
"Kebutuhan kita yang 5 juta ton kan baru dipenuhi oleh Chandra Asri 1 juta, nanti dengan Lotte tambahan 1 juta plus Chandra Asri ekspansi, kira-kira 3 juta. Sementara itu masih ada kebutuhan impor. Dari pada kita impor terlalu banyak, ya kita recycle saja," tandasnya.