Liputan6.com, Lima - Mantan presiden Peru Alan García dilaporkan tewas setelah sengaja menembak kepalanya, ketika polisi berusaha menangkapnya atas skandal korupsi miliaran dolar.
"Saya sedih dengan kepergian mantan presiden Alan García," twit presiden Peru saat ini, Martín Vizcarra, membenarkan berita tersebut. "Saya berbelasungkawa kepada keluarganya dan orang-orang terkasih."
Sebelumnya, pengacara García, Erasmo Reyna, mengatakan kepada media lokal bahwa kliennya "mengambil keputusan untuk menembak dirinya sendiri" pada hari Rabu pagi setelah petugas tiba di rumahnya di ibu kota Lima, untuk menahannya secara preventif, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (18/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Ditambahkan oleh menteri dalam negeri Peru, Carlos Morán, bahwa García sempat mengatakan kepada polisi bahwa dia akan memanggil pengacaranya, dan setelahnya, dia menutup diri di kamar sebelum terdengar sebuah tembakan.
Politikus berusia 69 tahun --yang menghadapi tuduhan menerima suap dari raksasa konstruksi Brasil Odebrecht selama masa kepresidenannya 2006-2011-- sempat dirawat di rumah sakit terdekat, sebelum kemudian menghembuskan napas terakhir pada sekitar pukul 06.45 pagi waktu setempat.
Sempat Kritis
Sebelum kematiannya dikonfirmasi, menteri kesehatan Peru, Zulema Tomás, mengatakan kepada wartawan bahwa García dalam kondisi "sangat serius", dan mengalami tiga serangan jantung sehingga harus diresusitasi.
Sebuah tim medis yang beranggotakan 27 orang, termasuk ahli bedah saraf dan spesialis perawatan intensif, berjuang untuk menyelamatkan nyawa mantan presiden Peru itu.
"Ini adalah hari kesedihan nasional," kata Alberto Quintanilla, seorang anggota kongres sayap kiri, mengatakan kepada televisi lokal setelah konfirmasi tewasnya García.
"Peru sedang berduka. Sistem politik kami sedang berkabung dan kami ... mengekspresikan solidaritas dengan keluarga ... Apa yang terjadi sangat disesalkan," lanjutnya.
Upaya untuk menangkap García datang hanya beberapa hari setelah penyelidikan mengungkapkan sekretaris pribadinya, Luis Nava, diduga menerima suap senilai US$ 4 juta dari pihak Odebrecht.
Dalam sebuah wawancara pada hari Selasa, García mengatakan bahwa ia "dengan tegas" membantah tuduhan terhadapnya, yang ia sebut sebagai "spekulasi" dan "pembunuhan moral".
4 Mantan Presiden Peru Terlibat Kasus Suap
García adalah satu dari empat mantan presiden Peru yang tersedot ke dalam skandal besar Odebrecht, di mana suap jutaan dolar dibayarkan untuk mengamankan kontrak konstruksi di seluruh wilayah Peru.
Tiga mantan presiden Peru yang terlibat dalam skandal suap ini adalah Pedro Pablo Kuczynski, Ollanta Humala, dan Alejandro Toledo.
Pekan lalu, seorang hakim memerintahkan agar Kuczynski ditempatkan di bawah pengawasan preventif selama 10 hari sebagai bagian dari penyelidikan pencucian uang.
Dikenal sebagai PPK, Kuczynski memimpin Peru dari 2016 hingga dia mengundurkan diri Maret lalu, sebelum langkah kongres untuk memakzulkan dia atas kaitannya dengan praktik suap oleh Odebrecht.
Adapun García menjabat dua periode sebagai presiden, yakni dari 1985 hingga 1990, dan kemudian 2006 hingga 2011.
Garcia merupakan salah satu politikus paling terkemuka di Peru. Dia membantah keras tuduhan suap tersebut, dan menggambarkan dirinya sebagai korban penganiayaan politik.
Tahun lalu ia gagal meminta suaka politik di Uruguay setelah mencari perlindungan di kedutaan besarnya di Lima.
García terjun ke dunia politik pada 1970-an, setelah menempuh periode belajar di Paris, dan disebut membawa angin segar terhadap perpolitikan Peru kala itu.
Masa jabatan pertamanya sebagai presiden secara luas diingat sebagai kegagalan, karena berakhir dengan krisis ekonomi dan krisis keamanan mematikan, yang melibatkan perang terhadap kelompok gerilya Maois Shining Path.
Tetapi García kembali ke politik secara dramatis pada 2006, yang oleh sebagian pihak, berkaitan dengan tuduhan terhadap pesaingnya yang memiliki dukungan dari mantan pemimpin Venezuela, Hugo Chavez.
Advertisement
Tanggapan Rekan Politik
Sekutu politik dari partai García yang dulunya sangat kuat, Apra, menyatakan kaget dan marah atas kematiannya yang dramatis.
"Pada saat yang sangat menyakitkan ini kita harus menegaskan kembali persatuan dan persaudaraan kita," twit anggota kongres Jorge del Castillo, menyerukan kepada para pendukung untuk berkumpul di luar markas besar partai terkait pada Rabu malam.
Sekutu lain, Mauricio Mulder, menggambarkan keputusan García untuk mengakhiri nyawanya sendiri sebagai "tindakan terhormat", yang diambil sebagai tanggapan atas "penganiayaan fasis" dari musuh-musuh politik.
"Presiden García telah mengambil keputusan orang bebas," untuk menghindari penghinaan oleh mereka yang bermaksud menggunakan dia sebagai "piala" politik, kata Mulder.
Di lain pihak, mantan presiden Ekuador Rafael Correa mengetwit: "Bunuh diri (Garcia), pada kenyataannya, adalah pembunuhan ... Semoga pengorbanannya membantu kita memahami bahwa harus ada batasan untuk perjuangan politik."