Liputan6.com, Jakarta - Hanya beberapa hari yang lalu, Severine Vilbert berjalan-jalan di sekitar Notre Dame dengan putri sulungnya pada hari yang dingin namun cerah. Bunga-bunga bermekaran dan katedral berkilau cahaya.
"Kami memandang Notre Dame dan mengatakan monumen yang begitu indah, betapa bangganya menjadi orang Paris dan tinggal di kota yang indah ini," kenang Vilbert yang bercucuran air mata. "Kemudian seperti mimpi buruk bagi kami."
Baca Juga
Advertisement
Pada Selasa 16 April 2019, Vilbert menelusuri langkahnya kembali di Paris yang sudah berubah. Tetes hujan jatuh dari langit yang kelabu, ketika ia bergabung bersama ribuan warga Paris dan wisatawan yang mengunjungi bangunan terkenang yang terlihat berasap namun masih berdiri.
Api yang menjilat katedral berumur lebih dari 850 tahun menghancurkan sebagian besar atap. Puncaknya pada ketinggian 90 meter runtuh di tengah kobaran api, menyebabkan pengunjung yang sedang berswafoto terperangah.
Para penyelidik sedang menyelidiki sebab-sebab kebakaran yang untuk sementara tampaknya dianggap sebagai kecelakaan.
"Saya umat Kristen. Saya seorang Katolik. Saya kira kejadian ini sangat mengerikan," kata George Castro, seorang warga keturunan Prancis-Kolombia, mengenai kobaran api yang terjadi hanya seminggu sebelum Paskah.
"Ini benar-benar menyedihkan."
Tapi yang menakjubkan, tidak ada korban tewas dan benda-benda berharga berhasil diselamatkan, bersama jendela mawar Notre Dame yang menakjubkan. Laporan mengutip para pakar yang mengamati bangunan itu mengatakan secara struktural baik.
Kebakaran itu merupakan serangan terbaru di salah satu kota paling indah di dunia. Selama beberapa tahun terakhir, Paris telah mengalami dua serangan teroris besar yang terjadi pada 2015. Dan yang terbaru krisis rompi kuning yang merusak beberapa monumen paling bergengsi dan sangat memecah warga Prancis.
Beberapa warga Paris, seperti Nicolas Chouin, yakin kebakaran itu bisa membantu merekonsiliasi Prancis yang terpecah.
"Sesuatu yang di luar jangkauan kita, di luar masalah kita sehari-hari," katanya sambil memandang kerangka atap katedral. "Namun, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah politik."
Usulan Donald Trump Padamkan Api Notre Dame Pakai Tangki Air Tuai Kritik
Perhatian tokoh dunia atas insiden ini terus bergulir. Salah satunya adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Atas perhatiaannya itu, ia bahkan mendapat kritik usai pernyataannya terkait solusi memadamkan api di Katedral Notre Dame, Paris pada Senin, 15 April 2019.
"Menyedihkan melihat kebakaran besar di Katedral Notre Dame di Paris. Mungkin menerbangkan tangki pembawa air dapat menjadi solusi untuk memadamkannya. Harus bertindak cepat," ujar Trump melalui Twitter.
"Setetes air melalui udara pada jenis bangunan ini memang bisa mengakibatkan runtuhnya seluruh struktur," ujar lembaga pertahanan sipil pemerintah Prancis.
Surat kabar Prancis Le Monde mencemooh rencana Trump sebagai hal yang "tidak mungkin."
Advertisement
Serangan Netizen
Banyak netizen menganggap saran dari Trump itu adalah bencana kedua jika masih dilakukan. Begitu pula dengan Lembaga Pertahanan Sipil Pemerintah Prancis.
"Ratusan pemadam kebakaran Paris Fire Brigade melakukan segala yang mereka bisa untuk mengendalikan api #NotreDame yang mengerikan. Semua cara digunakan, kecuali pesawat pembawa tangki air. Jika digunakan, dapat menyebabkan runtuhnya seluruh struktur katedral."
Senada dengan ahli di Prancis, Wayne McPartland, pensiunan kepala batalyon Pemadam Kebakaran Kota New York, mengatakan kepada CNBC bahwa tanker udara bukanlah jawaban di Notre Dame.
"Jika Anda menabraknya dengan berton-ton air dari atas, itu akan menghancurkan seluruh struktur dan memperburuk situasinya," kata McPartland.