Liputan6.com, Jakarta - Pasca Pemilihan Presiden dan Legislatif 2019, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birorkasi (PANRB) Syafruddin menegaskan, PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) harus tetap menjaga netralitas. ASN pada pemerintah pusat maupun daerah diminta tetap fokus bekerja melayani masyarakat.
"ASN jangan masuk ke dalam hiruk pikuk opini politik yang masih berlangsung,” tegas dia saat konferensi pers di Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia pun meminta seluruh pimpinan kementerian dan lembaga dan pemerintah daerah untuk mengawasi PNS yang ada di lingkungannya. ASN sebagai petugas negara berkewajiban melaksanakan pelayanan publik demi kepentingan negara.
Sebelum pelaksanaan pemilu, Syafruddin telah berulang kali mengimbau ASN untuk menjaga netralitas. Disampaikan, ASN memiliki hak politik namun hanya dapat digunakan dalam bilik suara dan tidak untuk berpolitik praktis.
Syafruddin juga menekankan, apabila terdapat PNS yang terlibat kepentingan politik, sanksi akan diselesaikan secara komprehensif.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sanksi Sesuai Aturan
Sesuai dengan Surat Menteri PANRB Nomor B/94/M.SM.00.00/2019, jika ditemukan bukti pelanggaran netralitas, instansi pemerintah menindaklajuti dengan membentuk Majelis Kode Etik atau tim pemeriksa hukuman disiplin.
Penyelesaian pelanggaran dilakukan berdasarkan PP Nomor 42/2004 dan PP Nomor 53/2010.
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan tembusan Menteri PANRB.
Jika hasil rekomendasi tidak ditindaklanjuti Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), KASN dapat merekomendasi kepada presiden untuk menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Netralitas ASN sudah diatur dengan jelas dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di tahun kontestasi politik ini, ASN yang netral menjamin demokrasi yang sehat.
Namun sebaliknya, apabila ASN tidak netral, akan sangat merugikan negara hingga masyarakat sebagai penerima layanan.
Advertisement
Tidak Boleh Beropini
Lebih lanjut, Syafruddin melarang keras pegawai pemerintah, baik itu eselon II hingga pejabat sekalipun, untuk memberikan opini di muka publik tanpa dasar yang jelas. Itu hanya bisa dilakukan oleh menteri atau humas selaku perwakilan.
"Seluruh pemerintah tidak boleh ada staf atau pejabat yang memberikan opini pada publik, kecuali itu ada perintah dari menteri atau humasnya sendiri. Itu hanya bisa disampaikan oleh menteri dan humas," tuturnya.