Liputan6.com, Padang - Enam filolog menyelamatkan naskah kuno di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar) dengan cara mendigitalkannya. Kondisi puluhan naskah kuno itu mendekati rusak, bahkan di antaranya sudah ada yang rusak.
Menurut A. Malin Bandaro Tuangku Mudo, pewaris dan tuangku Surau Simaung, 88 naskah itu merupakan peninggalan Syekh Kitabullah (wafat 1963). Naskah-naskah tersebut selama ini tersimpan di lemari dalam salah satu bangunan surau kecil di tengah-tengah dua surau besar.
Ruangan yang minim ventilasi dan penyimpanan naskah yang bertumpuk dengan benda lain membuat naskah banyak yang rusak. Ada dua naskah tebal yang sama sekali tidak dapat terbaca lagi karena kertasnya hancur.
Baca Juga
Advertisement
Filolog dari Universitas Andalas, Pramono mengatakan, naskah kuno tersebut merupakan milik Surau Simaung, Jorong Tapian Diaro, Nagari Sijunjung. Di sana terdapat 88 naskah, yang berisi 20.914 halaman naskah, dengan lebih dari 200 teks (kandungan isi naskah).
Pramono mengutarakan, Surau Simaung adalah surau tarekat Syattariyah yang hingga kini masih dikunjungi oleh ribuan peziarah setiap tahun. Surau ini merupakan salah satu tempat wisata religi ziarah. Sepanjang tahun, ribuan orang datang ke surau-surau tersebut untuk berbagai tujuan, misalnya membayar nazar dan berziarah ke makam ulama.
Sayangnya, kata Pramono, naskah-naskah dengan kekayaan kandungan seperti sastra, sejarah, hagiografi, agama, dan pengobatan tradisional, serta keragaman iluminasi (ragam hias di dalam naskah) yang tersimpan di surau-surau tarekat itu belum terkelola dan dikembangkan.
"Melalui penerbitan edisi teks dan rekayasa iluminasi menjadi motif kain (batik) akan memberi peluang untuk pengembangan ekonomi kreatif masyarakat pendukung surau-surau tarekat di Sumatera Barat. Terbitan edisi teks naskah dan rekayasa iluminasi tersebut dapat menjadi ‘buah tangan’ bagi peziarah atau wisatawan," tutur Sekretaris Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) itu di Padang, Kamis (18/4/2019).
M Yusuf, filolog senior Universitas Andalas mengatakan, naskah-naskah itu dapat dipajang untuk dilihat oleh peziarah. Peziarah dapat melihat khazanah naskah tersebut sebagai warisan intelektual ulama pada masa lampau. Menurutnya, hal itu akan menjadi nilai lebih Surau Simaung sebagai tujuan wisata ziarah religi.
Selain itu, kata M Yusuf, digialisasi puluhan naskah kuno koleksi Surau Simaung akan membuka penelitian-penelitian keagamaan, falsafah, kesejarahan, kesusastraan, kebahasaan, dan kajian-kajian baru dengan sudut pandang yang lain.
Koleksi Surau Simaung
Sementara itu, filolog UIN Imam Bonjol, Ahmad Taufik Hidayat mengatakan, koleksi Surau Simaung lebih beragam teksnya dibandingkan dengan koleksi naskah di surau-surau lain di Sumatera Barat, antara lain, perhitungan tahun mulai dari perhitungan tahun dunia sejak zaman Nabi Adam, lahir Nabi Muhammad, dan hari kiamat; tentang pembagian tahun Syamsiah dan Kamariah; tentang sistem kalender hijriah taqwim; tentang penetapan puasa.
"Dalam konteks wacana Islam lokal Minangkabau, teks takwim yang lengkap ini sangat penting. Perdebatan penentuan awal bulan dalam tahun Hijriah pernah menjadi perdebatan di kalangan ulama Minangkabau pada permulaan abad XX," ucapnya.
Selain tema takwim, kata Taufik, naskah yang mengandung teks tentang takwil gempa dengan uraian yang panjang dan lengkap juga ditemukan di Surau Simauang. Hal ini berbeda dengan naskah-naskah takwil gempa lainnya yang biasanya hanya berisi uraian singkat.
