Pemerintah akan Buka Akses Data Migas Gratis buat Investor

Kementerian ESDM akan menerapkan skema anggota dan nonanggota untuk kebijakan open data ini.

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Apr 2019, 14:15 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menggratiskan raw data migas Indonesia untuk dapat diakses secara luas oleh investor. Langkah ini bertujuan menarik investor minyak dan gas bumi (migas) ke Indonesia.

Pemerintah menjamin pembukaan akses data migas ini tidak akan melepaskan kontrol negara atas data tersebut.

“Negara masih memiliki kewenangan penuh terhadap data migas tersebut,” tegas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar di Jakarta, Kamis (18/4),  seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Jumat (19/4/2019).

Menurut Wamen ESDM itu, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Menteri yang akan mempermudah investor mengakses data migas secara free, pada sekitar Mei, sehingga memungkinkan investor untuk menemukan cadangan migas baru.

“Kita akan mengundang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mensosialisasikan kebijakan open data yang merupakan bagian dari program besar Big Data ini,” tambah Arcandra.

Kementerian ESDM akan menerapkan skema anggota dan nonanggota untuk kebijakan open data ini dan akan tetap pula melindungi data miliki KKKS yang berlaku empat tahun, enam tahun dan delapan tahun.

“Akses data terbatas bagi yang bukan member, dan bagi yang menjadi member Pemerintah akan memberikan akses data bukan hanya sebatas raw data seismik, namun termasuk juga untuk data olahan maupun data interpretasi,” jelas Arcandra.

 


Tak Jual Kedaulatan Negara

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Arcandra Tahar menolak dengan tegas jika kebijakan ini seperti menjual kedaulatan negara, karena menurut Arcandra data migas ini masih dimiliki negara dan negara masih mempunyai kontrol penuh terhadap data ini.

“Ini bukan menjual kekayaan, data itu masih milik negara, kalau mereka KKKS sudah melakukan analisa dia bisa melakukan apa, tetap saja tidak bisa melakukan apa-apa, tetap saja mereka harus meminta izin untuk eksplorasi, negara tetap mengontrol data itu. Ini kita menjual data atau mencari minyak? Kan kita cari minyak, nah udah kalau gitu datanya kita berikan saja,” tandas Archandra.

Ia menyebutkan, kebijakan open data sudah dilakukan oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris yang sudah membuka akses datanya dalam skala tera byte.

“Dahulu jika ingin mengakses data harus membayar terlebih dahulu, sekarang boleh mengakses tanpa membayar silahkan akses data untuk dianalisa nanti kalau sudah dapat baru bayar. Dengan kebijakan ini diharapkan perusahaan akan berlomba-lomba untuk mengolah data itu dengan menggunakan dana mereka sendiri,” pungkas Arcandra.

Kebijakan open data migas ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM 27/2006 mengenai pengelolaan dan pemanfaatan data migas, data eksplorasi, dan eksploitasi.

Dengan kebijakan ini diharapkan investor akan tertarik untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia sehingga dapat ditemukan cadangan-cadangan migas baru


Wamen ESDM: Gross Split Cocok untuk Blok Migas Eksplorasi

PT Pertamina (Persero) meluncurkan PertafloSIM, perangkat lunak (software) penghitung aliran minyak dan gas (migas) dalam pipa sejak dari dasar sumur hingga ke permukaan dan titik serah atau titik jual (sales point).

Direktur Perencanaan, Investasi, dan Manajemen Risiko (PIMR) Pertamina Heru Setiawan mengatakan, inovasi ini merupakan bagian dari upaya Pertamina untuk melakukan efisiensi khususnya di sektor hulu. Software buatan sendiri ini biayanya jauh lebih hemat dibanding software komersial dengan sistem sewa lisensi yang sebelumnya digunakan Pertamina.

 BACA JUGA

 “Pertamina saat ini sedang mengembangkan jaringan perpipaan yang luas pada blok-blok terminasi, sehingga software ini sangat mendukung efisiensi di sektor hulu,” kata Heru, di Jakarta, Selasa (16/4/2019).

Heru menjelaskan, software ini merupakan hasil inovasi Tim Research and Technology Center Pertamina bersama dengan Research Consortium OPPINET Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya