Liputan6.com, New York - Harga minyak sedikit melemah seiring data pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan persediaan turun dibandingkan laporan industri pada Selasa.
Harga minyak Brent menguat ke level tertinggi pada 2019 di awal sesi. Ini didukung oleh penurunan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS yang dilaporkan oleh the American Petroleum Institute (API) yang dilaporkan pada Selasa malam.
Namun, data resmi dari the Energy Information Administration (EIA) menunjukkan penurunan minyak mentah 1,4 juta barel, sekitar setengah dari penurunan yang dilaporkan API.
"Reli semalam didasarkan pada prediksi 3 juta barel per hari untuk minyak mentah. Anda akan membutuhkan katalis lain," ujar Direktur Mizuho, Bob Yawger, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (18/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun 10 sen menjadi USD 71,62 per barel. Selama sesi, kontrak menyentuh posisi USD 72,27 per barel, dan tertinggi pada 2019.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 29 sen per barel ke posisi USD 63,76 per barel.
Harga minyak menyentuh level tertinggi intraday di posisi USD 64,61 per barel, hanya sedikit lebih tinggi dari 2019 di kisaran USD 64,79 pada pekan lalu.
Selain itu, harga minyak terus didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil di China. Ekonomi China tumbuh 6,4 persen pada kuartal I 2019. Hasil kilang di China, pengguna minyak terbesar kedua di dunia ini juga naik 3,2 persen pada Maret 2019 .
"Sisi permintaan bersamaan mendapat perangsang substansial melalui data China yang menunjukkan harga akan terus bergerak lebih tinggi pada peningkatan pertumbuhan global dan sentimen risiko," ujar Stephen Innes, Head of Trading SPI Asset Management.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Harga minyak telah didukung pada 2019 oleh fakta yang dicapai oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia untuk membatasi produksi minyak mereka sebesar 1,2 juta barel per hari.
Selain itu, pasokan global semakin diperketat oleh sanksi AS terhadap anggota OPEC, Venezuela dan Iran.
Ekspor minyak mentah Iran turun pada April ke level terendah harian pada 2019. Sumber Reuters mengatakan, ada penurunan minat pembelian menjelang tekanan lebih lanjut yang diharapkan dari AS.
"Pembeli menjauh karena ketidakpastian kebijakan AS mengenai pengabaian untuk mengimpor minyak mentah Iran," ujar Ahli Strategi BNP Paribas Harry Tchilinguirian.
Pada Juni, OPEC dan mitranya akan memutuskan apakah akan memperpanjang perjanjiannya tetapi kesediaan Rusia untuk tetap berpegang pada pemangkasan sekarang terlihat kurang jelas.
Gazprom Neft, salah satu bagian dari perusahaan gas Rusia Gazprom mengharapkan kesepakatan minyak global akan berakhir pada semester I 2019. Hal itu berdasarkan pernyataan perusahaan.
"Petunjuk dari Moskow untuk mengabaikan pembatasan pasokan yang diberlakukan sendiri telah menimbulkan awan ketidakpastian atas strategi produksi OPEC pada semester kedua 2019," ujar Stephen Brennock, Broker Minyak PVM.
Advertisement