Dalam bidang tasawuf, koleksi Surau Simaung cukup lengkap, mulai naskah yang berisi ajaran martabat tujuh yang termuat dalam karya Syamsuddin Sumatrani (Rubai Hamzah Fansuri dan Tubayyin al-Mulahazah al-Mawwâhib wa al-Mulhîd Fî Zikrillâh); karya Syekh Abdurrauf Singkel (Tanbîh al-Masyi); bahkan salinan naskah karya Ali Sirnawi, guru dari Syekh Ahmad al-Qusyasi yang berjudul Mawâhib al-Khamsiyahdan; dan, karya Sayyid Mahumud al-Husni al-Bukhari al-Qadiri al-Syattari yang berjudul Diwâr al-Wujûd fi ‘Ilm al-Haqâ’iq. Menariknya, di surau ini juga ditemukan naskah-naskah berkenaan dengan ajaran tasawuf dari tarekat Naqsyabandiyah yang ditulis oleh Arif Billah Ahmad Ibrahim.
Selain itu, kata Taufik, koleksi naskah di Surau Simaung juga diperkaya dengan naskah-naskah yang berisi teks pengetahuan tradisional, seperti cara menentukan kecocokan jodoh dengan menghitung nama pasangan, menenentukan kecocokan yang mengobati dengan yang diobati berdasarkan nama, melihat jenis pasangan dengan nama, melihat hal yang baik dan buruk berdasarkan pala (perjalanan) dan peredaran naga, bulan-bulan yang baik dalam satu tahun berdasarkan bulan-bulan yang dinamai dengan jenis binatang, hari yang baik untuk berjalan dan mendirikan rumah, meramal anak yang sedang dikandung apakah laki-laki atau perempuan, dan tanda-tanda gerak tubuh.
"Beberapa naskah di surau tersebut juga berisi teks genealogi tarekat Syattariyah di Minangkabau yang secara umum tidak diketahui sebelumnya. Hal ini tentu saja menjadi informasi penting untuk mengungkap jaringan ulama lokal Minangkabau secara luas," katanya.
Advertisement
Digitalisasi
Digitalisasi naskah kuno Minangkabau di Sijunjung itu dilakukan sejak 22 Maret sampai 19 April 2019 oleh enam filolog, yakni Pramono, M Yusuf, dan Yerri Satria Putra (Universitas Andalas), Ahmad Taufik Hidayat dan Chairullah (UIN Imam Bonjol), Yusri Akhimuddin (IAIN Batusangkar). Mereka tergabung dalam organisasi Manassa cabang Sumatera Barat.
Akhimuddin menjelaskan, digitalisasi merupakan bagian dari misi yang dijalankan oleh program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA). Program ini dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Centre for the Study of Manuscript Cultures University of Hamburg, Jerman, atas dukungan dari Arcadia Fund, lembaga filantropi asal London, Inggris, yang mendukung pelestarian warisan budaya, lingkungan, dan peradaban dunia.
Manager Data DREAMSEA, M. Nida’ Fadlan mengatakan, kegiatan di Surau Simaung merupakan misi ke-11 sejak diluncurkan pada 24 Januari 2018. Program ini bertujuan untuk melestarikan naskah Asia Tenggara yang berada dalam kondisi terancam rusak karena alasan apa pun sekaligus memiliki nilai penting dalam konteks masyarakat Asia Tenggara.
Selain melakukan pelestarian melalui alih media digital, kata Nida’, DREAMSEA juga memberikan pendampingan kepada pemilik naskah mengenai tata cara perawatan fisiknya.
"Naskah-naskah yang sudah didigitalkan akan diolah dan diunggah dalam sebuah repositori (perpustakaan digital) yang dapat diakses lebih luas untuk kepentingan umum termasuk kepentingan akademik. Melalui langkah tersebut, DREAMSEA membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengeksplorasi kekayaan khazanah masyarakat Asia Tenggara di masa lampau tanpa menghilangkan jejak kepemilikannya. Adapun fisik naskah tetap disimpan oleh pemiliknya masing-masing," ujarnya.
Simak juga video pilihan berikut ini: