Liputan6.com, Aceh - "Katakan, Tuhan itu satu. Tuhan tempat menyembah, dan tempat meminta...".
Sore itu, Kamis, 18 April 2019, mendung tampak membubung di atas stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Manek Roo, Desa Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Lantunan lagu La ilaha illalah milik Rhoma Irama menghiasi pekatnya mega.
Advertisement
Nyanyian tersebut berasal dari seorang pria yang duduk bersila di sudut SPBU. Berpeci hitam, berkacamata, mengenakan kemeja motif kotak-kotak berwarna stellblue, serta celana lightyellow, Zainal Efendi (54) tampak luwes menyenandungkan lagu yang rata-rata berasal dari tahun 90an.
Di sampingnya terdapat sound system berukuran kecil sebagai pengeras suara. Jemarinya erat menggenggam mikrofon wireless yang terkoneksi ke sound tersebut.
Zainal begitu menghayati lirik-lirik lagu yang dia nyanyikan. Sesekali dari mulutnya terucap 'alhamdulillah', ketika seorang pelintas menaruh selembar uang di dalam timba hijau yang ada di depannya.
Zainal mengaku baru empat bulan menggeluti pekerjaannya. Lelaki kelahiran 12 Desember 1964 ini awalnya menjual kacang rebus secara keliling.
"Dari 1996, sampai 2013 menjual kacang rebus. Berhenti sebentar, kerja apa yang bisa, lalu sekarang kerja ini," Zainal membuka kisahnya kepada Liputan6.com, Rabu (18/17/2019).
Saban sore, sosok sederhana ini berkaraoke melantunkan tembang-tembang lawas berharap para pengendara yang sedang mengisi bahan bakar terhibur. Lantas, memberinya secuil rupiah, cukup untuk makan dia dan istrinya di rumah.
"Selepas asar, ke sini. Sampai menjelang sore. Lalu malam hari kerja lagi," sebut Zainal lalu mengatakan penghasilannya sehari-hari mencapai puluhan ribu, jika sedang beruntung.
Zainal sering mangkal di pelataran SPBU Manek Roo dan Kuta Padang. Agar tidak menganggu pengendara, dia menggelar lapak karaoke kecil-kecilannya di sudut yang tak tersentuh kendaraan.
"Kalau tidak makan permen ini, habis suara saya," Zainal menunjukkan sebungkus permen mint yang katanya untuk membantu agar tidak kehabisan suara, karena ia bernyanyi nonstop.
Mimpi Gitar Listrik
Zainal berharap, suatu hari ia bisa membeli gitar listrik. Dengan begitu, ia bisa leluasa bernyanyi sambil diiringi petikan gitar, tanpa harus mengikuti lagu dari sd card yang berjalan secara otomatis.
"Ini sound system Rp800 ribu, saya dibelikan orang. Saya cicil ke orang itu. Kalau nanti punya uang, saya mau beli gitar listrik. Mungkin lebih banyak yang menyumbang. Saya ingin kembangkan bakat," asa dia.
Zainal tak mau disebut pengemis karena pekerjaannya. Dia menjual suara, bukan meminta-minta.
Daripada mengemis, sementara tubuhnya masih bisa digunakan untuk bekerja, Zainal memilih menjadi seniman jalanan. Menghibur orang lain, lalu diberi upah, jika pendengarnya berkenan.
"Saya orang miskin, dik. Ini cukuplah menghidupi kebutuhan sehari-hari. Saya tidak mengemis. Pernah ada yang bilang saya pakai pakaian bagus, kok meminta-minta? Saya jual suara, bukan meminta-minta," ucapnya.
Demikian Zainal, lelaki separuh abad yang saban sore duduk di pelataran SPBU bersama sound system jinjing dan tembang-tembang lawas miliknya. Nyanyiannya membuat yang mendengar bernostalgia.
"Bunga di hati layu sudah. Berguguran daun-daunnya. Apa salahku apa dosaku. Hingga ku kau tinggalkan."
Lelaki yang dua anak tercintanya telah menuruti undangan sang mair saat tsunami memorak-porandakan Aceh pada 2004 silam itu menutup lagunya dengan salah satu tembang dari Black Brother's. 'Hilang.'
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement